Kamis, 27 November 2025
spot_img

23 Gajah Tewas dalam 10 Tahun, BBKSDA Soroti Krisis Habitat di Tesso Nilo

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau semakin mengkhawatirkan. Selain kerusakan hutan yang terus meluas, konflik antara manusia dan satwa liar pun makin sering terjadi. Salah satu dampaknya paling nyata adalah kematian gajah Sumatera yang terus berulang dalam sepuluh tahun terakhir.

Berdasarkan catatan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sebanyak 23 ekor gajah Sumatera tercatat mati di kawasan TNTN sejak 2015. Seluruh kasus tersebut terjadi pasca-penetapan luas kawasan TNTN melalui SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.6588/MenhutVII/KUH/2014 pada 28 Oktober 2014.

Kepala BBKSDA Riau, Supartono, menjelaskan bahwa angka tersebut mencerminkan situasi darurat konservasi di TNTN. “Kebanyakan kasus kematian gajah terjadi akibat konflik dengan manusia. Mulai dari diracun, terkena jerat, hingga penyakit yang muncul karena habitat alaminya makin rusak,” ujarnya, Jumat (27/6).

Baca Juga:  Pilot Sempat Ditolong Warga

Secara rinci, Supartono menyebut, ada 8 kasus kematian gajah pada 2015, 2 kasus pada 2016, 2 kasus pada 2018, dan 1 kasus pada 2019. Kemudian pada 2020 tercatat 3 ekor mati, 3 ekor lagi pada 2023, 2 ekor pada 2024, dan terakhir 1 kasus kematian pada 2025 ini.

Salah satu kasus paling tragis terjadi pada Januari 2024, ketika seekor gajah jinak bernama Rahman ditemukan mati akibat racun. Salah satu gadingnya hilang, diduga kuat diambil pemburu.

Supartono yang juga pernah menjabat Kepala Balai TNTN menyebutkan, penyebab utama terus berulangnya konflik antara manusia dan gajah adalah kerusakan habitat. “Lebih dari 40 ribu hektare hutan di Tesso Nilo kini telah berubah menjadi kebun sawit ilegal dan pemukiman liar. Gajah kehilangan ruang hidupnya dan akhirnya masuk ke wilayah manusia,” katanya.

Baca Juga:  Kapitalisasi Politik Orang Muda

Meski begitu, BBKSDA Riau tidak tinggal diam. Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari pemasangan GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah, pemulihan habitat alami, hingga edukasi ke masyarakat sekitar taman nasional.

Pihak BBKSDA juga menyambut baik keberadaan Satuan Tugas Penanganan Kawasan Hutan (Satgas PKH). Menurut Supartono, tindakan tegas berupa penyitaan lahan ilegal dan relokasi warga dari kawasan TNTN adalah langkah penting untuk menyelamatkan populasi gajah Sumatera yang kian terdesak.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau semakin mengkhawatirkan. Selain kerusakan hutan yang terus meluas, konflik antara manusia dan satwa liar pun makin sering terjadi. Salah satu dampaknya paling nyata adalah kematian gajah Sumatera yang terus berulang dalam sepuluh tahun terakhir.

Berdasarkan catatan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sebanyak 23 ekor gajah Sumatera tercatat mati di kawasan TNTN sejak 2015. Seluruh kasus tersebut terjadi pasca-penetapan luas kawasan TNTN melalui SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.6588/MenhutVII/KUH/2014 pada 28 Oktober 2014.

Kepala BBKSDA Riau, Supartono, menjelaskan bahwa angka tersebut mencerminkan situasi darurat konservasi di TNTN. “Kebanyakan kasus kematian gajah terjadi akibat konflik dengan manusia. Mulai dari diracun, terkena jerat, hingga penyakit yang muncul karena habitat alaminya makin rusak,” ujarnya, Jumat (27/6).

Baca Juga:  Lereng Jalan Longsor, Antrean di Km Tanjung Alai Capai 600 Meter

Secara rinci, Supartono menyebut, ada 8 kasus kematian gajah pada 2015, 2 kasus pada 2016, 2 kasus pada 2018, dan 1 kasus pada 2019. Kemudian pada 2020 tercatat 3 ekor mati, 3 ekor lagi pada 2023, 2 ekor pada 2024, dan terakhir 1 kasus kematian pada 2025 ini.

Salah satu kasus paling tragis terjadi pada Januari 2024, ketika seekor gajah jinak bernama Rahman ditemukan mati akibat racun. Salah satu gadingnya hilang, diduga kuat diambil pemburu.

- Advertisement -

Supartono yang juga pernah menjabat Kepala Balai TNTN menyebutkan, penyebab utama terus berulangnya konflik antara manusia dan gajah adalah kerusakan habitat. “Lebih dari 40 ribu hektare hutan di Tesso Nilo kini telah berubah menjadi kebun sawit ilegal dan pemukiman liar. Gajah kehilangan ruang hidupnya dan akhirnya masuk ke wilayah manusia,” katanya.

Baca Juga:  Polres Kampar Tangkap Pelaku Pembakaran Lahan di Dekat Tol Bangkinang-Tanjung Alai

Meski begitu, BBKSDA Riau tidak tinggal diam. Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari pemasangan GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah, pemulihan habitat alami, hingga edukasi ke masyarakat sekitar taman nasional.

- Advertisement -

Pihak BBKSDA juga menyambut baik keberadaan Satuan Tugas Penanganan Kawasan Hutan (Satgas PKH). Menurut Supartono, tindakan tegas berupa penyitaan lahan ilegal dan relokasi warga dari kawasan TNTN adalah langkah penting untuk menyelamatkan populasi gajah Sumatera yang kian terdesak.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau semakin mengkhawatirkan. Selain kerusakan hutan yang terus meluas, konflik antara manusia dan satwa liar pun makin sering terjadi. Salah satu dampaknya paling nyata adalah kematian gajah Sumatera yang terus berulang dalam sepuluh tahun terakhir.

Berdasarkan catatan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sebanyak 23 ekor gajah Sumatera tercatat mati di kawasan TNTN sejak 2015. Seluruh kasus tersebut terjadi pasca-penetapan luas kawasan TNTN melalui SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.6588/MenhutVII/KUH/2014 pada 28 Oktober 2014.

Kepala BBKSDA Riau, Supartono, menjelaskan bahwa angka tersebut mencerminkan situasi darurat konservasi di TNTN. “Kebanyakan kasus kematian gajah terjadi akibat konflik dengan manusia. Mulai dari diracun, terkena jerat, hingga penyakit yang muncul karena habitat alaminya makin rusak,” ujarnya, Jumat (27/6).

Baca Juga:  Selamatkan Ekosisten Meranti, Perlu Kolaborasi Semua Pihak

Secara rinci, Supartono menyebut, ada 8 kasus kematian gajah pada 2015, 2 kasus pada 2016, 2 kasus pada 2018, dan 1 kasus pada 2019. Kemudian pada 2020 tercatat 3 ekor mati, 3 ekor lagi pada 2023, 2 ekor pada 2024, dan terakhir 1 kasus kematian pada 2025 ini.

Salah satu kasus paling tragis terjadi pada Januari 2024, ketika seekor gajah jinak bernama Rahman ditemukan mati akibat racun. Salah satu gadingnya hilang, diduga kuat diambil pemburu.

Supartono yang juga pernah menjabat Kepala Balai TNTN menyebutkan, penyebab utama terus berulangnya konflik antara manusia dan gajah adalah kerusakan habitat. “Lebih dari 40 ribu hektare hutan di Tesso Nilo kini telah berubah menjadi kebun sawit ilegal dan pemukiman liar. Gajah kehilangan ruang hidupnya dan akhirnya masuk ke wilayah manusia,” katanya.

Baca Juga:  Harimau yang Terkam Manusia Masih Jalani Habituasi

Meski begitu, BBKSDA Riau tidak tinggal diam. Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari pemasangan GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah, pemulihan habitat alami, hingga edukasi ke masyarakat sekitar taman nasional.

Pihak BBKSDA juga menyambut baik keberadaan Satuan Tugas Penanganan Kawasan Hutan (Satgas PKH). Menurut Supartono, tindakan tegas berupa penyitaan lahan ilegal dan relokasi warga dari kawasan TNTN adalah langkah penting untuk menyelamatkan populasi gajah Sumatera yang kian terdesak.

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari