JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menegaskan, Pemilu 2024 masih akan menjadi hajatan partai politik (parpol), bukan pesta rakyat.
Sehingga tidak akan membawa harapan dan kebaikan baru bagi bangsa Indonesia, apabila tidak ada perubahan segera untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita saat ini.
Diketahui, KPU Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah dan DPR sudah menyepakati jadwal pemungutan suara digelar pada 14 Februari 2024 secara serentak meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI.
“Secara umum saya mengatakan, bahwa memang 2024 ini pemilunya masih suram. Dengan sistem yang ada itu, masih akan suram,” kata Fahri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ’Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan’, Rabu (2/2/2022) kemarin.
Hal itu akibat parpol tidak berani membatasi dirinya untuk sekedar mencalonkan diri dan menjadi lembaga intelektual yang mengagregasi suara rakyat.
“Sekarang ini partai politik menjadi kekuatan bisnis. Pengumpul dan penjual suara yang kemudian menjadi sumber pamasukan bagi para pengurus dan para politisi di dalamnya,” ujar Fahri.
Agar Pemilu 2024 menjadi pestanya rakyat, bukan pestanya parpol, menurut dia, perlu ada ikhtiar untuk memperbaiknya supaya menjadi representasi rakyat dan daerah seperti usulan penghapusan treshold (ambang batas) baik presiden maupun parlemen.
“Sekarang ini banyak dicocok hidungnya oleh partai politik. Takut sama ketum, takut sama sekjennya tidak ada gunanya. Omong kosong itu, kenapa undang-undang begitu cepat disahkan tanpa perlawanan, itu salah satu jawabanya,” tegas Fahri.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan reformasi sistem Pemilu dalam sisa masa jabatannya yang tinggal tiga tahun kurang dua bulan ini.
“Nggak perlu minta tiga periode. Per hari ini, Pak Jokowi masih ada waktu tiga tahun kurang 2 bulan. Itu waktu yang cukup kok untuk memperbaiki pemilu kita, mengembalikan demokrasi kita agar on the right track, kembali kepada rakyat,” katanya.
Fahri menyarankan agar jadwal Pemilu 2024 tetap ditinjau kembali, tidak diselenggarakan pada tahun yang sama atau secara serentak, termasuk juga mengeluarkan pemilihan DPRD dari Pemilu Serentak dan menyatukan dengan Pilkada.
Pasalnya, ia mengaku khawatir apabila Pemilu digelar secara serentak, pesta demokrasi lima tahunan itu akan menimbulkan banyak korban seperti pada Pemilu 2019.
“Kami mendorong agar jadwal pemilunya jangan dibikin serempak, meskipun mungkin beberapa sudah diputuskan. Tapi kami khawatir, pesta rakyat ini menjadi pesta kematian yang seperti di 2019. Kami anggap, pemilunya sangat mencederai oleh meninggalnya begitu banyak petugas,” katanya.
Fahri mengingatkan agar penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak mengulangi kesalahan yang sama di mana banyak petugas meninggal dunia lantaran kelelahan.
“Jangan sampai, kita menyelenggarakan pemilu lagi yang bukan merupakan pesta rakyat, tetapi merupakan prosesi seperti prosesi pembunuhan begitu. Banyak orang meninggal pada acara itu,” katanya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Erwan Sani