Jumat, 20 September 2024

Trump Punya Senjata Ekonomi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Seberapa pun kerasnya Demokrat menyangkal motif politik dalam kasus pemakzulan, seluruh publik tak akan percaya. Pada akhirnya, upaya yang dilakukan Dewan Perwakilan AS digerakkan langsung oleh elite politik partai berlambang keledai itu. Trump sendiri sudah memilih tameng terhadap serangan politik Demokrat. Ekonomi.

Trump memang punya reputasi buruk dalam aspek politik dan moral. Namun, reputasinya di bidang ekonomi beda cerita. Trump adalah konglomerat yang mengklaim dirinya pebisnis yang selalu menang dalam kompetisi apa pun.

Kenyataannya, kinerja ekonomi AS cemerlang di bawah kepemimpinannya. Jumat lalu pemerintah melaporkan penambahan angkatan kerja sebanyak 266.000 selama November. Angka pengangguran nasional pun turun menjadi 3,5 persen. Rekor terendah sejak 1969.

"Angka pengangguran terendah dalam beberapa tahun terakhir dan kami mungkin mencetak sejarah," ujar Trump.

- Advertisement -

Trump menggunakan prestasi itu sebagai senjata politik. Dia mengeklaim proses pemakzulan menghalanginya untuk bekerja secara maksimal. Karena itu, potensi ekonomi AS belum mencapai maksimal.

Baca Juga:  Arie Untung sampai Dude Harlino Hadiri Resepsi Pernikahan UAS-Fatimah

"Tanpa pertunjukan horor dari sayap kiri radikal, ekonomi akan jauh lebih baik," ujarnya.

- Advertisement -

Trump berharap pemilih punya pemikiran serupa. Yang paling penting adalah uang. Menurut dia, rakyat Amerika seharusnya lebih khawatir dengan isu rumah tangga sendiri daripada isu politik luar negeri.

"Percakapan telepon antara Trump dan presiden Ukraina tak memengaruhi kehidupan siapa pun (di AS, Red). Pekerjaan dengan gaji besarlah yang memengaruhinya," ujar Brad Parscale, manajer kampanye Trump, kepada New York Times.

Sayang, tameng Trump tak terlalu mumpuni. Elektabilitas Trump di mata rakyat AS masih saja menurun. Menurut data terbaru, kepercayaan terhadap Trump turun 2 persen menjadi 41 persen. Tonny Fratto, pendiri lembaga humas Hamilton Place Strategies, mengatakan bahwa Trump bakal lebih populer jika tak punya terlalu banyak skandal.

"Saat ini pemilih mungkin merasa pertumbuhan ekonomi negara adalah hal yang wajar. Karena itu, mereka lebih fokus terhadap perilaku presiden,'' ujarnya.

Baca Juga:  Begini Kondisi Paru-Paru Saat Terpapar Polusi, Asap Rokok, dan Vape

Faktor lainnya datang dari senjata Trump. Yakni, ejekan dan cemoohan terhadap Demokrat. Menurut pengamat, Trump lebih semangat membicarakan keburukan Demokrat daripada prestasi ekonominya.

Padahal, banyak politikus Republik dan pebisnis AS yang sedang butuh dukungan. AS saat ini sedang berada di momen puncak. Perusahaan sudah mempekerjakan 2,2 juta jiwa dalam 12 tahun terakhir. Pertumbuhan itu datang meskipun perang dagang sedang bergejolak dan menghalangi beberapa aspek bisnis.

Trump sendiri sudah menegaskan bahwa negosiasi dagang dengan Tiongkok bakal bertahan sampai Pemilu 2020. Hal tersebut membuat banyak pengusaha keder. Itu berarti pajak tinggi untuk impor Tiongkok masih akan bertahan setidaknya 11 bulan ke depan.

"Kita benar-benar ada di tanah asing. Kita tak tahu apa yang akan terjadi tahun depan," ujar Ernie Tedeschi, pakar ekonomi dari Evercore ISI.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Seberapa pun kerasnya Demokrat menyangkal motif politik dalam kasus pemakzulan, seluruh publik tak akan percaya. Pada akhirnya, upaya yang dilakukan Dewan Perwakilan AS digerakkan langsung oleh elite politik partai berlambang keledai itu. Trump sendiri sudah memilih tameng terhadap serangan politik Demokrat. Ekonomi.

Trump memang punya reputasi buruk dalam aspek politik dan moral. Namun, reputasinya di bidang ekonomi beda cerita. Trump adalah konglomerat yang mengklaim dirinya pebisnis yang selalu menang dalam kompetisi apa pun.

Kenyataannya, kinerja ekonomi AS cemerlang di bawah kepemimpinannya. Jumat lalu pemerintah melaporkan penambahan angkatan kerja sebanyak 266.000 selama November. Angka pengangguran nasional pun turun menjadi 3,5 persen. Rekor terendah sejak 1969.

"Angka pengangguran terendah dalam beberapa tahun terakhir dan kami mungkin mencetak sejarah," ujar Trump.

Trump menggunakan prestasi itu sebagai senjata politik. Dia mengeklaim proses pemakzulan menghalanginya untuk bekerja secara maksimal. Karena itu, potensi ekonomi AS belum mencapai maksimal.

Baca Juga:  Dihadiri Raffi dan Nagita, Grand Opening Marawa Beach Club di Padang Meriah

"Tanpa pertunjukan horor dari sayap kiri radikal, ekonomi akan jauh lebih baik," ujarnya.

Trump berharap pemilih punya pemikiran serupa. Yang paling penting adalah uang. Menurut dia, rakyat Amerika seharusnya lebih khawatir dengan isu rumah tangga sendiri daripada isu politik luar negeri.

"Percakapan telepon antara Trump dan presiden Ukraina tak memengaruhi kehidupan siapa pun (di AS, Red). Pekerjaan dengan gaji besarlah yang memengaruhinya," ujar Brad Parscale, manajer kampanye Trump, kepada New York Times.

Sayang, tameng Trump tak terlalu mumpuni. Elektabilitas Trump di mata rakyat AS masih saja menurun. Menurut data terbaru, kepercayaan terhadap Trump turun 2 persen menjadi 41 persen. Tonny Fratto, pendiri lembaga humas Hamilton Place Strategies, mengatakan bahwa Trump bakal lebih populer jika tak punya terlalu banyak skandal.

"Saat ini pemilih mungkin merasa pertumbuhan ekonomi negara adalah hal yang wajar. Karena itu, mereka lebih fokus terhadap perilaku presiden,'' ujarnya.

Baca Juga:  Susah Bangun

Faktor lainnya datang dari senjata Trump. Yakni, ejekan dan cemoohan terhadap Demokrat. Menurut pengamat, Trump lebih semangat membicarakan keburukan Demokrat daripada prestasi ekonominya.

Padahal, banyak politikus Republik dan pebisnis AS yang sedang butuh dukungan. AS saat ini sedang berada di momen puncak. Perusahaan sudah mempekerjakan 2,2 juta jiwa dalam 12 tahun terakhir. Pertumbuhan itu datang meskipun perang dagang sedang bergejolak dan menghalangi beberapa aspek bisnis.

Trump sendiri sudah menegaskan bahwa negosiasi dagang dengan Tiongkok bakal bertahan sampai Pemilu 2020. Hal tersebut membuat banyak pengusaha keder. Itu berarti pajak tinggi untuk impor Tiongkok masih akan bertahan setidaknya 11 bulan ke depan.

"Kita benar-benar ada di tanah asing. Kita tak tahu apa yang akan terjadi tahun depan," ujar Ernie Tedeschi, pakar ekonomi dari Evercore ISI.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari