PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Memasuki akhir September 2025, harga cabai merah di Pekanbaru masih melambung tinggi. Di Pasar Kodim Jalan Teratai, cabai kualitas terbaik dari Bukittinggi dijual hingga Rp130 ribu per kilogram. Sementara cabai kualitas menengah dilepas Rp85–90 ribu per kilogram meski kondisinya sudah mulai rusak.
Kondisi ini membuat pedagang terpaksa menjual stok lama dengan sistem obral agar tidak busuk. “Kalau cabai Bukittinggi asli, masih dijual Rp130 ribu sekilo. Itu pun stoknya sedikit,” ujar Ucok, pedagang cabai di Pekanbaru.
Hal serupa dialami pedagang Andre. Ia mengaku sulit menjual banyak cabai karena daya beli masyarakat turun drastis. Saat harga normal Rp35–45 ribu, ia bisa menjual lebih dari 100 kilogram per hari. Kini, paling banyak hanya 50 kilogram. “Konsumen sekarang beli setengah kilo saja sudah cukup, dulu bisa satu sampai dua kilo,” keluhnya.
Kenaikan harga juga terasa di Bengkalis. Di Pasar Terubuk, cabai Bukittinggi dijual hingga Rp120 ribu per kilogram, sementara cabai lokal dijual Rp80–85 ribu. Pedagang menyebut pasokan lokal berkurang karena petani jarang menanam cabai, sehingga stok lebih banyak bergantung pada Sumbar dan Sumut.
Kepala Disperindagkop UKM Riau, Taufiq OH, menjelaskan kenaikan harga cabai di daerah memang dipengaruhi dari daerah penghasil. “Harga di sentra produksinya juga sudah tinggi, jadi ketika sampai di Riau otomatis naik,” jelasnya.
Meski demikian, Pemprov Riau memastikan stok aman karena pasokan rutin masuk dari Jawa, Sumbar, Medan, dan Aceh. Untuk menjaga stabilitas harga, pemerintah berencana menggelar pasar murah menjelang hari-hari besar. “Kuota intervensi pasar sudah disiapkan. Kita juga perkuat koordinasi antar daerah agar distribusi lebih lancar,” tambah Taufiq. (ayi/ksm/sol)