Senin, 20 Mei 2024

Redefinisi Makna Belajar buat Guru

Dalam perayaan Hari Guru Nasional tahun ini, muncullah beberapa opini mengarah kepada evaluasi bagi kinerja yang telah guru laksanakan. Sudahkah guru memberikan makna belajar bagi murid? Sebuah perenungan bagi kita sebagai pendidik. Apa sebenarnya yang sudah kita lakukan? Apakah hadir di kelas hanya sekadar melepas tangung jawab. Kemudian keluar  kelas tanpa meninggalkan hal bermanfaat. Atau sebaliknya guru hadir di kelas namun dianggap tidak ada. Tak sedikit pun melakukan perubahan bagi siswa. Sementara siswa datang ke sekolah tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Menjadi harapan bagi orang tua.

Menurut penelitian para pakar pendidikan Weinstein (1997): "Peran guru paling utama adalah sebagai pendidik, menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin." Dari penelitian tersebut kita sebagai pendidik bisa melakukan refleksi pada diri sendiri. Apakah kita sudah sudah melakoni peran tersebut dengan sempurna? Atau masih dalam usaha menuju perbaikan diri atas  target-target yang belum terwujud.

Yamaha

Bukti-bukti di lapangan bisa kita lihat bersama. Sejauh mana kendala yang muncul saat makna belajar itu tidak sesuai dengan defenisi yang sesungguhnya. Terlihat dari cara kita melakoni profesi sebagai guru. Meskipun hal ini dilakukan setiap hari namun masih meninggalkan hal-hal yang mencoreng nama baik pendidik sendiri. Hingga memunculkan  image yang buruk dan gelar yang buruk dari prilaku oknum guru. Lagi-lagi pendidik harus siap menghadapi kendala-kendala ini. Dan berusaha menunjukan guru yang professional.

Baca Juga:  Memperkuat Budaya Kinerja

Bagaimana pula kualitas pembelajaran ketika pandemik covid-19 terjadi? Apakah guru dengan mudah bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada? Apakah guru siap dengan kebutuhan pembelajaran yang serba online?  Sebagai pendidik kita kembali melakukan evaluasi diri. Apakah tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai? Tak mudah bukan untuk menjawab tanpa bukti-bukti yang kongret? Namun munculnya opini-opini miring dari orang tua yang kewalahan harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru merupakan salah satu bentuk evaluasi. 

Guru selayaknya memiliki usaha menciptakan pembelajaran daring yang menyenangkan dan bukan menjadi beban. Baik bagi orang tua dan juga siswa.

- Advertisement -

Dengan harapan redefenisi makna belajar bagi guru dan siswa menjadi acuan dalam melakoni pembelajaran. Guru membuka diri untuk menjadi pendidik yang benar-benar disegani siswa dan tidak berprilaku yang tidak baik. 

Kita kembali bisa evaluasi diri saat berinteraksi dengan siswa. Bertutur kata dengan santun. Mendidik dengan hati dan tidak serta-merta berkata kasar dan melakukan aksi hempas pintu kelas saat lagi kesal.  Hal tidak terpuji ini menjadi model yang akan dikenang siswa untuk selama-lamanya. Mereka akan berpikir guru saja tidak memiliki etika bagaimana siswa bisa menjadikanya model.  Bagaima pula siswa menjadi lebih baik jika di didik dengan cara-cara  yang mengedepankan tidak mampu mengendalikan emosional.

- Advertisement -

Bagaimana pula peran  pendidik sebagai pribadi yang berkualitas? Tak ada salahnya ketika dalam pembelajaran memberikan siswa kesempatan untuk memilih. Tidak hanya terfokus pada guru tetapi lebih kepada " Student Center". Sehinga siswa merasa menjadi bagian dari kelas. Munculah rasa aman, nyaman dan merasa cocok berada di kelas tersebut. Dari sini tanpa kita sadari siswa bisa memenuhi kebutuhannya dan guru menjadi bagian dari pentingkan pencapaian tersebut.

Baca Juga:  Dinamika Perkuliahan Daring

Ketika siswa merasa dirinya memiliki kemampuan mengandalkan kemampuan yang dia miliki. Mampu bertangung jawab atas pembelajaran yang dilakukan saat itu. Situasi ini meunculkan sebuah atmosfir pembelajaran baru yang mana siswa mampu mengatasi kesulitan atau masalah yang ditemui. Kemudian mencoba untuk mencari solusi dengan kerja sama antar siswa. Pada akhirnya semua ini bisa mencerahkan siswa untuk lebih dewasa dan percaya diri ketika melewati semua proses yang telah dijalani.

Dari ulasan tersebut di atas sebagai pendidik butuh waktu dan perenungan lebih dalam. Selama ini apakah telah sukses melakoni peran sebagai pendidik dengan baik dan sesuai harapan.  Momen yang tepat ketika perayaan hari guru nasional tahun ini menjadi sandaran refleksi kita bersama untuk mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Semoga usaha-usaha untuk mencapai target-target pembelajran dalam redefenisi makna belajar bisa terwujud. Terlepas dari gagal atau sukses unu tergantung dari usaha kita bersama. Semoga itu cara positif memaknai Hari Guru Nasional.***

Dalam perayaan Hari Guru Nasional tahun ini, muncullah beberapa opini mengarah kepada evaluasi bagi kinerja yang telah guru laksanakan. Sudahkah guru memberikan makna belajar bagi murid? Sebuah perenungan bagi kita sebagai pendidik. Apa sebenarnya yang sudah kita lakukan? Apakah hadir di kelas hanya sekadar melepas tangung jawab. Kemudian keluar  kelas tanpa meninggalkan hal bermanfaat. Atau sebaliknya guru hadir di kelas namun dianggap tidak ada. Tak sedikit pun melakukan perubahan bagi siswa. Sementara siswa datang ke sekolah tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Menjadi harapan bagi orang tua.

Menurut penelitian para pakar pendidikan Weinstein (1997): "Peran guru paling utama adalah sebagai pendidik, menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin." Dari penelitian tersebut kita sebagai pendidik bisa melakukan refleksi pada diri sendiri. Apakah kita sudah sudah melakoni peran tersebut dengan sempurna? Atau masih dalam usaha menuju perbaikan diri atas  target-target yang belum terwujud.

Bukti-bukti di lapangan bisa kita lihat bersama. Sejauh mana kendala yang muncul saat makna belajar itu tidak sesuai dengan defenisi yang sesungguhnya. Terlihat dari cara kita melakoni profesi sebagai guru. Meskipun hal ini dilakukan setiap hari namun masih meninggalkan hal-hal yang mencoreng nama baik pendidik sendiri. Hingga memunculkan  image yang buruk dan gelar yang buruk dari prilaku oknum guru. Lagi-lagi pendidik harus siap menghadapi kendala-kendala ini. Dan berusaha menunjukan guru yang professional.

Baca Juga:  Strategi Bela Negara untuk Menyiapkan Generasi Berkualitas di Era Society 5.0

Bagaimana pula kualitas pembelajaran ketika pandemik covid-19 terjadi? Apakah guru dengan mudah bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada? Apakah guru siap dengan kebutuhan pembelajaran yang serba online?  Sebagai pendidik kita kembali melakukan evaluasi diri. Apakah tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai? Tak mudah bukan untuk menjawab tanpa bukti-bukti yang kongret? Namun munculnya opini-opini miring dari orang tua yang kewalahan harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru merupakan salah satu bentuk evaluasi. 

Guru selayaknya memiliki usaha menciptakan pembelajaran daring yang menyenangkan dan bukan menjadi beban. Baik bagi orang tua dan juga siswa.

Dengan harapan redefenisi makna belajar bagi guru dan siswa menjadi acuan dalam melakoni pembelajaran. Guru membuka diri untuk menjadi pendidik yang benar-benar disegani siswa dan tidak berprilaku yang tidak baik. 

Kita kembali bisa evaluasi diri saat berinteraksi dengan siswa. Bertutur kata dengan santun. Mendidik dengan hati dan tidak serta-merta berkata kasar dan melakukan aksi hempas pintu kelas saat lagi kesal.  Hal tidak terpuji ini menjadi model yang akan dikenang siswa untuk selama-lamanya. Mereka akan berpikir guru saja tidak memiliki etika bagaimana siswa bisa menjadikanya model.  Bagaima pula siswa menjadi lebih baik jika di didik dengan cara-cara  yang mengedepankan tidak mampu mengendalikan emosional.

Bagaimana pula peran  pendidik sebagai pribadi yang berkualitas? Tak ada salahnya ketika dalam pembelajaran memberikan siswa kesempatan untuk memilih. Tidak hanya terfokus pada guru tetapi lebih kepada " Student Center". Sehinga siswa merasa menjadi bagian dari kelas. Munculah rasa aman, nyaman dan merasa cocok berada di kelas tersebut. Dari sini tanpa kita sadari siswa bisa memenuhi kebutuhannya dan guru menjadi bagian dari pentingkan pencapaian tersebut.

Baca Juga:  Tembok Punya "Telinga"

Ketika siswa merasa dirinya memiliki kemampuan mengandalkan kemampuan yang dia miliki. Mampu bertangung jawab atas pembelajaran yang dilakukan saat itu. Situasi ini meunculkan sebuah atmosfir pembelajaran baru yang mana siswa mampu mengatasi kesulitan atau masalah yang ditemui. Kemudian mencoba untuk mencari solusi dengan kerja sama antar siswa. Pada akhirnya semua ini bisa mencerahkan siswa untuk lebih dewasa dan percaya diri ketika melewati semua proses yang telah dijalani.

Dari ulasan tersebut di atas sebagai pendidik butuh waktu dan perenungan lebih dalam. Selama ini apakah telah sukses melakoni peran sebagai pendidik dengan baik dan sesuai harapan.  Momen yang tepat ketika perayaan hari guru nasional tahun ini menjadi sandaran refleksi kita bersama untuk mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Semoga usaha-usaha untuk mencapai target-target pembelajran dalam redefenisi makna belajar bisa terwujud. Terlepas dari gagal atau sukses unu tergantung dari usaha kita bersama. Semoga itu cara positif memaknai Hari Guru Nasional.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari