Jumat, 17 Mei 2024

Perlu Klarifikasi Berbagai Tudingan

Desakan Audit Sistem IT, KPU: Sistem Sirekap Hanya Alat Bantu

JAKARTA (RP) – Kegaduhan mengiringi proses rekapitulasi suara Pemilu 2024. Sorotan tajam tertuju pada sistem elektronik yang dijalankan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Desakan audit pun mengemuka.

Selain dari kubu pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden, desakan audit itu datang dari sejumlah tokoh. Salah satunya, mantan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin. Dia menyatakan, audit forensik perlu dilakukan untuk mengklarifikasi tuduhan-tuduhan yang berseliweran di tengah masyarakat.

Yamaha

Beberapa tuduhan yang berkembang belakangan di antaranya terkait adanya upaya sistematis untuk menggelembungkan suara paslon tertentu.

Selain itu, ada pula tuduhan yang menyebutkan bahwa server KPU terhubung dengan pihak-pihak tertentu di luar negeri. Seperti di Singapura dan Republik Rakyat China (RRC)/ Tiongkok.

Din mengajak semua pihak turut mendesak dilakukannya audit forensik IT tersebut. Jika hasil investigasi membuktikan adanya upaya sistematis penggelembungan suara paslon tertentu, pihaknya mendesak komisioner KPU untuk diganti. ”Kemenangan paslon 02 (yang diuntungkan dengan penggelembungan suara tersebut) harus dinyatakan batal demi hukum dan etika,” ujarnya dalam keterangan yang diterima JPG kemarin (17/2).

- Advertisement -

Sementara itu, Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos kembali menegaskan bahwa rekapitulasi suara yang terpampang dalam pemilu2024.KPU.go.id bukan hasil resmi. Dia menyebut, data yang diunggah melalui sistem Sirekap itu hanya alat bantu yang disiapkan KPU sebagai bagian dari layanan pemilu serta bentuk akuntabilitas dan transparansi KPU kepada publik. ”Alat bantu bukan hasil resmi penghitungan rekapitulasi suara,” kata Betty di kantor KPU kemarin.

Baca Juga:  "Jendral Tua yang Mana, Dinda?" Tanya Mahfud MD kepada Andi Arief

Hasil penghitungan suara yang menentukan adalah dari rekapitulasi secara berjenjang. Mulai TPS, kecamatan, kabupaten/kota, hingga tingkat pusat.

- Advertisement -

Per kemarin (17/2), Sirekap telah menayangkan 64,8 persen dari 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) atau sebanyak 533.435 TPS. Publikasi tersebut hanya mencakup data pilpres. Sementara untuk pemilihan legislatif (pileg) DPR baru 48,94 persen atau 402.911 TPS.

Betty mengakui bahwa layanan Sirekap dan publikasi hasil pemilu secara elektronik yang memudahkan masyarakat untuk melakukan pengecekan secara mandiri itu masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Itu lantaran sistem Sirekap KPU digunakan oleh 1,6 juta akun kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di seluruh Indonesia. ”Ini tentu harus terus-menerus diperbaiki,” tuturnya.

Betty pun menegaskan, berbagai masukan dari masyarakat terkait kekurangan sistem elektronik tersebut akan ditindaklanjuti sebagai bagian dari akuntabilitas dan transparansi KPU. Dia meminta masyarakat untuk terus berpartisipasi dalam tahapan rekapitulasi berjenjang yang tengah dilakukan saat ini hingga bulan depan. ”Bila ditemukan ketidaksesuaian, inilah yang menjadi PR untuk diperbaiki,” paparnya.

Baca Juga:  Mahfud: Hormati Kebebasan Mimbar Akademik

Di sisi lain, kubu paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyatakan bahwa kekacauan Sirekap yang ramai dibicarakan dinilai menggerus integritas pemilu. Karena itu, tidak bisa dibiarkan. Terlebih, rekapitulasi tersebut diketahui cenderung menguntungkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. ”Ini sangat tidak sehat dan sangat tidak fair,” kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis.

Meski belum mengikat, Todung mengatakan, rekapitulasi suara secara elektronik itu tetap menjadi ancaman serius. Karena itu, dia meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan investigasi terhadap hal tersebut agar tidak menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. ”Bawaslu yang fungsinya melakukan pengawasan punya kewajiban untuk melakukan investigasi,” ujarnya.

Kubu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) mengungkapkan hal senada. Dewan Pakar Timnas Amin Bambang Widjojanto menyebut permintaan maaf KPU atas kesalahan dan kekeliruan penyelenggaraan sistem elektronik tidak cukup. Dia mendesak KPU terbuka terkait informasi perbaikan sistem yang diklaim sudah atau akan dilakukan.

Bambang menyarankan, KPU mesti membuka diri dengan menempatkan ahli IT dari masing-masing calon. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga harus dilibatkan. ”Harusnya diajak turut serta,” tutur mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.(tyo/c17/fal/jpg)

JAKARTA (RP) – Kegaduhan mengiringi proses rekapitulasi suara Pemilu 2024. Sorotan tajam tertuju pada sistem elektronik yang dijalankan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Desakan audit pun mengemuka.

Selain dari kubu pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden, desakan audit itu datang dari sejumlah tokoh. Salah satunya, mantan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin. Dia menyatakan, audit forensik perlu dilakukan untuk mengklarifikasi tuduhan-tuduhan yang berseliweran di tengah masyarakat.

Beberapa tuduhan yang berkembang belakangan di antaranya terkait adanya upaya sistematis untuk menggelembungkan suara paslon tertentu.

Selain itu, ada pula tuduhan yang menyebutkan bahwa server KPU terhubung dengan pihak-pihak tertentu di luar negeri. Seperti di Singapura dan Republik Rakyat China (RRC)/ Tiongkok.

Din mengajak semua pihak turut mendesak dilakukannya audit forensik IT tersebut. Jika hasil investigasi membuktikan adanya upaya sistematis penggelembungan suara paslon tertentu, pihaknya mendesak komisioner KPU untuk diganti. ”Kemenangan paslon 02 (yang diuntungkan dengan penggelembungan suara tersebut) harus dinyatakan batal demi hukum dan etika,” ujarnya dalam keterangan yang diterima JPG kemarin (17/2).

Sementara itu, Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos kembali menegaskan bahwa rekapitulasi suara yang terpampang dalam pemilu2024.KPU.go.id bukan hasil resmi. Dia menyebut, data yang diunggah melalui sistem Sirekap itu hanya alat bantu yang disiapkan KPU sebagai bagian dari layanan pemilu serta bentuk akuntabilitas dan transparansi KPU kepada publik. ”Alat bantu bukan hasil resmi penghitungan rekapitulasi suara,” kata Betty di kantor KPU kemarin.

Baca Juga:  Rekomendasikan KPPS Tak Bekerja 10 Jam

Hasil penghitungan suara yang menentukan adalah dari rekapitulasi secara berjenjang. Mulai TPS, kecamatan, kabupaten/kota, hingga tingkat pusat.

Per kemarin (17/2), Sirekap telah menayangkan 64,8 persen dari 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) atau sebanyak 533.435 TPS. Publikasi tersebut hanya mencakup data pilpres. Sementara untuk pemilihan legislatif (pileg) DPR baru 48,94 persen atau 402.911 TPS.

Betty mengakui bahwa layanan Sirekap dan publikasi hasil pemilu secara elektronik yang memudahkan masyarakat untuk melakukan pengecekan secara mandiri itu masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Itu lantaran sistem Sirekap KPU digunakan oleh 1,6 juta akun kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di seluruh Indonesia. ”Ini tentu harus terus-menerus diperbaiki,” tuturnya.

Betty pun menegaskan, berbagai masukan dari masyarakat terkait kekurangan sistem elektronik tersebut akan ditindaklanjuti sebagai bagian dari akuntabilitas dan transparansi KPU. Dia meminta masyarakat untuk terus berpartisipasi dalam tahapan rekapitulasi berjenjang yang tengah dilakukan saat ini hingga bulan depan. ”Bila ditemukan ketidaksesuaian, inilah yang menjadi PR untuk diperbaiki,” paparnya.

Baca Juga:  PSU TPS 005 Disetujui KPU Kepulauan Meranti

Di sisi lain, kubu paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyatakan bahwa kekacauan Sirekap yang ramai dibicarakan dinilai menggerus integritas pemilu. Karena itu, tidak bisa dibiarkan. Terlebih, rekapitulasi tersebut diketahui cenderung menguntungkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. ”Ini sangat tidak sehat dan sangat tidak fair,” kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis.

Meski belum mengikat, Todung mengatakan, rekapitulasi suara secara elektronik itu tetap menjadi ancaman serius. Karena itu, dia meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan investigasi terhadap hal tersebut agar tidak menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. ”Bawaslu yang fungsinya melakukan pengawasan punya kewajiban untuk melakukan investigasi,” ujarnya.

Kubu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) mengungkapkan hal senada. Dewan Pakar Timnas Amin Bambang Widjojanto menyebut permintaan maaf KPU atas kesalahan dan kekeliruan penyelenggaraan sistem elektronik tidak cukup. Dia mendesak KPU terbuka terkait informasi perbaikan sistem yang diklaim sudah atau akan dilakukan.

Bambang menyarankan, KPU mesti membuka diri dengan menempatkan ahli IT dari masing-masing calon. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga harus dilibatkan. ”Harusnya diajak turut serta,” tutur mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.(tyo/c17/fal/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari