Senin, 10 Maret 2025
spot_img

Modus Korupsi di PT Pertamina Patra Niaga

Beli Pertalite, Dioplos Jadi Pertamax

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim penyidik Jampidus Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus aroma korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.

Tujuh tersangka itu adalah RS (direktur utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional). Lalu, MKAR (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), serta GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).

Berdasar temuan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga membeli pertalite (ron 90) untuk ”di-blending” atau dioplos menjadi pertamax (ron 92). Pada saat pembelian, pertalite tersebut dibeli dengan harga pertamax.

Kepuspenkum Kejagung Harli Siregar menuturkan, RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk ron 92. Padahal, sebenarnya perusahaan hanya membeli ron 90 atau lebih rendah. Pertalite itu kemudian dioplos di storage atau depo untuk menjadi ron 92. ”Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Dia menerangkan, tim penyidik menyimpulkan, terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana yang dapat merugikan keuangan negara. Penetapan tujuh tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 96 saksi dan 2 orang ahli. Penyidik juga menyita 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.

Menurut dia, pemenuhan minyak mentah wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum merencanakan impor. ”Hal itu tegas diatur dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri,” terangnya.

Namun, berdasar hasil penyidikan, RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimasi hilir (OH). Hasil rapat itu dijadikan dasar untuk menurunkan readiness atau produksi kilang. Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya hingga akhirnya dilakukan impor. ”Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak,” ujarnya.

Baca Juga:  Masyarakat Bisa Ajukan Class Action

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) selaku perusahaan induk dari PT Pertamina Patra Niaga menghormati langkah hukum yang diambil Kejagung. Di tengah proses tersebut, Pertamina memastikan layanan distribusi energi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tetap berjalan lancar dan optimal. ”Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan berjalan normal seperti biasa,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso di Jakarta kemarin (25/2).

Fadjar memastikan, Pertamina berkomitmen menyediakan layanan energi untuk menopang kebutuhan harian masyarakat. Pertamina Group menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan good corporate governance (GCG) serta peraturan yang berlaku di Indonesia.

Fadjar mengungkapkan, Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah.

Presiden Harus Turun Tangan

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menuturkan, modus yang digunakan untuk merampok uang negara kali ini serupa dengan modus mafia migas sebelumnya. Yakni, mark-up impor minyak mentah dan BBM serta upgrade blending BBM dari pertalite (ron 90) menjadi pertamax (ron 92). ’’Dalam praktiknya, minyak mentah produksi dalam negeri ditolak diolah di kilang Pertamina dengan alasan spesifikasinya tidak sesuai dengan kualifikasi Kilang Pertamina sehingga harus impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (25/2).

Dengan alasan kapasitas kilang tidak memenuhi, BBM masih harus impor dalam jumlah besar. Harga impor minyak mentah dan BBM itu telah di-mark-up sehingga merugikan keuangan negara yang harus membayar impor tersebut lebih mahal. Mark-up juga dilakukan pada kontrak pengiriman (shipping) dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13 persen hingga 15 persen.

Tindak pidana korupsi itu tidak hanya merampok uang negara, tetapi juga merugikan masyarakat sebagai konsumen BBM. Sebab, masyarakat membayar harga pertamax, namun yang diperoleh justru pertalite yang harganya lebih murah.

Baca Juga:  Ini Alasan Bahlil Usul Buka Investasi Miras di Empat Provinsi

’’Agar perampokan itu tidak terulang, aparat hukum harus mengganjar hukuman seberat-beratnya bagi tersangka. Lalu, Pertamina harus melakukan operasi pembersihan besar-besaran terhadap oknum mafia migas yang masih bercokol di lingkungan Pertamina,’’ jelas Fahmy.

Fahmy juga mendorong Presiden Prabowo Subianto menjadi panglima dalam pemberantasan mafia migas. Sebab, mafia migas itu diduga merupakan persekutuan sejumlah pihak. Antara lain, oknum Pertamina, pemerintah, DPR, dan backing aparat. ’’Tanpa peran aktif presiden, jangan harap mafia migas yang powerful dapat diberantas dan mustahil perampokan uang negara tidak terulang,’’ tegasnya.

Kemasukan BBM Oplosan, Bersihkan Tangki

Bahan bakar minyak (BBM) oplosan memiliki dampak signifikan terhadap kendaraan. Pengoplosan dengan angka oktan berbeda namun kualitas yang sama memang hanya akan menurunkan performa mesin. Tapi, bila disertai turunnya kualitas, berpotensi merusak.

Pengamat otomotif senior Bebi Djuana menuturkan, yang paling bahaya memang kalau turunnya angka oktan disertai perbedaan kualitas antar kedua BBM yang dioplos. Tidak tertutup kemungkinan dari euro4 menjadi euro2.

Menurut Bebi, pemilik kendaraan tidak hanya mengalami penurunan performa mesin. Tapi, juga mulai menimbun karbon di ruang pembakaran, mengotori klep (valve), hingga menyumbat catalytic converter.

”Jelas, biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi semua itu tidaklah kecil,” terangnya ketika dihubungi JPG, kemarin (25/2).

Untuk jangka waktu menengah, ada indikasi perubahan yang lain, misalnya temperatur cenderung naik, knalpot mulai berasap, suara mesin menjadi kasar, dan sebagainya. ”Pengemudi yang mengenal kendaraannya dengan baik tentu bisa merasakan perubahan yang terjadi,” ujarnya.

Pada kondisi mesin yang sudah buruk atau tidak terawat, biasanya terjadi efek yang lebih parah. ”Sering kali tangki bensin yang sudah kotor, filter dan pompa BBM ke mesin, jalur bahan bakar ke mesin juga tidak terawat dengan baik,” urainya.

Menurut dia, kalau positif kemasukan BBM oplosan, tangki kendaraan sebaiknya dibersihkan. ”Bisa dimulai dari kuras tangki, periksa kondisi ruang pembakaran, dan bersihkan injektor,” katanya.(idr/c19/ttg/oni/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim penyidik Jampidus Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus aroma korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.

Tujuh tersangka itu adalah RS (direktur utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional). Lalu, MKAR (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), serta GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).

- Advertisement -

Berdasar temuan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga membeli pertalite (ron 90) untuk ”di-blending” atau dioplos menjadi pertamax (ron 92). Pada saat pembelian, pertalite tersebut dibeli dengan harga pertamax.

Kepuspenkum Kejagung Harli Siregar menuturkan, RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk ron 92. Padahal, sebenarnya perusahaan hanya membeli ron 90 atau lebih rendah. Pertalite itu kemudian dioplos di storage atau depo untuk menjadi ron 92. ”Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

- Advertisement -

Dia menerangkan, tim penyidik menyimpulkan, terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana yang dapat merugikan keuangan negara. Penetapan tujuh tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 96 saksi dan 2 orang ahli. Penyidik juga menyita 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.

Menurut dia, pemenuhan minyak mentah wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum merencanakan impor. ”Hal itu tegas diatur dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri,” terangnya.

Namun, berdasar hasil penyidikan, RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimasi hilir (OH). Hasil rapat itu dijadikan dasar untuk menurunkan readiness atau produksi kilang. Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya hingga akhirnya dilakukan impor. ”Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak,” ujarnya.

Baca Juga:  Tersedak

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) selaku perusahaan induk dari PT Pertamina Patra Niaga menghormati langkah hukum yang diambil Kejagung. Di tengah proses tersebut, Pertamina memastikan layanan distribusi energi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tetap berjalan lancar dan optimal. ”Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan berjalan normal seperti biasa,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso di Jakarta kemarin (25/2).

Fadjar memastikan, Pertamina berkomitmen menyediakan layanan energi untuk menopang kebutuhan harian masyarakat. Pertamina Group menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan good corporate governance (GCG) serta peraturan yang berlaku di Indonesia.

Fadjar mengungkapkan, Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah.

Presiden Harus Turun Tangan

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menuturkan, modus yang digunakan untuk merampok uang negara kali ini serupa dengan modus mafia migas sebelumnya. Yakni, mark-up impor minyak mentah dan BBM serta upgrade blending BBM dari pertalite (ron 90) menjadi pertamax (ron 92). ’’Dalam praktiknya, minyak mentah produksi dalam negeri ditolak diolah di kilang Pertamina dengan alasan spesifikasinya tidak sesuai dengan kualifikasi Kilang Pertamina sehingga harus impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (25/2).

Dengan alasan kapasitas kilang tidak memenuhi, BBM masih harus impor dalam jumlah besar. Harga impor minyak mentah dan BBM itu telah di-mark-up sehingga merugikan keuangan negara yang harus membayar impor tersebut lebih mahal. Mark-up juga dilakukan pada kontrak pengiriman (shipping) dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13 persen hingga 15 persen.

Tindak pidana korupsi itu tidak hanya merampok uang negara, tetapi juga merugikan masyarakat sebagai konsumen BBM. Sebab, masyarakat membayar harga pertamax, namun yang diperoleh justru pertalite yang harganya lebih murah.

Baca Juga:  Minta Keterangan Dua Ahli, Penyidik Terus Usut Kasus SPPD Fiktif

’’Agar perampokan itu tidak terulang, aparat hukum harus mengganjar hukuman seberat-beratnya bagi tersangka. Lalu, Pertamina harus melakukan operasi pembersihan besar-besaran terhadap oknum mafia migas yang masih bercokol di lingkungan Pertamina,’’ jelas Fahmy.

Fahmy juga mendorong Presiden Prabowo Subianto menjadi panglima dalam pemberantasan mafia migas. Sebab, mafia migas itu diduga merupakan persekutuan sejumlah pihak. Antara lain, oknum Pertamina, pemerintah, DPR, dan backing aparat. ’’Tanpa peran aktif presiden, jangan harap mafia migas yang powerful dapat diberantas dan mustahil perampokan uang negara tidak terulang,’’ tegasnya.

Kemasukan BBM Oplosan, Bersihkan Tangki

Bahan bakar minyak (BBM) oplosan memiliki dampak signifikan terhadap kendaraan. Pengoplosan dengan angka oktan berbeda namun kualitas yang sama memang hanya akan menurunkan performa mesin. Tapi, bila disertai turunnya kualitas, berpotensi merusak.

Pengamat otomotif senior Bebi Djuana menuturkan, yang paling bahaya memang kalau turunnya angka oktan disertai perbedaan kualitas antar kedua BBM yang dioplos. Tidak tertutup kemungkinan dari euro4 menjadi euro2.

Menurut Bebi, pemilik kendaraan tidak hanya mengalami penurunan performa mesin. Tapi, juga mulai menimbun karbon di ruang pembakaran, mengotori klep (valve), hingga menyumbat catalytic converter.

”Jelas, biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi semua itu tidaklah kecil,” terangnya ketika dihubungi JPG, kemarin (25/2).

Untuk jangka waktu menengah, ada indikasi perubahan yang lain, misalnya temperatur cenderung naik, knalpot mulai berasap, suara mesin menjadi kasar, dan sebagainya. ”Pengemudi yang mengenal kendaraannya dengan baik tentu bisa merasakan perubahan yang terjadi,” ujarnya.

Pada kondisi mesin yang sudah buruk atau tidak terawat, biasanya terjadi efek yang lebih parah. ”Sering kali tangki bensin yang sudah kotor, filter dan pompa BBM ke mesin, jalur bahan bakar ke mesin juga tidak terawat dengan baik,” urainya.

Menurut dia, kalau positif kemasukan BBM oplosan, tangki kendaraan sebaiknya dibersihkan. ”Bisa dimulai dari kuras tangki, periksa kondisi ruang pembakaran, dan bersihkan injektor,” katanya.(idr/c19/ttg/oni/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari