Selasa, 10 Desember 2024

Jokowi: Presiden Boleh Memihak dan Kampanye

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa kepala negara boleh memihak dan ikut kampanye dalam pemilihan umum (pemilu).

Syaratnya harus tunduk pada aturan dan ketentuan. Misalnya tidak menggunakan fasilitas negara saat melakukan aktivitas politik.

Jokowi pun menegaskan, para menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf punya hak untuk menentukan pilihan dan menunjukkan sikap atas pilihan tersebut. Keterangan itu disampaikan oleh Jokowi usai menyaksikan penyerahan pesawat dan helikopter kepada TNI di Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1).

”Presiden itu boleh loh kampanye, Presiden boleh memihak. Tapi, yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” terang dia kepada awak media.

Mantan Gubernur DKI itu menjelaskan, Presiden dan menteri adalah pejabat publik dan pejabat politik. ”Masa gini nggak boleh, gitu nggak boleh. Berpolitik nggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” tegasnya.

Dia lantas kembali menggarisbawahi bahwa pilihan-pilihan politik tersebut boleh ditunjukkan oleh presiden dan para menteri tanpa menggunakan fasilitas negara. ”Pegangannya itu aturan. Kalau aturan boleh, silakan. Kalau tidak boleh, jangan,” tambah dia.

Lantas apakah Jokowi akan ikut berkampanye dan menyatakan keberpihakannya dalam pemilu kali ini? ”Nanti dilihat,” ujarnya. Menurut dia, digunakan atau tidak hak politik itu tergantung individu masing-masing. ”Yang penting tidak menggunakan fasilitas negara,” kata dia menegaskan.

Saat ditanya terkait dengan kesiapan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD untuk menanggalkan jabatannya, dia menjawab singkat. Menurut Jokowi itu adalah hak Mahfud sebagai menteri. ”Ya itu hak dan saya sangat menghargai,” ujarnya.

Keterangan itu direspons beragam oleh banyak pihak. Termasuk tim kampanye tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Co-Captain Timnas Amin Jazilul Fawaid menilai perkataan Jokowi menunjukkan adanya kepanikan.

”Kami minta semuanya memukul kentongan untuk membangunkan kesadaran menyelamatkan demokrasi dan menyelamatkan pemilu dari kecurangan,” ujarnya.

Politisi yang akrab disapa Gus Jazil mengingatkan, salah satu semangat reformasi mengamanatkan anti-KKN. Sebab, praktik tersebut telah menyebabkan kesenjangan sosial, ketidakadilan dan pemerintahan yang tidak bersih. ”Saya yakin rakyat hari ini cerdas untuk memaknai apa yang menjadi statement dari para elite kita, termasuk Presiden,” paparnya.

Baca Juga:  Sahrul Gunawan ke Golkar, NasDem Merasa Beban Hilang Satu

Dia juga mengomentari ungkapan perpisahan dari Mahfud untuk meninggalkan kabinet ”Apa yang dinyatakan Prof Mahfud kalau saya pribadi, itu sudah good bye (perpisahan, red), tinggal mengembalikan (jabatan, red) kepada Presiden,” kata Jazil.

Pria yang juga menjadi waketum PKB tersebut menjelaskan, secara normatif memang tidak ada masalah jika menteri aktif tidak mundur saat pencalonan. Namun, secara etika, memang bisa bermasalah. Terlebih, jika kembali pada semangat reformasi yang tidak menghendaki adanya KKN dalam penyelenggaraan negara.

Sementara itu, Wakil Komandan Tim Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman membela pernyataan Jokowi. Dia mengatakan, Pasal 23 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Kemudian, Habib juga menyebut larangan Presiden mendukung calon sudah otomatis runtuh dengan adanya Pasal 7 UUD 1945 yang membolehkan Presiden kembali maju dalam pilpres. Sebab, saat kembali maju, secara otomatis, presiden punya sikap politik. “Yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya,” ujarnya, Rabu (24/1).

Habib mencontohkan, praktik yang terjadi di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat. Di mana seorang boleh mendukung dan bahkan berkampanye untuk salah satu calon Presiden periode berikutnya. ”Tahun 2008 Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barack Obama. Tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump,” terangnya.

Dalam konteks Indonesia, batasan hanya terdapat pada mencegah Presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang dia dukung. Ketentuan tersebut diatur Pasal 306 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Kemudian Pasal 547 yang mengatur ancaman pidana bagi setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon. Untuk menegakkan aturan tersebut, Bawaslu yang punya wewenang untuk mengawasinya.

”Intinya kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon,” jelasnya. Sebab, ada aturan berlapis dan lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Baca Juga:  Staf Khusus Milenial Jokowi Jangan Hanya Jadi Pajangan

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim tidak mempersoalkan pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut bahwa dirinya boleh memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Menurut Chico, secara undang-undang, presiden tidak dilarang memihak dan berkampanye. ”Apa yang disampaikan Pak Jokowi tidak menyalahi Undang-Undang,” terang dia kemarin.

Namun, kata Chico, pernyataan Jokowi itu tentu akan memantik prokontra dari masyarakat. Publik bisa beranggapan bahwa Jokowi akan melanggar etika jika ikut memihak dan berkampanye untuk salah satu paslon dalam Pilpres 2024. ”Jadi, ada etika yang dilanggar Presiden,” bebernya.

Bahkan, lanjut dia, publik akan menganggap Presiden Jokowi melakukan nepotisme dalam pilpres, jika dia memihak dan mengampanyekan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebab, Gibran merupakan putra Jokowi.

Chico menegaskan bahwa nepotisme akan semakin mengental, jika nanti secara terbuka Jokowi mendukung anaknya dalam kontestasi lima tahunan itu. ”Anggapan masyarakat tentang nepotisme akan semakin kental,” paparnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Agustyati mengkritik pernyataan Jokowi. Selain dangkal, yang dikatakan Jokowi berbahaya jika digunakan sebagai pembenaran bagi Presiden, menteri dan seluruh pejabat untuk menunjukkan keberpihakan.

Apalagi, Jokowi memiliki konflik kepentingan langsung dengan salah satu calon yang merupakan anak kandungnya. ”Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis,” ujarnya.

Ninis menambahkan, klaim Jokowi hanya didasarkan pada pasal 281 ayat 1 UU 7/2017 yang memberi ruang pejabat berkampanye. Padahal di pasal 282 ditegaskan bahwa pejabat negara hingga level kepala desa dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan paslon.

”Jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu,” tegas Ninis.

Oleh karenanya, dia mendesak Jokowi menarik pernyataan yang menyebut Presiden dan menteri boleh berpihak. Sebab itu berpotensi disalahgunakan sebagai pembenaran pemanfaatan pejabat negara. Lebih lanjut lagi, Ninis meminta Bawaslu untuk bertindak tegas jika ditemukan adanya upaya ketidaknetralan penyelenggara negara. (far/lum/syn/tyo/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa kepala negara boleh memihak dan ikut kampanye dalam pemilihan umum (pemilu).

Syaratnya harus tunduk pada aturan dan ketentuan. Misalnya tidak menggunakan fasilitas negara saat melakukan aktivitas politik.

- Advertisement -

Jokowi pun menegaskan, para menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf punya hak untuk menentukan pilihan dan menunjukkan sikap atas pilihan tersebut. Keterangan itu disampaikan oleh Jokowi usai menyaksikan penyerahan pesawat dan helikopter kepada TNI di Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1).

”Presiden itu boleh loh kampanye, Presiden boleh memihak. Tapi, yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” terang dia kepada awak media.

- Advertisement -

Mantan Gubernur DKI itu menjelaskan, Presiden dan menteri adalah pejabat publik dan pejabat politik. ”Masa gini nggak boleh, gitu nggak boleh. Berpolitik nggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” tegasnya.

Dia lantas kembali menggarisbawahi bahwa pilihan-pilihan politik tersebut boleh ditunjukkan oleh presiden dan para menteri tanpa menggunakan fasilitas negara. ”Pegangannya itu aturan. Kalau aturan boleh, silakan. Kalau tidak boleh, jangan,” tambah dia.

Lantas apakah Jokowi akan ikut berkampanye dan menyatakan keberpihakannya dalam pemilu kali ini? ”Nanti dilihat,” ujarnya. Menurut dia, digunakan atau tidak hak politik itu tergantung individu masing-masing. ”Yang penting tidak menggunakan fasilitas negara,” kata dia menegaskan.

Saat ditanya terkait dengan kesiapan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD untuk menanggalkan jabatannya, dia menjawab singkat. Menurut Jokowi itu adalah hak Mahfud sebagai menteri. ”Ya itu hak dan saya sangat menghargai,” ujarnya.

Keterangan itu direspons beragam oleh banyak pihak. Termasuk tim kampanye tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Co-Captain Timnas Amin Jazilul Fawaid menilai perkataan Jokowi menunjukkan adanya kepanikan.

”Kami minta semuanya memukul kentongan untuk membangunkan kesadaran menyelamatkan demokrasi dan menyelamatkan pemilu dari kecurangan,” ujarnya.

Politisi yang akrab disapa Gus Jazil mengingatkan, salah satu semangat reformasi mengamanatkan anti-KKN. Sebab, praktik tersebut telah menyebabkan kesenjangan sosial, ketidakadilan dan pemerintahan yang tidak bersih. ”Saya yakin rakyat hari ini cerdas untuk memaknai apa yang menjadi statement dari para elite kita, termasuk Presiden,” paparnya.

Baca Juga:  Bupati dan Muspida Siak Monitoring Pelaksanaan Pilkada

Dia juga mengomentari ungkapan perpisahan dari Mahfud untuk meninggalkan kabinet ”Apa yang dinyatakan Prof Mahfud kalau saya pribadi, itu sudah good bye (perpisahan, red), tinggal mengembalikan (jabatan, red) kepada Presiden,” kata Jazil.

Pria yang juga menjadi waketum PKB tersebut menjelaskan, secara normatif memang tidak ada masalah jika menteri aktif tidak mundur saat pencalonan. Namun, secara etika, memang bisa bermasalah. Terlebih, jika kembali pada semangat reformasi yang tidak menghendaki adanya KKN dalam penyelenggaraan negara.

Sementara itu, Wakil Komandan Tim Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman membela pernyataan Jokowi. Dia mengatakan, Pasal 23 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Kemudian, Habib juga menyebut larangan Presiden mendukung calon sudah otomatis runtuh dengan adanya Pasal 7 UUD 1945 yang membolehkan Presiden kembali maju dalam pilpres. Sebab, saat kembali maju, secara otomatis, presiden punya sikap politik. “Yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya,” ujarnya, Rabu (24/1).

Habib mencontohkan, praktik yang terjadi di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat. Di mana seorang boleh mendukung dan bahkan berkampanye untuk salah satu calon Presiden periode berikutnya. ”Tahun 2008 Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barack Obama. Tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump,” terangnya.

Dalam konteks Indonesia, batasan hanya terdapat pada mencegah Presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang dia dukung. Ketentuan tersebut diatur Pasal 306 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Kemudian Pasal 547 yang mengatur ancaman pidana bagi setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon. Untuk menegakkan aturan tersebut, Bawaslu yang punya wewenang untuk mengawasinya.

”Intinya kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon,” jelasnya. Sebab, ada aturan berlapis dan lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Baca Juga:  Dikukuhkan, Koalisi Rokan Hulu Maju Siap Menangkan Skawan

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim tidak mempersoalkan pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut bahwa dirinya boleh memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Menurut Chico, secara undang-undang, presiden tidak dilarang memihak dan berkampanye. ”Apa yang disampaikan Pak Jokowi tidak menyalahi Undang-Undang,” terang dia kemarin.

Namun, kata Chico, pernyataan Jokowi itu tentu akan memantik prokontra dari masyarakat. Publik bisa beranggapan bahwa Jokowi akan melanggar etika jika ikut memihak dan berkampanye untuk salah satu paslon dalam Pilpres 2024. ”Jadi, ada etika yang dilanggar Presiden,” bebernya.

Bahkan, lanjut dia, publik akan menganggap Presiden Jokowi melakukan nepotisme dalam pilpres, jika dia memihak dan mengampanyekan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebab, Gibran merupakan putra Jokowi.

Chico menegaskan bahwa nepotisme akan semakin mengental, jika nanti secara terbuka Jokowi mendukung anaknya dalam kontestasi lima tahunan itu. ”Anggapan masyarakat tentang nepotisme akan semakin kental,” paparnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Agustyati mengkritik pernyataan Jokowi. Selain dangkal, yang dikatakan Jokowi berbahaya jika digunakan sebagai pembenaran bagi Presiden, menteri dan seluruh pejabat untuk menunjukkan keberpihakan.

Apalagi, Jokowi memiliki konflik kepentingan langsung dengan salah satu calon yang merupakan anak kandungnya. ”Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis,” ujarnya.

Ninis menambahkan, klaim Jokowi hanya didasarkan pada pasal 281 ayat 1 UU 7/2017 yang memberi ruang pejabat berkampanye. Padahal di pasal 282 ditegaskan bahwa pejabat negara hingga level kepala desa dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan paslon.

”Jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu,” tegas Ninis.

Oleh karenanya, dia mendesak Jokowi menarik pernyataan yang menyebut Presiden dan menteri boleh berpihak. Sebab itu berpotensi disalahgunakan sebagai pembenaran pemanfaatan pejabat negara. Lebih lanjut lagi, Ninis meminta Bawaslu untuk bertindak tegas jika ditemukan adanya upaya ketidaknetralan penyelenggara negara. (far/lum/syn/tyo/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari