Rabu, 11 Desember 2024

Harus Duduk Bersama Sepakati APBD 2024

Pemprov Harus Proaktif Jembatani Pemkab dan DPRD Kuansing

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) 2024 sampai sekarang belum juga ada kejelasan. Eksekutif (Pemkab Kuansing) belum bisa menyepakati APBD sebesar Rp1,351 triliun lebih yang disahkan legislatif (DPRD) pada 27 November 2023 lalu.

Dampaknya, kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat Kuansing belum bisa dijalankan. Untuk pembayaran gaji pegawai saja, Pemkab Kuansing harus mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang besarannya merujuk balasan surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah. Yakni sebesar 1/12 dari APBD tahun sebelumnya per bulan.

Bila kedua belah pihak masih belum mencapai kesepakatan hingga awal Februari 2024, maka kembali dikeluarkan perkada lagi. Tokoh masyarakat Kuansing Pekanbaru Edyanus Herman Halim meminta Pemkab dan DPRD harus segera menyelesaikan masalan ini. “Dudukkan bersama, di mana tidak suainya. Jangan bertahan pada hasrat untuk melanggar undang-undang,” ujarnya.

Selain itu, Edyanus juga meminta Pemerintah Provinsi Riau harusproaktif memanggil keduanya (Pemkab dan DPRD Kuansing) untuk mendudukkan apa yang menjadi persoalan kedua pihak sehingga tidak bisa tercapai kesepakatan bersama terkait APBD 2024 ini.

“Jangan anjuran, imbauan saja. Tapi proaktif menjembatani penyelesaiannya. Panggil kedua belah pihak dan dudukan. Itu menjadi tugas dan fungsi pemprov. Kalau keduanya sudah dipertemukan, pemprov harus menjadi wasit yang bijak,” ujarnya.

Edyanus juga menegaskan, pihak eksekutif (Pemkab Kuansing) dan legislatif (DPRD Kuansing) harus memikirkan dampak-dampak negatif dari APBD yang tak kunjung selesai. “Kalau saya memandang lebih banyak mudarat daripada positifnya akibat mempertahankan prinsip-prinsip atau pendapat mereka seperti itu. Yang jelas masyarakatlah yang dirugikan,” ujarnya.

Akademisi Riau ini berpendapat, seharusnya pihak eksekutif dan legislatif memikirkan bagaimana caranya agar APBD itu menjadi bermanfaat, bukan sebaliknya. “Togang ba jelo-jelo, konduarnyo ba dontiang-dontiang (ada pertimbangan-pertimbangan yang lebih besar di atas pertimbangan seperti itu),’’ ujarnya.

Menurutnya, APBD Kuansing ini kecil, bahkan sumber pemasukan lebih kecil dari uang yang diterima. Harus diakui kalau uang APBD Kuansing yang diterima sekarang ini lebih banyak diterima dari pemerintah pusat daripada dari pendapatan asli daerah. Jadi, sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk masyarakat banyak.

Apalagi sekarang, situasi politik di Kuansing intensitasnya semakin tinggi, Kuansing baru saja dilanda banjir dan masyarakat memerlukan uluran tangan.

Plt Kepala Biro Hukum Sekdaprov Riau Yan Dharmadi mengatakan, bahwa terkait APBD kabupaten, kewenangan Pemprov Riau hanya sebatas evaluator. Jika belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak (Pemkab dan DPRD), pemprov tidak bisa mengambil tindakan lebih jauh.

Baca Juga:  Tiga Kloter Haji Terlambat Terbang, Kemenag Tegur Keras Garuda

“Pemprov kewenangan nya hanya sebatas evaluator dan mendorong kedua belah pihak agar cepat menyepakati, karena akan ada sanksi yang diterima. Kalau upaya yang dilakukan Pemprov Riau kami rasa sudah maksimal lah untuk Kuansing ini,” sebutnya.

Sementara itu, Pengamat Politik dan Hukum Prof Husnu Abadi mengatakan, APBD merupakan sarana partisipasi publik melalui wakil-wakil rakyat yang di dalamnya menentukan arah pembangunan suatu daerah. Dokumen anggaran itu merupakan program tahunan yang akan dikerjakan oleh pemerintah daerah di bawah kepemimpinan kepala eksekutif yang bernama bupati.

“Karena dalam konstitusi dan UU pemerintah daerah, APBD itu harus dalam bentuk peraturan daerah yang disetujui bersama antara DPRD dan bupati. Oleh karena itu harus dinomorsatukan sebab fungsi APBD adalah meresmikan dokumen tentang arah pembangunan pemerintah kabupaten,” katanya.

Karena itu, demikian Husnu, keduanya harus memiliki komitmen yang sama untuk menyetujui. Pemberian persetujuan itu tentunya dengan alasan-alasan yang tepat. Oleh karena itu harus diperhatikan apakah semua aspirasi daerah melalui rakyat dalam pembangunan itu sudah diserap oleh APBD tersebut.

“Nah di sini peranan DPRD sangat penting, yaitu menyuarakan aspirasi rakyat supaya apa yang diminta masyarakat seperti masalah jalan, pertanian sudah diserap. Pandangan itulah yang harus diperhatikan oleh pihak eksekutif dan legislatif,” ujarnya.

Sesuai dengan agenda tahunan, sudah seharusnya pada November atau awal Desember lalu APBD itu disahkan. Ini agar dapat dilaksanakan lebih awal, dalam rangka menggerakkan roda pemerintahan dan memenuhi hak rakyat. “Di Riau ini ada beberapa kejadian yang pernah dialami oleh bupati dan DPRD-nya terkait pengesahan APBD,” sebutnya.

Menurutnya, terhambatnya pengesahan APBD tersebut bisa saja terjadi karena dihambat oleh eksekutif. Pasalnya, eksekutif tidak mau merespons aspirasi rakyat sehingga wakil rakyat berkeberatan untuk mengesahkan anggaran itu.

“Oleh karena itu legislatif pun harus mempunyai ruang untuk menghargai usulan dari pemerintah. Hal ini tentu di bawah kepemimpinan bupati. Karena itu untuk pengesahan APBD ini harus ada jalan keluarnya. Kalau deadlock APBD tidak dapat dijalankan,” katanya.

Disebutkan Husnu, tentunya pendapat yang disampaikan DPRD itu adalah mewakili kepentingan masyarakat dan sudah seharusnya juga diakomodir. “Misalnya 10 usulan DRPD itu tidak ada yang bisa diterima oleh bupati, tentu di sini perlu ruang yang agak fleksibel yakni bupati menerima pendapat DPRD dalam beberapa hal. Saya tak yakin kalau aspirasi DPRD semuanya salah. Pasti ada peluang dimana suara rakyat juga mempunyai hak untuk diperhatikan,” ujarnya.

Baca Juga:  Ajukan Pinjaman tanpa Bunga Cukup di Kantor Camat

Meski tinggal dua hari lagi, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Kuansing tetap akan berupaya supaya APBD menemui kesepahaman. Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kuansing Samsir Alam.

Menurut Samsir, pembahasan ini dalam upaya mencari solusi dengan DPRD. “Iya. Sesuai yang disampaikan Pak Sekda kemarin, bahwa ada keingianan bersama untuk mencari kesepahaman. Yang kita harapkan adalah APBD 2024 berjalan baik. Dengan menempuh jalan terciptanya kesepahaman bersama,” kata Samsir.

Pemerintah daerah terus melakukan pendekatan supaya mendapat persetujuan bersama. Yang berat itu, kata Samsir adalah mencari kesepahaman bersama antara eksekutif dengan legislatif terkait pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

“Nanti, kalau memang ada jalan, kita bisa mulai dari mana saja. Bisa dimulai dari jawaban pemerintah terhadap pandangan fraksi yang belum terjawab. Kita masih berupaya. Kalau masalah waktu, saya rasa terkejar. Yang penting kan ada kesepahaman dan niat baik bersama. Kita bisa saja menyampaikan alasan ke provinsi bahwasanya APBD sedang dalam pembahasan,” kata Samsir.

Apakah eksekutif menginginkan perkada? Samsir menjawab tidak. Justru perkada banyak merugikan masyarakat. “Saya tegaskan, tim TAPD ingin ada kesepahaman penetapan APBD. Kita masih diberi waktu oleh provinsi untuk membahas APBD bersama,” kata Samsir.

Samsir menegaskan lagi, keinginan bersama adalah adanya kesepahaman penetapan APBD. Sehingga seluruh anggaran yang dimasukan bisa digunakan untuk kepentingan bersama.

Sementara itu, Bupati Kuansing Suhardiman Amby saat dihubungi Riau Pos tidak mau berkomentar banyak. “Iya . Kita sifatnya menunggu saja. Kalau teman-teman di DPRD mau mengesahkan alhamdulillah. Kalau tidak, kita laksanakan perkada sesuai surat Gubernur Riau,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau Ispan S Putra saat ditanya terkait anggaran pemilu di Kuansing apakah bisa digunakan karena hingga saat ini APBD 2024 belum disepakati? Menurutnya bisa. “Kalau anggaran pemilu sifatnya wajib,” katanya.(sol/yas/dac)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) 2024 sampai sekarang belum juga ada kejelasan. Eksekutif (Pemkab Kuansing) belum bisa menyepakati APBD sebesar Rp1,351 triliun lebih yang disahkan legislatif (DPRD) pada 27 November 2023 lalu.

Dampaknya, kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat Kuansing belum bisa dijalankan. Untuk pembayaran gaji pegawai saja, Pemkab Kuansing harus mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang besarannya merujuk balasan surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah. Yakni sebesar 1/12 dari APBD tahun sebelumnya per bulan.

- Advertisement -

Bila kedua belah pihak masih belum mencapai kesepakatan hingga awal Februari 2024, maka kembali dikeluarkan perkada lagi. Tokoh masyarakat Kuansing Pekanbaru Edyanus Herman Halim meminta Pemkab dan DPRD harus segera menyelesaikan masalan ini. “Dudukkan bersama, di mana tidak suainya. Jangan bertahan pada hasrat untuk melanggar undang-undang,” ujarnya.

Selain itu, Edyanus juga meminta Pemerintah Provinsi Riau harusproaktif memanggil keduanya (Pemkab dan DPRD Kuansing) untuk mendudukkan apa yang menjadi persoalan kedua pihak sehingga tidak bisa tercapai kesepakatan bersama terkait APBD 2024 ini.

- Advertisement -

“Jangan anjuran, imbauan saja. Tapi proaktif menjembatani penyelesaiannya. Panggil kedua belah pihak dan dudukan. Itu menjadi tugas dan fungsi pemprov. Kalau keduanya sudah dipertemukan, pemprov harus menjadi wasit yang bijak,” ujarnya.

Edyanus juga menegaskan, pihak eksekutif (Pemkab Kuansing) dan legislatif (DPRD Kuansing) harus memikirkan dampak-dampak negatif dari APBD yang tak kunjung selesai. “Kalau saya memandang lebih banyak mudarat daripada positifnya akibat mempertahankan prinsip-prinsip atau pendapat mereka seperti itu. Yang jelas masyarakatlah yang dirugikan,” ujarnya.

Akademisi Riau ini berpendapat, seharusnya pihak eksekutif dan legislatif memikirkan bagaimana caranya agar APBD itu menjadi bermanfaat, bukan sebaliknya. “Togang ba jelo-jelo, konduarnyo ba dontiang-dontiang (ada pertimbangan-pertimbangan yang lebih besar di atas pertimbangan seperti itu),’’ ujarnya.

Menurutnya, APBD Kuansing ini kecil, bahkan sumber pemasukan lebih kecil dari uang yang diterima. Harus diakui kalau uang APBD Kuansing yang diterima sekarang ini lebih banyak diterima dari pemerintah pusat daripada dari pendapatan asli daerah. Jadi, sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk masyarakat banyak.

Apalagi sekarang, situasi politik di Kuansing intensitasnya semakin tinggi, Kuansing baru saja dilanda banjir dan masyarakat memerlukan uluran tangan.

Plt Kepala Biro Hukum Sekdaprov Riau Yan Dharmadi mengatakan, bahwa terkait APBD kabupaten, kewenangan Pemprov Riau hanya sebatas evaluator. Jika belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak (Pemkab dan DPRD), pemprov tidak bisa mengambil tindakan lebih jauh.

Baca Juga:  The Best Student Of The Year SMPIT Al Izhar School Pekanbaru

“Pemprov kewenangan nya hanya sebatas evaluator dan mendorong kedua belah pihak agar cepat menyepakati, karena akan ada sanksi yang diterima. Kalau upaya yang dilakukan Pemprov Riau kami rasa sudah maksimal lah untuk Kuansing ini,” sebutnya.

Sementara itu, Pengamat Politik dan Hukum Prof Husnu Abadi mengatakan, APBD merupakan sarana partisipasi publik melalui wakil-wakil rakyat yang di dalamnya menentukan arah pembangunan suatu daerah. Dokumen anggaran itu merupakan program tahunan yang akan dikerjakan oleh pemerintah daerah di bawah kepemimpinan kepala eksekutif yang bernama bupati.

“Karena dalam konstitusi dan UU pemerintah daerah, APBD itu harus dalam bentuk peraturan daerah yang disetujui bersama antara DPRD dan bupati. Oleh karena itu harus dinomorsatukan sebab fungsi APBD adalah meresmikan dokumen tentang arah pembangunan pemerintah kabupaten,” katanya.

Karena itu, demikian Husnu, keduanya harus memiliki komitmen yang sama untuk menyetujui. Pemberian persetujuan itu tentunya dengan alasan-alasan yang tepat. Oleh karena itu harus diperhatikan apakah semua aspirasi daerah melalui rakyat dalam pembangunan itu sudah diserap oleh APBD tersebut.

“Nah di sini peranan DPRD sangat penting, yaitu menyuarakan aspirasi rakyat supaya apa yang diminta masyarakat seperti masalah jalan, pertanian sudah diserap. Pandangan itulah yang harus diperhatikan oleh pihak eksekutif dan legislatif,” ujarnya.

Sesuai dengan agenda tahunan, sudah seharusnya pada November atau awal Desember lalu APBD itu disahkan. Ini agar dapat dilaksanakan lebih awal, dalam rangka menggerakkan roda pemerintahan dan memenuhi hak rakyat. “Di Riau ini ada beberapa kejadian yang pernah dialami oleh bupati dan DPRD-nya terkait pengesahan APBD,” sebutnya.

Menurutnya, terhambatnya pengesahan APBD tersebut bisa saja terjadi karena dihambat oleh eksekutif. Pasalnya, eksekutif tidak mau merespons aspirasi rakyat sehingga wakil rakyat berkeberatan untuk mengesahkan anggaran itu.

“Oleh karena itu legislatif pun harus mempunyai ruang untuk menghargai usulan dari pemerintah. Hal ini tentu di bawah kepemimpinan bupati. Karena itu untuk pengesahan APBD ini harus ada jalan keluarnya. Kalau deadlock APBD tidak dapat dijalankan,” katanya.

Disebutkan Husnu, tentunya pendapat yang disampaikan DPRD itu adalah mewakili kepentingan masyarakat dan sudah seharusnya juga diakomodir. “Misalnya 10 usulan DRPD itu tidak ada yang bisa diterima oleh bupati, tentu di sini perlu ruang yang agak fleksibel yakni bupati menerima pendapat DPRD dalam beberapa hal. Saya tak yakin kalau aspirasi DPRD semuanya salah. Pasti ada peluang dimana suara rakyat juga mempunyai hak untuk diperhatikan,” ujarnya.

Baca Juga:  MK Sidangkan 297 PHPU Pileg Pekan Depan

Meski tinggal dua hari lagi, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Kuansing tetap akan berupaya supaya APBD menemui kesepahaman. Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kuansing Samsir Alam.

Menurut Samsir, pembahasan ini dalam upaya mencari solusi dengan DPRD. “Iya. Sesuai yang disampaikan Pak Sekda kemarin, bahwa ada keingianan bersama untuk mencari kesepahaman. Yang kita harapkan adalah APBD 2024 berjalan baik. Dengan menempuh jalan terciptanya kesepahaman bersama,” kata Samsir.

Pemerintah daerah terus melakukan pendekatan supaya mendapat persetujuan bersama. Yang berat itu, kata Samsir adalah mencari kesepahaman bersama antara eksekutif dengan legislatif terkait pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

“Nanti, kalau memang ada jalan, kita bisa mulai dari mana saja. Bisa dimulai dari jawaban pemerintah terhadap pandangan fraksi yang belum terjawab. Kita masih berupaya. Kalau masalah waktu, saya rasa terkejar. Yang penting kan ada kesepahaman dan niat baik bersama. Kita bisa saja menyampaikan alasan ke provinsi bahwasanya APBD sedang dalam pembahasan,” kata Samsir.

Apakah eksekutif menginginkan perkada? Samsir menjawab tidak. Justru perkada banyak merugikan masyarakat. “Saya tegaskan, tim TAPD ingin ada kesepahaman penetapan APBD. Kita masih diberi waktu oleh provinsi untuk membahas APBD bersama,” kata Samsir.

Samsir menegaskan lagi, keinginan bersama adalah adanya kesepahaman penetapan APBD. Sehingga seluruh anggaran yang dimasukan bisa digunakan untuk kepentingan bersama.

Sementara itu, Bupati Kuansing Suhardiman Amby saat dihubungi Riau Pos tidak mau berkomentar banyak. “Iya . Kita sifatnya menunggu saja. Kalau teman-teman di DPRD mau mengesahkan alhamdulillah. Kalau tidak, kita laksanakan perkada sesuai surat Gubernur Riau,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau Ispan S Putra saat ditanya terkait anggaran pemilu di Kuansing apakah bisa digunakan karena hingga saat ini APBD 2024 belum disepakati? Menurutnya bisa. “Kalau anggaran pemilu sifatnya wajib,” katanya.(sol/yas/dac)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari