Ketidakberdayaan adalah ungkapan pesimisme yang muncul bukan tiba-tiba, bahkan ia merupakan akumulasi dari keseluruhan aspek dan pengalaman-pengalaman pahit, getir, manis, suka, duka, sampai pada rasa yang tidak dapat diungkapkan, kecuali dengan isak tangis yang mengundang kesedihan yang tidak mudah pupus. Seorang yang menyatakan sudah tidak berdaya artinya ia telah merestui, pasrah pada keadaan, dan apatis. Inilah yang kemudian menimbulkan sikap negatif, menerima keadaan apa adanya, ujug-ujug jadilah fatalisme, pesimisme, jabari yang sarat dengan keputusasaan.
Hidup ini merupakan dinamisasi yang mengalami pasang surut. Sebagian pengalaman individu ada yang menyenangkan, menyejukkan, dan penuh kedamaian. Namun juga tidak sedikit individu yang selalu mengeluh, menyesal, bahkan berputus asa, hilang kesadaran, menyerah pada keadaan, dan tidak percaya diri.
Manusia adalah makhluk dinamis yang selalu mengalami pasang surut, terkadang bahagia, senang, tenang, dan menang. Tetapi seiring perjalanan waktu, iapun berduka, menangis, berkeluh kesah, risau, cemas, galau, stres, depresi, dan ada juga yang mengalami gangguan mental hebat yang mengganggu fisikal secara permanen, stroke dan psikosomatik.
Hidup adalah pergerakan menuju suatu bahtera samudera yang bisa digapai dengan mudah dan atau juga dengan liku-liku, berbelit-belit dan perjalanan yang panjang. Bagi individu yang mudah menggapai pelabuhan kebahagiaan, ia pun dengan enteng menerjemahkan dunia dengan pengetahuan dan pengalamannya yang penuh kesenangan, kemudahan, dan kedamaian yang telah diraihnya. Sementara itu, di sudut dan pojok kehidupan lain, teridentifikasi dengan jelas; yang secara psikologis kita dapat merasakan dan berempati bahwa banyak di antara saudara dan sejawat merintih, menangis sedu, dan hidup dalam gundah gulana.
Pengalaman hidup merupakan pengetahuan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Pengalaman hidup adalah guru yang mengingatkan kelupaan, tindakan penyadaran, penguatan penghayatan, dan pengasaan pemikiran. Pengalaman manis memudahkan individu mengingat; dengan siapa, mengapa, kenapa, dan di mana peristiwa nostalgia itu terjadi. Demikian juga dengan pengalaman pahit, ia justeru menjadi boomerang, membayangi kehidupan getir yang ianya larut dalam kesedihan, dendam, hasad, irihati, dan kesumat.
Kesedihan adalah emosional yang apabila diperturutkan dapat menjadi gangguan kejiwaan akut dan merugikan diri dan orang sekitarnya. Rasa sedih dapat mengikis kesadaran, memarginalkan logika, dan spekulasi yang mematikan asa. Perasaan sedih cenderung maladaptif, maladjustmen, dan larut dalam emosi ketidaksadaran; hal ini seringkali menimbulkan eksternalitas yang merugikan orang lain. Kesedihan dapat memperkeruh keadaan, pelampiasan kemarahan tidak beralasan, histeris, dan melahirkan tindakan destruktif yang berujung pada peristiwa, insiden berbahaya pada diri sendiri dan orang sekitar.
Seiring dengan kesedihan, sifat dendam adalah bagian yang menjadi efek buruk dari pengalaman pahit. Dendam adalah penyakit batin yang merugikan psikologis, tidak terkecuali di mana pelampiasan dendam jadi objek. Dendam sebagai subjek dan objek adalah perilaku yang merugikan kedua belah pihak, baik fisikal maupun psikologikal. Dendam adalah salah satu sifat yang tumbuh dan terus berkembang sejak awal keberadaan manusia di Bumi.
Di abad milenium ini, penyakit hati (dendam) semakin akut dan menjadi virus dari generasi ke generasi. Dendam adalah perilaku misterius yang menjadikan kedua belah sirna berkecai. Dendam berefek buruk bagi perkembangan fisik-psikologis dan kehidupan kemanusiaan. Secara fisikal, dendam dapat merusak jasmani dan bahkan terancam kriminal yang menista nilai-nilai agama, norma, dan susila.
Pada aspek psikologis, dendam mengancam kehidupan kejiwaan yang dapat menimbulkan traumatik, stress, depresi, psikosis, dan psikoneorosis. Efek dendam merunyamkan jiwa, menista nilai-nilai religiositas, meluluhlantakkan persaudaraan, memperkeruh psikososial, dan menghilangkan sikap pro sosial berkepanjangan. Dendam merongrong kehidupan pribadi untuk keluar dari nurani kemanusiaan. Sifat dendam yang merusak line kemanusiaan perlu dinafikan, ditekan, dan hapus dari personal dan masyarakat pada umumnya. Dendam mampu mengikis nilai-nilai kemanusiaan dan keumatan.
Dendam yang merugikan diri dan orang sekitar pada lazimnya, dipasung ketidaksadaran dan sifat iri hati dan hasad (dengki). Apabila perbuatan dendam, kemudian ditambah buruk oleh sifat hasad, maka dapat merongrong perilaku kriminalitas menjadi sikap melawan prososial, berkepribadian destruktif, bersifat maladaptif, dan menghasut ke arah unconsiusness yang meliputi kegamangan, kegalauan, depresi, stres, dan bisa juga kegilaan.
Bersifat hasad dapat memperkeruh situasional komunitas tanpa kontrol. Hasad adalah karakter buruk yang merugikan konstruksi kepribadian, di mana sifat ini mengikis kebaikan-kebaikan, memusnahkan dan mengubah perilaku positif menjadi negatif. Hasad merupakan sifat berlawanan dengan kondisional ruhani yang menginginkan kebaikan, maslahat, dan manfaat dalam kehidupan. Hasad berimplementasi pada perbuatan yang dekonstruktif, di mana individu tidak merasa senang melihat orang berkelebihan, berkekayaan, dan berjabatan. Perilaku seperti ini dapat mengancam kehidupan psikologis, sosial, organisasi, dan lembaga negara sekalipun. Pranata sosial yang terbentuk menjadi luluh lantak oleh sebab sifat hasad yang merugikan semua elemen. Hasad adalah sifat negatif yang tidak dapat ditolerir. Hasad dapat memperkeruh keadaan, memperuncing masalah, dan bisa berakibat pada meningkatnya intoleransi di antara masyarakat.
Dalam kerangka perwujudan keberdayaan, maka diperlukan kesadaran, konstruksi kepribadian, self concept, self management, dan self regulation untuk seterusnya menghindarkan diri dari berperilaku dendam, hasad, dan iri hati. Upaya ini adalah jalan terang untuk tidak merestui ketidakberdayaan yang tengah melanda sebagian dari kehidupan sosial masyarakat, baik di kota maupun di desa.***