TUMBANGNYA rezim Jendral Ibrahim Abboud diharapkan memberi angin segar bagi kehidupan demokrasi di Sudan. Bona Malwal sendiri ingin cepat-cepat melepaskan diri dari posisinya sebagai pemerintah di Departemen Penerangan, termasuk pekerjaannya sebagai editor di koran pemerintah, Sudan Daily. Sebagai Sekjen Front Selatan yang lebih memihak kepada para pejuang Sudan Selatan dalam perang saudara, posisinya memang dilematis. Meski begitu, Bona yang sudah tidak masuk kerja di Departemen Penerangan dan koran Sudan Daily, akhirnya mendirikan koran harian berbahasa Inggris, The Vigilant. Di media swasta pro-Selatan ini, dia menjadi pemimpin redaksi.
Mengetahui dirinya akan menerbitkan koran sendiri, para petinggi di Departemen Penerangan mempersulit dirinya untuk mundur karena dia belum genap bekerja di lembaga pemerintah itu selama empat tahun –berdasarkan kesepakatan yang dia tanda tangani sebelum berangkat studi dengan beasiswa USAID ke Amerika Serikat. Mereka mengatakan, pengunduruan dirinya akan diterima jika Bona mengembalikan dana beasiswa tersebut. Jika dia bersikeras untuk mundur, maka masalahnya akan dibawa ke pengadilan. Ini juga sebagai salah satu dari upaya pemerintah untuk mempersulit Bona dalam posisinya sebagai Sekjen Front Selatan.
Bona bersikeras mundur. Dia menghitung keuntungan secara politis yang akan didapatkannya jika masalahnya dibawa ke pengadilan. Tentu dia akan mendapatkan banyak liputan dari media karena akan disidang dengan tuduhan melawan pemerintah, yang juga akan menaikkan organisasi Front Selatan. Tetapi, Departemen Penerangan kemudian sadar akan hal itu. Mereka tak jadi membawa kasus pengunduran diri Bona ke pengadilan dan memilih menyetujui pengunduran dirinya. Setelah tak terikat dengan kerja pemerintah, Bona fokus pada perjuangannya di Front Selatan dan mempersiapkan kelahiran The Vigilant.
Front Selatan mengalami kemajuan pesat sebagai organisasi Selatan yang bergerak dalam diplomasi dan non-senjata. Tiga bulan setelah jatuhnya Abboud, yakni sekitar Desember 1964, Front Selatan sudah menjadi organisasi yang sangat poluler di kalangan rakyat Selatan yang prokemerdekaan meski menghadapi agitasi dan intimidasi dari pemerintah, termasuk pemaksaan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh terdidik dari rakyat Selatan. Pada Maret 1965, Front Selatan mendapatkan beberapa keberhasilan politik, salah satunya adalah berhasil memaksa pemerintah peralihan di bawah Perdana Menteri El Katim El Khalita untuk menyelenggarakan Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang sejajar dan tanpa tekanan atau intimidasi, di ibu kota Khartoum. KMB ini adalah salah satu upaya untuk menghentikan perang saudara yang tak pernah berhenti.
KMB itu diselenggarakan pada Mei 1965 di tengah upaya pemerintah mempercepat pemilu. Semua partai politik dan organisasi di Selatan, termasuk Front Selatan, menolak pemilu yang akan diadakan April atau Mei, dan merencanakan boikot. Mereka menjelaskan tidak bisa menentukan wakil mereka di parlemen dalam pemilu sebelum KMB memutuskan jalan keluar permanen dalam menyelesaikan masalah perang saudara di Selatan. Dalam kondisi politik tersebut, The Vigilant terbit pertama kali pada 15 Maret 1965. Sebagai pemimpin redaksi, Bona sudah mantap dan meyakinkan diri bahwa dia harus siap menghadapi risiko apa pun yang pasti akan datang, terutama tekanan politik dari pemerintah, karena koran itu memang sudah menetapkan posisinya: membela kepentingan Selatan.
Dan benar, bertepatan dengan KMB, liputan-liputan The Vigilant yang pro-Selatan untuk mengimbangi banyak koran berbahasa Arab yang properintah (Utara), banyak mendapatkan sorotan. Bona yang menjadi salah satu delegasi Selatan, dengan leluasa mendapatkan akses dalam KMB, dan mewawancarai banyak tokoh Selatan. KMB ini kemudian tak berujung memberikan jalan keluar bagi perang saudara di wilayah Selatan meskipun dalam dua periode pemerintahan kolektif (Sovereignty Council: 1964-1965 dan 1965-1968), hingga terpilihnya presiden sipil Ismail al-Azhari.
Meski terpilih secara demokrasi, al-Azhari juga bertingkah seperti penguasa sebelumnya, baik sipil maupun militer, yang terus memerangi Selatan dengan gempuran senjata dan tentaranya. Periode ini menjadi sangat sibuk bagi Bona dan medianya karena pemerintah tidak pernah berhenti “mengganggu” The Vigiliant dengan berbagai cara. Setiap berita yang dipandang menghina atau bertentangan dengan pemerintah, selalu dipermasalahkan, bahkan dibawa ke pengadilan. Ketika al-Azhari terbunuh dalam kudeta yang dilakukan Jendral Jafar Muhammed Nimeiri pada Mei 1969, Bona sedikit punya harapan. Namun, dia tetap tak percaya. Kekuasaan yang didapat dengan cara kekerasan, apalagi yang melakukannya adalah militer, pasti akan lebih represif dan kejam.
Kenyataannya memang demikian. Jika dihitung jumlah gugatan dari pemerintahan al-Azhari hingga Nimeiri, ada 19 gugatan terhadap Bona dan The Vigiliant yang dibawa pemerintah ke pengadilan, baik di kota besar maupun kecil. Tuduhannya sama: provokasi dan melawan pemerintah yang sah. Lawan-lawan politik Bona sebagai pribadi dan koran The Vigiliant sebagai media pro-Selatan, terus bermunculan. Mereka tidak suka dengan keperpihakan koran tersebut dan ketokohan Bona yang terus menguat di basis Selatan.***