Pemerintah pusat melalui Perpustakaan Nasional, saat ini melakukan pembinaan perpustakaan melalui Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Transformasi perpustakaan berbasis inklusi social merupakan suatu pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.
Program ini bukan saja ditujukan kepada perpustakaan sekolah saja tetapi juga perpustakaan desa dan perpustakaan khusus.
Perpustakaan berbasis inklusi social merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan untuk menerima perubahan, serta menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya dan Hak Azasi Manusia (HAM). Tujuan khususnya program ini untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan, meningkatkan penggunaan layanan oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Membangun komitmen dan dukungan stakeholder untuk transformasi perpustakaan yang berkelanjutan.
Peran peprustakaan sekolah memegang peranan penting dalam meningkatkaan minat baca. Maka peperustakaan sekolah harus segera membenahi diri untuk ambil bagian dalam mendukung program pemerintah. Pengelola perpustakaan sekolah harus mengubah pola pengelolaan lama dengan pola baru sesuai dengan tujuan yang diingin kan pemerintah. Selama ini perpustakaan hanya terfokus pada pelayanan menyimpan buku, membaca buku dan meminjam buku tetapi sekarang telah mengalami transformasi, yakni dari membaca buku, lalu diprktikan dan berakhir dengan kesejahteraan. Atau dengan kata lain “literasi untuk kesejahteraan”.
Maka pengelola perpustakaan sekolah membuat minimal tiga program utama yaitu peningkataan pelayanan, pelibataan stakeholder sekolah dan advokasi. Pertama, peningkatan pelayanan seperti penataan ruang dan buku, kenyamanan tempat membaca, membuat pojok-pojok baca dan gajebo, pameran buku, penambahan koleksi buku sesuai kebutuhan peserta didik, membuat kuis-kuis di perpustakaan, memberikan hadiah dan penghargaan, promosi koleksi buku-buku yang dimiliki baik secara tertulis berupa pengumuman, slogan, dan gambar-gambar yang disampaikaan ditempat umum di lingkungan sekolah maupun melalui media social melalui group WA, Instagram, Facebook dan lain-lain. Penyediaan jaringan internet khusus untuk perpustakaan, penyediaan layanan pustaka sekolah secara digital yang dapat diakses melalui gadget atau computer kapan dan dimana saja.
Kedua, pelibatan stakeholder sekolah yakni berupa program kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola perpustakaan yang sasarannya adalah peserta didik. Apa kebutuhan peserta didik saat ini? Sebagai contoh untuk mengikuti ANBK, perserta didik harus mampu mengoperasionalkan komputer. Maka pengelola perpustakaan dapat membuat kegiatan pelatihan komputer. Pesertanya tidak harus semua siswa, disesuakan dengan kebutuhan dan kemampuan. Kegiatan yang dilakukan adalah dimulai membaca buku teknik mengopersionalkan komputer, baik secara manual maupun digital, dilanjutkaan pelatihan mengoperasionalkan computer dan berakhir dengan keteramilan peserta didik mengopersionalkannya. Ketika diadakan ANBK, maka peserta didik dapat mengikutinya dengan lancar. Kegiatan seperti ini sangat membantu peningkatan proses belajar-mengajar di sekolah. Banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh perpustakaan sekolah.
Ketiga, adalah melakukan advokasi kepada stakeholder sekolah. Advokasi ini adalah mengkomunikasikan atau menyampaikan pentingnya perpustakaan sekolah, mengapa minta dukungan dan jenis dukungan apa yang dibutuhkan.***
Mukhtar SPd MPd, Pustakawan Dipersip Bengkalis.