Jumat, 20 September 2024

KLHK Bantah Pernyataan Greenpeace Bahwa Deforestasi Indonesia Buruk

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, moratorium pemberian izin baru hutan alam primer dan gambut efektif mengurangi angka deforestasi. Karena itu, deforestasi Indonesia yang memburuk, seperti dikatakan Greenpeace dalam pernyataan persnya, tidak benar.
 
 
Bantahan KLHK  terhadap  pernyataan Greenpeace tersebut disampaikan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK, Belinda Arunawati Margono, Ahad (11/8).
 
 
Belinda mengungkapkan laju deforestasi Indonesia sebelum dan sesudah moratorium. Dikatakannya, luas Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) adalah 66 juta ha atau sebesar 35 % dari luas daratan Indonesia, dan berada baik di dalam maupun luar kawasan hutan.
 
 
"Perlu juga dipahami bahwa di dalam PIPPIB, terdapat areal berkategori kawasan hutan, lahan gambut dan hutan alam primer. Di dalam kategori kawasan hutan dan lahan gambut, terdapat areal yang tidak bertutupan hutan karena memang merupakan ekosistem alami yang dijaga seperti rawa gambut, savana, atau pun semak belukar alami. Total areal bertutupan hutan di dalam PIPPIB adalah 52,3 juta ha, atau 79 % dari luas PIPPIB,” papar Belinda, 
 
 
Belinda menjelaskan, setelah moratorium diberlakukan pada tahun 2011, memang terjadi lonjakan angka deforestasi di tahun 2014-2015 karena kejadian  kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun, bencana itu terjadi pada seluruh wilayah Indonesia, baik nonkawasan maupun kawasan hutan, tanah mineral maupun gambut, serta berhutan maupun tidak.
 
 
Sebelumnya Greenpeace melalui Kiki Taufik menyatakan bahwa deforestasi lebih buruk setelah moratorium. Pernyataan Greenpeace ini tidak benar karena tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya.
 
 
"Soal tutupan lahan yang hilang disebut lebih besar di periode moratorium, KLHK tidak tahu data yang dipakai Greenpeace untuk dasar statement itu. Begitupun tidak jelas metode yang dipakai dalam melakukan  interpretasi citra atau apa yang  mereka lakukan. Harus jelas rule base  untuk interpretasi citra. Di situlah metodis atau tidaknya sebuah analisis spasial. Tidak sembarangan. KLHK  menggunakan data resmi di bawah sistim pemantauan yang sudah dibangun secara gradual untuk memenuhi kaidah akurasi dan konsistensi suatu sistim pemantauan," ujar Belinda. 
 
 
Lebih lanjut dikatakan,  untuk mengetahui efektivitas moratorium, dengan menggunakan periode yang sama, yaitu 8 tahunan, atau periode 2003-2010 untuk periode sebelum moratorium dan 2011-2018 untuk periode setelah moratorium. Maka total deforestasi periode sebelum moratorium adalah 7 juta ha (atau + 0.88 ribu ha per tahun), dan setelah periode moratorium adalah sebesar +5.6 juta ha (atau +0.7 ribu ha per tahun). 
 
 
"Dengan informasi ini maka total deforestasi Indonesia untuk periode sebelum dan sesudah moratorium mengalami penurunan sekitar 20 %. Sedangkan apabila hanya fokus pada areal moratorium saja (di dalam PIPPIB), analisa yang dilakukan dengan menggunakan sistim pemantauan yang sama, memberikan hasil bahwa terjadi penurunan angka deforestasi di dalam moratorium (PIPPIB) sebesar 38 %, dari periode 2003-2010 seluas + 1.9 juta ha (sebelum moratorium) ke periode berikutnya (2011-2018)," ujarnya.(ADV)
 
Baca Juga:  Puasa dan Spirit Kerja
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, moratorium pemberian izin baru hutan alam primer dan gambut efektif mengurangi angka deforestasi. Karena itu, deforestasi Indonesia yang memburuk, seperti dikatakan Greenpeace dalam pernyataan persnya, tidak benar.
 
 
Bantahan KLHK  terhadap  pernyataan Greenpeace tersebut disampaikan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK, Belinda Arunawati Margono, Ahad (11/8).
 
 
Belinda mengungkapkan laju deforestasi Indonesia sebelum dan sesudah moratorium. Dikatakannya, luas Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) adalah 66 juta ha atau sebesar 35 % dari luas daratan Indonesia, dan berada baik di dalam maupun luar kawasan hutan.
 
 
"Perlu juga dipahami bahwa di dalam PIPPIB, terdapat areal berkategori kawasan hutan, lahan gambut dan hutan alam primer. Di dalam kategori kawasan hutan dan lahan gambut, terdapat areal yang tidak bertutupan hutan karena memang merupakan ekosistem alami yang dijaga seperti rawa gambut, savana, atau pun semak belukar alami. Total areal bertutupan hutan di dalam PIPPIB adalah 52,3 juta ha, atau 79 % dari luas PIPPIB,” papar Belinda, 
 
 
Belinda menjelaskan, setelah moratorium diberlakukan pada tahun 2011, memang terjadi lonjakan angka deforestasi di tahun 2014-2015 karena kejadian  kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun, bencana itu terjadi pada seluruh wilayah Indonesia, baik nonkawasan maupun kawasan hutan, tanah mineral maupun gambut, serta berhutan maupun tidak.
 
 
Sebelumnya Greenpeace melalui Kiki Taufik menyatakan bahwa deforestasi lebih buruk setelah moratorium. Pernyataan Greenpeace ini tidak benar karena tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya.
 
 
"Soal tutupan lahan yang hilang disebut lebih besar di periode moratorium, KLHK tidak tahu data yang dipakai Greenpeace untuk dasar statement itu. Begitupun tidak jelas metode yang dipakai dalam melakukan  interpretasi citra atau apa yang  mereka lakukan. Harus jelas rule base  untuk interpretasi citra. Di situlah metodis atau tidaknya sebuah analisis spasial. Tidak sembarangan. KLHK  menggunakan data resmi di bawah sistim pemantauan yang sudah dibangun secara gradual untuk memenuhi kaidah akurasi dan konsistensi suatu sistim pemantauan," ujar Belinda. 
 
 
Lebih lanjut dikatakan,  untuk mengetahui efektivitas moratorium, dengan menggunakan periode yang sama, yaitu 8 tahunan, atau periode 2003-2010 untuk periode sebelum moratorium dan 2011-2018 untuk periode setelah moratorium. Maka total deforestasi periode sebelum moratorium adalah 7 juta ha (atau + 0.88 ribu ha per tahun), dan setelah periode moratorium adalah sebesar +5.6 juta ha (atau +0.7 ribu ha per tahun). 
 
 
"Dengan informasi ini maka total deforestasi Indonesia untuk periode sebelum dan sesudah moratorium mengalami penurunan sekitar 20 %. Sedangkan apabila hanya fokus pada areal moratorium saja (di dalam PIPPIB), analisa yang dilakukan dengan menggunakan sistim pemantauan yang sama, memberikan hasil bahwa terjadi penurunan angka deforestasi di dalam moratorium (PIPPIB) sebesar 38 %, dari periode 2003-2010 seluas + 1.9 juta ha (sebelum moratorium) ke periode berikutnya (2011-2018)," ujarnya.(ADV)
 
Baca Juga:  Jaga Wiyata Edukasi Pelajar Peduli Lingkungan
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari