Minggu, 24 November 2024
spot_img

ALENIA - Zulkaidah

Rendahnya Literasi Membaca Guru

LITERASI membaca merupakan kemampuan dasar yang sangat penting bagi setiap individu termasuk guru. Literasi membaca tidak hanya sekadar kemampuan untuk membaca teks, tetapi juga mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang dibaca.

Rendahnya minat baca guru merupakan realita menyedihkan yang jarang diperhatikan. Padahal, guru bukan hanya fasilitator dalam dunia pendidikan, melainkan juga motivator. Di dalam mesin besar bernama sistem pendidikan, guru adalah penggerak utama. Jika penggerak utamanya bermasalah, dapat ditebak mesin besar akan itu terseok-seok bekerja.

Rendahnya literasi membaca di kalangan guru merupakan isu yang memerlukan perhatian serius. Literasi membaca tidak hanya penting bagi murid, tetapi juga bagi guru yang berperan sebagai fasilitator utama dalam proses pembelajaran. Literasi membaca yang rendah di kalangan guru dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada murid. Sudah kita ketahui bersama bahwa rendahnya literasi membaca murid di Indonesia berdasarkan data yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Hal itu diperkuat dengan hasil tidak memuaskan dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang disampaikan Nadiem Makarim beberapa tahun lalu. Namun, satu hal yang luput dari perhatian, selama ini upaya perbaikan minat baca murid selalu berpusat pada murid. Artinya, target utama perbaikan tidak lain adalah minat baca murid. Yang kita anggap “rusak” dan bermasalah adalah minat baca murid. Padahal, akar rendahnya minat baca murid adalah rendahnya minat baca guru. Guru-guru di Indonesia memang masih malas membaca. Hasil riset Center Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) pada 2019 lalu membeberkan fakta ini.

Faktor penyebab utama rendahnya literasi membaca di kalangan guru adalah kurangnya kebiasaan membaca sejak dini serta didukung oleh kurangnya waktu dan kesempatan untuk membaca. Guru seringkali disibukkan oleh berbagai tugas administratif dan kegiatan mengajar sehingga waktu untuk membaca menjadi terbatas. Faktor berikutnya adalah fasilitas pendidikan yang masih minim. Faktor yang terakhir adalah masih kurangnya produksi buku di Indonesia. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, penting bagi guru memahami literasi membaca yang baik agar dapat mengidentifikasi dan menghubungkan esensi cerita dengan tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, dalam kegiatan literasi yang melibatkan pembacaan buku Tunggu Aku, guru diharapkan dapat membantu murid mengidentifikasi kejadian yang dialami tokoh cerita, memahami perasaan tokoh, dan mengaitkan pengalaman tersebut dengan pengalaman pribadi murid. Literasi membaca yang baik akan memungkinkan guru lebih efektif memfasilitasi proses ini.

Baca Juga:  Belajar untuk Ujian atau Ujian untuk Belajar

Bagi seorang guru, literasi membaca memiliki peran yang sangat krusial dalam mendukung proses pembelajaran dan pengembangan profesional. Pertama, literasi membaca membantu guru memahami materi ajar dengan lebih baik. Dengan kemampuan berliterasi yang baik, guru dapat mengakses berbagai sumber informasi, baik itu buku, artikel, jurnal, maupun sumber-sumber daring lainnya. Hal itu memungkinkan guru memperkaya pengetahuan mereka dan mengembangkan bahan ajar yang lebih variatif dan menarik bagi murid. Kedua, literasi membaca juga penting dalam pengembangan profesional guru. Guru yang memiliki kemampuan literasi yang baik dapat terus belajar dan mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan. Mereka dapat membaca artikel, makalah akademik, dan hasil penelitian terbaru yang dapat membantu mereka meningkatkan metode pengajaran dan strategi pembelajaran. Artikel refleksi dan catatan dari Guru Penggerak, misalnya, dapat memberikan wawasan baru dan inspirasi bagi guru menghadapi tantangan selama proses pembelajaran. Ketiga, literasi membaca membantu guru mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dengan membaca berbagai jenis teks, guru dapat melatih kemampuan mereka menganalisis dan mengevaluasi informasi. Kemampuan itu sangat penting dalam membantu murid mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka. Guru yang mampu berpikir kritis dapat memberikan contoh serta bimbingan yang baik bagi murid dalam memahami dan mengevaluasi informasi yang mereka terima. Keempat, literasi membaca juga berperan meningkatkan kemampuan komunikasi guru. Dengan membaca berbagai jenis teks, guru dapat memperkaya kosakata serta meningkatkan kemampuan mereka dalam menyampaikan informasi secara jelas dan efektif. Hal itu sangat penting dalam proses pembelajaran karena guru yang mampu berkomunikasi dengan baik dapat membantu murid memahami materi dengan lebih mudah. Terakhir, kelima, literasi membaca juga memiliki dampak positif terhadap motivasi dan minat belajar murid. Guru yang gemar membaca dan menunjukkan antusiasme terhadap literasi dapat menjadi teladan yang baik bagi murid. Mereka dapat menginspirasi murid mengembangkan kebiasaan membaca dan meningkatkan minat murid terhadap literasi. Di dalam kegiatan literasi seperti membaca nyaring buku Tunggu Aku, guru dapat mengajak murid mengidentifikasi kejadian yang dialami tokoh cerita dan menghubungkannya dengan pengalaman pribadi mereka sehingga murid dapat lebih terlibat dan termotivasi dalam proses pembelajaran.

Baca Juga:  Kualitas Guru dan Mutu Pendidikan Diminta Semakin Baik

Secara keseluruhan, literasi membaca memiliki peran yang sangat penting bagi guru dalam mendukung proses pembelajaran dan pengembangan profesional. Dengan kemampuan literasi yang baik, guru dapat memahami materi ajar dengan lebih baik, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan menginspirasi murid mengembangkan kebiasaan membaca. Oleh karena itu, literasi membaca harus menjadi salah satu fokus utama pengembangan profesional guru.

Untuk mengatasi rendahnya literasi membaca di kalangan guru, beberapa langkah berikut ini dapat dipertimbangkan. Pertama, sekolah perlu menyediakan waktu khusus bagi guru untuk membaca dan mengembangkan kemampuan berliterasi. Hal itu dilakukan melalui program pengembangan profesional yang fokus pada peningkatan literasi membaca. Kedua, sekolah perlu meningkatkan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas dengan memperkaya koleksi perpustakaan serta menjalin kerja sama dengan perpustakaan keliling seperti yang dilakukan oleh SDN Muhammadiyah Wonosari. Ketiga, implementasi metode seperti Early Grade Reading Assessment (EGRA) dapat membantu mengukur dan meningkatkan kemampuan literasi membaca guru. Selain itu, penting juga untuk menciptakan budaya membaca di lingkungan sekolah. Guru harus menjadi teladan bagi murid dalam hal membaca. Dengan menunjukkan minat dan kebiasaan membaca, guru dapat menginspirasi murid melakukan hal yang sama. Program-program seperti klub baca atau diskusi buku dapat menjadi sarana untuk meningkatkan literasi membaca di kalangan guru dan murid.

Secara keseluruhan, rendahnya literasi membaca di kalangan guru merupakan tantangan yang harus diatasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan menyediakan waktu dan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas serta menciptakan budaya membaca di lingkungan sekolah, diharapkan literasi membaca guru dapat meningkat. Hal itu tidak hanya akan berdampak positif pada kualitas pembelajaran, tetapi juga akan menginspirasi murid untuk lebih mencintai membaca.***

Zulkaidah, Guru SMAN 2 Siak Hulu

LITERASI membaca merupakan kemampuan dasar yang sangat penting bagi setiap individu termasuk guru. Literasi membaca tidak hanya sekadar kemampuan untuk membaca teks, tetapi juga mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang dibaca.

Rendahnya minat baca guru merupakan realita menyedihkan yang jarang diperhatikan. Padahal, guru bukan hanya fasilitator dalam dunia pendidikan, melainkan juga motivator. Di dalam mesin besar bernama sistem pendidikan, guru adalah penggerak utama. Jika penggerak utamanya bermasalah, dapat ditebak mesin besar akan itu terseok-seok bekerja.

- Advertisement -

Rendahnya literasi membaca di kalangan guru merupakan isu yang memerlukan perhatian serius. Literasi membaca tidak hanya penting bagi murid, tetapi juga bagi guru yang berperan sebagai fasilitator utama dalam proses pembelajaran. Literasi membaca yang rendah di kalangan guru dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada murid. Sudah kita ketahui bersama bahwa rendahnya literasi membaca murid di Indonesia berdasarkan data yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Hal itu diperkuat dengan hasil tidak memuaskan dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang disampaikan Nadiem Makarim beberapa tahun lalu. Namun, satu hal yang luput dari perhatian, selama ini upaya perbaikan minat baca murid selalu berpusat pada murid. Artinya, target utama perbaikan tidak lain adalah minat baca murid. Yang kita anggap “rusak” dan bermasalah adalah minat baca murid. Padahal, akar rendahnya minat baca murid adalah rendahnya minat baca guru. Guru-guru di Indonesia memang masih malas membaca. Hasil riset Center Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) pada 2019 lalu membeberkan fakta ini.

Faktor penyebab utama rendahnya literasi membaca di kalangan guru adalah kurangnya kebiasaan membaca sejak dini serta didukung oleh kurangnya waktu dan kesempatan untuk membaca. Guru seringkali disibukkan oleh berbagai tugas administratif dan kegiatan mengajar sehingga waktu untuk membaca menjadi terbatas. Faktor berikutnya adalah fasilitas pendidikan yang masih minim. Faktor yang terakhir adalah masih kurangnya produksi buku di Indonesia. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, penting bagi guru memahami literasi membaca yang baik agar dapat mengidentifikasi dan menghubungkan esensi cerita dengan tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, dalam kegiatan literasi yang melibatkan pembacaan buku Tunggu Aku, guru diharapkan dapat membantu murid mengidentifikasi kejadian yang dialami tokoh cerita, memahami perasaan tokoh, dan mengaitkan pengalaman tersebut dengan pengalaman pribadi murid. Literasi membaca yang baik akan memungkinkan guru lebih efektif memfasilitasi proses ini.

- Advertisement -
Baca Juga:  USTI Riau Di-grand Launching

Bagi seorang guru, literasi membaca memiliki peran yang sangat krusial dalam mendukung proses pembelajaran dan pengembangan profesional. Pertama, literasi membaca membantu guru memahami materi ajar dengan lebih baik. Dengan kemampuan berliterasi yang baik, guru dapat mengakses berbagai sumber informasi, baik itu buku, artikel, jurnal, maupun sumber-sumber daring lainnya. Hal itu memungkinkan guru memperkaya pengetahuan mereka dan mengembangkan bahan ajar yang lebih variatif dan menarik bagi murid. Kedua, literasi membaca juga penting dalam pengembangan profesional guru. Guru yang memiliki kemampuan literasi yang baik dapat terus belajar dan mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan. Mereka dapat membaca artikel, makalah akademik, dan hasil penelitian terbaru yang dapat membantu mereka meningkatkan metode pengajaran dan strategi pembelajaran. Artikel refleksi dan catatan dari Guru Penggerak, misalnya, dapat memberikan wawasan baru dan inspirasi bagi guru menghadapi tantangan selama proses pembelajaran. Ketiga, literasi membaca membantu guru mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dengan membaca berbagai jenis teks, guru dapat melatih kemampuan mereka menganalisis dan mengevaluasi informasi. Kemampuan itu sangat penting dalam membantu murid mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka. Guru yang mampu berpikir kritis dapat memberikan contoh serta bimbingan yang baik bagi murid dalam memahami dan mengevaluasi informasi yang mereka terima. Keempat, literasi membaca juga berperan meningkatkan kemampuan komunikasi guru. Dengan membaca berbagai jenis teks, guru dapat memperkaya kosakata serta meningkatkan kemampuan mereka dalam menyampaikan informasi secara jelas dan efektif. Hal itu sangat penting dalam proses pembelajaran karena guru yang mampu berkomunikasi dengan baik dapat membantu murid memahami materi dengan lebih mudah. Terakhir, kelima, literasi membaca juga memiliki dampak positif terhadap motivasi dan minat belajar murid. Guru yang gemar membaca dan menunjukkan antusiasme terhadap literasi dapat menjadi teladan yang baik bagi murid. Mereka dapat menginspirasi murid mengembangkan kebiasaan membaca dan meningkatkan minat murid terhadap literasi. Di dalam kegiatan literasi seperti membaca nyaring buku Tunggu Aku, guru dapat mengajak murid mengidentifikasi kejadian yang dialami tokoh cerita dan menghubungkannya dengan pengalaman pribadi mereka sehingga murid dapat lebih terlibat dan termotivasi dalam proses pembelajaran.

Baca Juga:  Politeknik Caltex Riau Kembali Hadir di Mal SKA 

Secara keseluruhan, literasi membaca memiliki peran yang sangat penting bagi guru dalam mendukung proses pembelajaran dan pengembangan profesional. Dengan kemampuan literasi yang baik, guru dapat memahami materi ajar dengan lebih baik, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan menginspirasi murid mengembangkan kebiasaan membaca. Oleh karena itu, literasi membaca harus menjadi salah satu fokus utama pengembangan profesional guru.

Untuk mengatasi rendahnya literasi membaca di kalangan guru, beberapa langkah berikut ini dapat dipertimbangkan. Pertama, sekolah perlu menyediakan waktu khusus bagi guru untuk membaca dan mengembangkan kemampuan berliterasi. Hal itu dilakukan melalui program pengembangan profesional yang fokus pada peningkatan literasi membaca. Kedua, sekolah perlu meningkatkan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas dengan memperkaya koleksi perpustakaan serta menjalin kerja sama dengan perpustakaan keliling seperti yang dilakukan oleh SDN Muhammadiyah Wonosari. Ketiga, implementasi metode seperti Early Grade Reading Assessment (EGRA) dapat membantu mengukur dan meningkatkan kemampuan literasi membaca guru. Selain itu, penting juga untuk menciptakan budaya membaca di lingkungan sekolah. Guru harus menjadi teladan bagi murid dalam hal membaca. Dengan menunjukkan minat dan kebiasaan membaca, guru dapat menginspirasi murid melakukan hal yang sama. Program-program seperti klub baca atau diskusi buku dapat menjadi sarana untuk meningkatkan literasi membaca di kalangan guru dan murid.

Secara keseluruhan, rendahnya literasi membaca di kalangan guru merupakan tantangan yang harus diatasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan menyediakan waktu dan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas serta menciptakan budaya membaca di lingkungan sekolah, diharapkan literasi membaca guru dapat meningkat. Hal itu tidak hanya akan berdampak positif pada kualitas pembelajaran, tetapi juga akan menginspirasi murid untuk lebih mencintai membaca.***

Zulkaidah, Guru SMAN 2 Siak Hulu

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari