Sabtu, 18 Mei 2024

Makanan Habis, Penduduk Gaza Makan Rumput

RAFAH (RIAUPOS.CO) – Israel tak menggubris peringatan sekutunya, Amerika Serikat. Negara Zionis tersebut diminta tidak memperluas serangan darat dari Gaza Selatan ke Rafah. Sebab, lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi di sana. Makanan habis, penduduk Gaza terpaksa makan rumput.

Tapi, hanya beberapa jam setelah peringatan itu, Israel justru mengerahkanpasukannya untuk membombardir Rafah. ’’Respons tindakan di Jalur Gaza sudah berlebihan,’’ ujar Presiden AS Joe Biden kepada wartawan di Gedung Putih Kamis (8/2) seperti dikutip BBC.

Yamaha

Itu adalah pernyataan paling keras yang pernah terlontar dari Biden atas serangan Israel sejak 7 Oktober. Pihak AS sejatinya telah mendorong kesepakatan untuk menormalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, meningkatkan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina, dan menghentikan sementara pertempuran untuk memungkinkan pembebasan tawanan yang disandera Hamas. ’’Ada banyak orang tidak bersalah yang kelaparan, berada dalam kesulitan dan sekarat, dan hal ini (serangan Israel, red) harus dihentikan,’’ tegasnya.

Pernyataan niat Israel untuk memperluas serangan daratnya ke Rafah juga memicu reaksi publik yang tidak biasa di Washington. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel sebelumnya mengklaim belum melihat bukti perencanaan terkait operasi semacam itu.

Dikutip The New York Times, dia menegaskan bahwa serangan tanpa perencanaan oleh Israel di wilayah yang menampung satu juta orang akan jadi bencana. Hal serupa diungkapkan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby. ’’Serangan darat Israel di Rafah bukanlah sesuatu yang kami dukung,’’ ujarnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Minta Hentikan Genosida di Gaza

Pernyataan para pejabat AS tersebut mengisyaratkan meningkatnya perselisihan AS dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Sikap Netanyahu berbeda 180 derajat dengan AS. Pasalnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sedang berkeliling ke Timur Tengah guna mendesak kesepakatan gencatan senjata, tapi justru sekutunya sendiri yang menolak mentah-mentah.

Pernyataan Netanyahu juga membuat khawatir Mesir. Kairo mengatakan bahwa operasi darat apa pun di wilayah Rafah atau perpindahan massal melintasi perbatasan akan merusak perjanjian perdamaian yang telah berusia 40 tahun dengan Israel. Perbatasan Gaza–Mesir merupakan pintu masuk utama bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

- Advertisement -

Tapi, Israel tetap tidak peduli. Hanya beberapa jam setelah pernyataan Biden, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melakukan serangan udara di Rafah dan Gaza Tengah. Yaitu, mulai Kamis malam hingga Jumat (9/2).

Dua bangunan permukiman di Rafah dibom dan menewaskan delapan warga Palestina. Serangan di sebuah taman kanak-kanak yang diubah menjadi tempat penampungan para pengungsi di Gaza tengah menewaskan sedikitnya empat orang.

Penembak jitu Israel juga menembaki penduduk sipil di luar RS Nasser di Khan Younis yang berlokasi dekat Rafah. Setidaknya 21 orang dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir.

Baca Juga:  Hak Angket Digulirkan PDIP, PKS dan PKB

Koordinator Advokasi dan Komunikasi di ActionAid Palestine Riham Jafari mengungkapkan bahwa yang jadi masalah bukan hanya serangan Israel, melainkan juga kelangkaan makanan.

Hal itu membuat penduduk terpaksa makan rumput. Infeksi dan penyakit semakin merajalela di tengah kondisi yang terlalu padat. Peningkatan serangan di Rafah yang menjadi tempat berlindung 1,4 juta jiwa akan menjadi bencana besar.

’’Setiap orang di Gaza kini kelaparan dan masyarakat hanya mendapat 1,5 hingga 2 liter air tidak aman per hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka,’’ katanya seperti dikutip The Guardian. Dia mempertanyakan harus ke mana penduduk yang kelaparan itu pergi jika Rafah juga diserang.

Terpisah, pengacara hak asasi manusia Israel keturunan Palestina Ahmad Khalefa dibebaskan setelah menghabiskan 110 hari di penjara. Dia disebut mengorganisasi protes damai menentang perang di Gaza. Dia tidak bebas sepenuhnya. Statusnya ganti menjadi tahanan rumah.

Khalefa adalah satu di antara sekitar 220 warga Israel yang ditangkap akibat tindakan keras pemerintah terhadap hak-hak sipil dan kebebasan berpendapat. Penangkapan terjadi pada 19 Oktober, yakni setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.(sha/c19/bay/jpg)

RAFAH (RIAUPOS.CO) – Israel tak menggubris peringatan sekutunya, Amerika Serikat. Negara Zionis tersebut diminta tidak memperluas serangan darat dari Gaza Selatan ke Rafah. Sebab, lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi di sana. Makanan habis, penduduk Gaza terpaksa makan rumput.

Tapi, hanya beberapa jam setelah peringatan itu, Israel justru mengerahkanpasukannya untuk membombardir Rafah. ’’Respons tindakan di Jalur Gaza sudah berlebihan,’’ ujar Presiden AS Joe Biden kepada wartawan di Gedung Putih Kamis (8/2) seperti dikutip BBC.

Itu adalah pernyataan paling keras yang pernah terlontar dari Biden atas serangan Israel sejak 7 Oktober. Pihak AS sejatinya telah mendorong kesepakatan untuk menormalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, meningkatkan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina, dan menghentikan sementara pertempuran untuk memungkinkan pembebasan tawanan yang disandera Hamas. ’’Ada banyak orang tidak bersalah yang kelaparan, berada dalam kesulitan dan sekarat, dan hal ini (serangan Israel, red) harus dihentikan,’’ tegasnya.

Pernyataan niat Israel untuk memperluas serangan daratnya ke Rafah juga memicu reaksi publik yang tidak biasa di Washington. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel sebelumnya mengklaim belum melihat bukti perencanaan terkait operasi semacam itu.

Dikutip The New York Times, dia menegaskan bahwa serangan tanpa perencanaan oleh Israel di wilayah yang menampung satu juta orang akan jadi bencana. Hal serupa diungkapkan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby. ’’Serangan darat Israel di Rafah bukanlah sesuatu yang kami dukung,’’ ujarnya.

Baca Juga:  Israel Dituding Lakukan Pembantaian

Pernyataan para pejabat AS tersebut mengisyaratkan meningkatnya perselisihan AS dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Sikap Netanyahu berbeda 180 derajat dengan AS. Pasalnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sedang berkeliling ke Timur Tengah guna mendesak kesepakatan gencatan senjata, tapi justru sekutunya sendiri yang menolak mentah-mentah.

Pernyataan Netanyahu juga membuat khawatir Mesir. Kairo mengatakan bahwa operasi darat apa pun di wilayah Rafah atau perpindahan massal melintasi perbatasan akan merusak perjanjian perdamaian yang telah berusia 40 tahun dengan Israel. Perbatasan Gaza–Mesir merupakan pintu masuk utama bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Tapi, Israel tetap tidak peduli. Hanya beberapa jam setelah pernyataan Biden, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melakukan serangan udara di Rafah dan Gaza Tengah. Yaitu, mulai Kamis malam hingga Jumat (9/2).

Dua bangunan permukiman di Rafah dibom dan menewaskan delapan warga Palestina. Serangan di sebuah taman kanak-kanak yang diubah menjadi tempat penampungan para pengungsi di Gaza tengah menewaskan sedikitnya empat orang.

Penembak jitu Israel juga menembaki penduduk sipil di luar RS Nasser di Khan Younis yang berlokasi dekat Rafah. Setidaknya 21 orang dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir.

Baca Juga:  Minta Hentikan Genosida di Gaza

Koordinator Advokasi dan Komunikasi di ActionAid Palestine Riham Jafari mengungkapkan bahwa yang jadi masalah bukan hanya serangan Israel, melainkan juga kelangkaan makanan.

Hal itu membuat penduduk terpaksa makan rumput. Infeksi dan penyakit semakin merajalela di tengah kondisi yang terlalu padat. Peningkatan serangan di Rafah yang menjadi tempat berlindung 1,4 juta jiwa akan menjadi bencana besar.

’’Setiap orang di Gaza kini kelaparan dan masyarakat hanya mendapat 1,5 hingga 2 liter air tidak aman per hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka,’’ katanya seperti dikutip The Guardian. Dia mempertanyakan harus ke mana penduduk yang kelaparan itu pergi jika Rafah juga diserang.

Terpisah, pengacara hak asasi manusia Israel keturunan Palestina Ahmad Khalefa dibebaskan setelah menghabiskan 110 hari di penjara. Dia disebut mengorganisasi protes damai menentang perang di Gaza. Dia tidak bebas sepenuhnya. Statusnya ganti menjadi tahanan rumah.

Khalefa adalah satu di antara sekitar 220 warga Israel yang ditangkap akibat tindakan keras pemerintah terhadap hak-hak sipil dan kebebasan berpendapat. Penangkapan terjadi pada 19 Oktober, yakni setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.(sha/c19/bay/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari