Kamis, 10 Oktober 2024

Peduli Meranti dari Abrasi, Polisi Tanam Kayu Api-api

RIAUPOS.CO – PERUBAHAN garis pantai merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak wilayah pesisir di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah abrasi pantai.

Abrasi merupakan proses pengikisan dan tererosi oleh kekuatan ombak, arus, dan pasang surut. Namun hal tersebut dapat lebih cepat terjadi jika didukung oleh beberapa faktor.

- Advertisement -

Salah satu faktornya adalah perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan muka air laut hingga perambahan hutan kayu api-api atau hutan mangrove yang semakin memperburuk situasi.

Akibat kondisi itu berdampak terhadap lingkungan seperti menyusutnya pantai, erosi tanah, kerusakan ekosistem pesisir, hingga dapat mengancam langsung ke pemukiman di sekitarnya. Seperti yang terjadi di sejumlah Pulau Kepulauan Meranti.

- Advertisement -

Salah satu upaya yang efektif yang dapat dilakukan adalah melalui penanaman mangrove yang dilakukan oleh jajaran Polsek Rangsang Barat dalam beberapa hari terkhir.

Adapun jenis poton yang mereka tanam seperti pohon bakau jenis Api-api di Pantai Motong, Desa Permai, Kecamatan Rangsang Barat.

Kegiatan turut memeriahkan Rangkaian Peringatan Hari Bhayangkara Ke-78 tahun 2024. Tidak hanya jajaran Polri, helat itu diikuti oleh masyararakat setempat dengan jumlah 3000 batang.

Kapolsek Iptu Roly menjelaskan giat itu sebagai bentuk partisipasi Polri dan masyarakat dalam menjaga alam khususnya menangkal abrasi. “Penanaman Pohon/bibit bakau bermanfaat bagi kehidupan, akan menyerap semua jenis logan berbahaya dan membuat kualitas air menjadi lebih bersih, selain itu mangrove juga membantu alam dalam mendapatkan kualitas udara yang lebih baik dan bersih,” ungkap Iptu Roly, Sabtu (29/9).

Baca Juga:  Pemkab Rohil Terapkan Pembangunan Peduli Lingkungan

Selain itu kegiatan ini juga diharapkan menjadi salah satu upaya untuk menjaga harmonisasi keluarga besar Polsek Rangsang Barat bersama masyarakat setempat untuk mendukung program pemerintah melakukan penghijauan derah pantai guna mencegah abrasi.

“Semoga kebersamaan Polri dan masyarakat terus terjalin dan kegiatan ini membawa dampak positif bagi kelestarian alam di masa yang akan datang,” pungkasnya.

Abrasi di Meranti Membutuhkan Anggaran Sebesar Rp 3,6 T, Plt Bupati Kepulauan Meranti H Asmar mengaku sedikit kewalahan dalam mempercepat penanggulangan abrasi di wilayah yang ia pimpin. Langkah tersebut terbentur oleh wewenang.

Pasalnya menurut Asmar, untuk penanggulangan abrasi di Kepulauan Meranti tidak menjadi wewenang pemerintah daerah, melainkan provinsi dan pusat.

“Soal penanggulangan ini yang membuat kita serbasalah, karena masuk dalam postur anggaran belanja dan rumah tanga daerah,’’ katanya Kepada Riau Pos.

Untuk itu ia meminta seluruh masyarakat yang terdampak, paham dengan kondisinya sebagai kepala daerah yang belum menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti. Dengan demikian ia tetap butuh dukungan moral agar program skala prioritas dapat berjalan sesuai harapan. “Kita adalah yang terpanjang, untuk daerah Riau ada sebanyak 161 kilometer yang terkena dampak abrasi, dan 106,87 kilometer itu ada di Kepulauan Meranti,” sambungnya lagi ketika diwawancara baru-baru ini.

Baca Juga:  Objek Penilaian Adipura, Hutan Pulau Bungin Jadi Paru-Paru Ibu Kota

Dari data tersebut bahkan diprediksi garis pantai akan bergeser 772,4 meter ke arah darat dari garis pantai. Adapun laju abrasi yag terjadi di Kecamatan Rangsang Pesisir tidak kurang 3,6 M setiap tahunnya. Begitu juga di Kecamatan Rangsang hingga 8 M setiap tahunnya dan Kecamatan Rangsang Barat 8,8 M setiap tahunnya. Menurutnya abrasi di Kepulauan Meranti dampak kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi mangrove. Aktivitas itu masih berlangsung hingga saat ini sebagai sumber penghasilan ekonomi masyarakat kecil.

Sedangkan faktor lingkungan adalah karakteristik tanah gambut, gelombang dan arus laut yang besar dari Selat Malaka. “Rusak dan hilangnya kebun masyarakar bahkan hilangnga tempat tinggal masyarakat,” ujarnya.

Sisi lain juga berpengaruh pada pertahanan keamanan. Panjang garis pantai juga berkurang hingga mempengaruhi luas wilayah negara.

Dari kajian jajarannya, kebutuhan anggaran sesuai dengan sebaran abrasi di Kepulauan Meranti maka dibutuhkan biaya yang sangat besar yaitu Rp 3,6 triliun lebih.

Menyikapi itu ia mengaku tak henti mengejar bantuan dari pemerintah pusat agar penanggulangan segera teratasi.(gus)

Laporan WIRA SAPUTRA, Selatpanjang

RIAUPOS.CO – PERUBAHAN garis pantai merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak wilayah pesisir di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah abrasi pantai.

Abrasi merupakan proses pengikisan dan tererosi oleh kekuatan ombak, arus, dan pasang surut. Namun hal tersebut dapat lebih cepat terjadi jika didukung oleh beberapa faktor.

Salah satu faktornya adalah perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan muka air laut hingga perambahan hutan kayu api-api atau hutan mangrove yang semakin memperburuk situasi.

Akibat kondisi itu berdampak terhadap lingkungan seperti menyusutnya pantai, erosi tanah, kerusakan ekosistem pesisir, hingga dapat mengancam langsung ke pemukiman di sekitarnya. Seperti yang terjadi di sejumlah Pulau Kepulauan Meranti.

Salah satu upaya yang efektif yang dapat dilakukan adalah melalui penanaman mangrove yang dilakukan oleh jajaran Polsek Rangsang Barat dalam beberapa hari terkhir.

Adapun jenis poton yang mereka tanam seperti pohon bakau jenis Api-api di Pantai Motong, Desa Permai, Kecamatan Rangsang Barat.

Kegiatan turut memeriahkan Rangkaian Peringatan Hari Bhayangkara Ke-78 tahun 2024. Tidak hanya jajaran Polri, helat itu diikuti oleh masyararakat setempat dengan jumlah 3000 batang.

Kapolsek Iptu Roly menjelaskan giat itu sebagai bentuk partisipasi Polri dan masyarakat dalam menjaga alam khususnya menangkal abrasi. “Penanaman Pohon/bibit bakau bermanfaat bagi kehidupan, akan menyerap semua jenis logan berbahaya dan membuat kualitas air menjadi lebih bersih, selain itu mangrove juga membantu alam dalam mendapatkan kualitas udara yang lebih baik dan bersih,” ungkap Iptu Roly, Sabtu (29/9).

Baca Juga:  Pekan Ketiga Agustus Meranti Buka Pendaftaran CPNS

Selain itu kegiatan ini juga diharapkan menjadi salah satu upaya untuk menjaga harmonisasi keluarga besar Polsek Rangsang Barat bersama masyarakat setempat untuk mendukung program pemerintah melakukan penghijauan derah pantai guna mencegah abrasi.

“Semoga kebersamaan Polri dan masyarakat terus terjalin dan kegiatan ini membawa dampak positif bagi kelestarian alam di masa yang akan datang,” pungkasnya.

Abrasi di Meranti Membutuhkan Anggaran Sebesar Rp 3,6 T, Plt Bupati Kepulauan Meranti H Asmar mengaku sedikit kewalahan dalam mempercepat penanggulangan abrasi di wilayah yang ia pimpin. Langkah tersebut terbentur oleh wewenang.

Pasalnya menurut Asmar, untuk penanggulangan abrasi di Kepulauan Meranti tidak menjadi wewenang pemerintah daerah, melainkan provinsi dan pusat.

“Soal penanggulangan ini yang membuat kita serbasalah, karena masuk dalam postur anggaran belanja dan rumah tanga daerah,’’ katanya Kepada Riau Pos.

Untuk itu ia meminta seluruh masyarakat yang terdampak, paham dengan kondisinya sebagai kepala daerah yang belum menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti. Dengan demikian ia tetap butuh dukungan moral agar program skala prioritas dapat berjalan sesuai harapan. “Kita adalah yang terpanjang, untuk daerah Riau ada sebanyak 161 kilometer yang terkena dampak abrasi, dan 106,87 kilometer itu ada di Kepulauan Meranti,” sambungnya lagi ketika diwawancara baru-baru ini.

Baca Juga:  Masih Banyak Permukiman dalam Kawasan Hutan

Dari data tersebut bahkan diprediksi garis pantai akan bergeser 772,4 meter ke arah darat dari garis pantai. Adapun laju abrasi yag terjadi di Kecamatan Rangsang Pesisir tidak kurang 3,6 M setiap tahunnya. Begitu juga di Kecamatan Rangsang hingga 8 M setiap tahunnya dan Kecamatan Rangsang Barat 8,8 M setiap tahunnya. Menurutnya abrasi di Kepulauan Meranti dampak kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi mangrove. Aktivitas itu masih berlangsung hingga saat ini sebagai sumber penghasilan ekonomi masyarakat kecil.

Sedangkan faktor lingkungan adalah karakteristik tanah gambut, gelombang dan arus laut yang besar dari Selat Malaka. “Rusak dan hilangnya kebun masyarakar bahkan hilangnga tempat tinggal masyarakat,” ujarnya.

Sisi lain juga berpengaruh pada pertahanan keamanan. Panjang garis pantai juga berkurang hingga mempengaruhi luas wilayah negara.

Dari kajian jajarannya, kebutuhan anggaran sesuai dengan sebaran abrasi di Kepulauan Meranti maka dibutuhkan biaya yang sangat besar yaitu Rp 3,6 triliun lebih.

Menyikapi itu ia mengaku tak henti mengejar bantuan dari pemerintah pusat agar penanggulangan segera teratasi.(gus)

Laporan WIRA SAPUTRA, Selatpanjang

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari