JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Cabai menjadi salah satu komoditas hortikultura yang sering kali mengalami fluktuasi harga. Pada satu titik tertentu mengalami kenaikan namun tak jarang mengalami penurunan harga yang kerap membuat resah petaninya.
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto saat berkunjung di Desa Tambak Rejo, Kecamatan Gurah menjelaskan, salah satu kondisi penyebab tidak stabilnya harga cabai, dikarenakan pola tanam yang tidak tepat.
Umumnya, petani menanam saat waktu harga jual cabai tinggi, akhirnya saat panen bersamaan harganya jatuh. Lebih parah lagi, saat harga jatuh petani cenderung malas merawat tanaman dan akhirnya tanaman tidak berproduksi dengan baik.
"Dampaknya produktivitas menurun dan harga mengalami kenaikan saat pasar memerlukan pasokan, utamanya saat memasuki musim kemarau yang terjadi baru-baru ini," paparnya.
Menurutnya, Banyuwangi, Tuban, Temanggung, Kediri, Blitar, Magelang, Karanganyar merupakan daerah sentra cabai. Meski sempat mengalami kendala selama masa tanam akibat kurang air, kini sudah kembali aktif bertanam dan diperkirakan pertengahan Agustus harga cabai akan kembali normal.
Ke depan, imbuhnya, akan dipantau pola tanam berbasis keperluan. Tiap daerah dipetakan berapa jumlah konsumsi yang diperlukan melalui aplikasi online. Pola ini diyakini mampu menjaga kuantitas produksi sesuai dengan besaran keperluan.
Peta produksi berbasis keperluan riil ini akan disosialisasikan ke daerah-daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Tujuannya dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi bisa dihindari.
"Peta produksi cabai ini juga bisa digunakan untuk mengenal kondisi pasar. Misalnya, kabupaten A kekurangan hasil produksi, sedangkan kabupaten B kelebihan produksi, maka pasar di kedua kabupaten dapat saling mengisi. Dengan adanya peta ini, diharapkan cabai selalu tersedia di pasar," terangnya.
Selanjutnya, informasi ketersediaan juga perlu dilakukan guna memperlancar pasokan cabai ke pasar. Langkah ini penting sebagai upaya untuk menyetabilkan harga cabai agar tidak naik.
"Maka dari itu untuk memperlancar pasokan kita perlu memantau daerah-daerah yang memang masih perlu tambahan pasokan," paparnya.
Selama ini Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) didominasi oleh pasokan cabai dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jawa Timur memiliki sentra utama seperti Banyuwangi, Kediri dan Malang yang harus berbagi produksi dengan pasar di Pare Kediri, Surabaya dan Bali.
Terpisah, Ketua Paguyuban Petani Cabai Indonesia Kabupaten Kediri, Suyono mengaku kenaikan harga cabai serta merta tidak dinikmati petani. Di sisi lain keuntungan pada pihak ketiga yang menikmati harga naik.
"Petani yang menikmati keuntungan tidak sampai 50 persen karena banyak yang sudah habis tanamannya dan sekarang masih proses pembungaan. Kediri sendiri dahulu penuh dengan hamparan cabai," ujar Suyono.
Diketahui, selama ini pemerintah memberikan segala kebijakan yang berpihak kepada petani maupun masyarakat. Termasuk mengalokasikan dana APBN dan APBD kepada para petani untuk menjaga stabilisasi pasokan.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi