JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Serikat buruh mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Desakan disampaikan dalam aksi demonstrasi yang digelar di depan Istana, Jakarta, Kamis (6/6).
Ratusan massa buruh memadati area patung kuda sejak pukul 10.00 WIB pagi. Mereka datang dari berbagai wilayah di kawasan Jabodetabek. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said
Iqbal mengungkapkan, ada sejumlah tuntutan yang dibawa oleh para buruh pada aksi demonstrasi ini. Utamanya, menuntut agar PP Nomor 21 Tahun 2024 dicabut.
”Kami meminta di depan Istana agar Bapak Presiden Jokowi mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tersebut,” ujarnya, Kamis (6/6). Said pun menegaskan kembali, program ini harus dibatalkan. Sebab sangat merugikan dan membebani buruh/pekerja lantaran beberapa tahun terakhir tak ada kenaikan gaji signifikan. Daya beli buruh/pekerja pun ikut turun drastis hingga 30 persen.
”Gaji buruh sudah dipotong hampir 12 persen, pengusaha hampir dipotong 18 persen. Buruh dipotong jaminan pensiun 1 persen, jaminan kesehatan 1 persen, PPh 21 pajak 5 persen, jaminan hari tua 2 persen, lalu sekarang Tapera 2,5 persen. Total mendekati hampir 12 persen. Bisa-bisa buruh pulang ke rumah cuma bawa slip gaji,” keluhnya.
Tak hanya itu, dalam program ini, tak ada jaminan buruh bakal langsung mendapat rumah ketika pensiun. Belum lagi, ada kekhawatiran besar terhadap peluang terjadinya korupsi dalam pengelolaan dana Tapera ini. Mengingat, tidak sedikit kasus korupsi yang terjadi oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan. Sebut saja kasus ASABRI dan Taspen.
”Di ASABRI, dikorupsi besar-besaran. Taspen juga korupsi besar-besaran. Itu dikelola oleh pemerintah, oleh para menteri yang bertanggung jawab, dikorupsi. Kami masyarakat sipil, khususnya buruh, tidak rela uang kami dikorupsi,” tegasnya.
Apalagi, lanjut dia, iuran yang dibayarkan untuk Tapera ini hanya berasal dari pendapatan pengusaha dan potongan upah pekerja. Sementara lucunya, pemerintah hanya mengelola. Karenanya, lanjut dia, buruh mendesak agar PP Tapera dicabut.
Dia memastikan, bahwa aksi demo kemarin hanya awal pergerakan dari para buruh jika Presiden Jokowi tetap melenggangkan program tersebut berjalan. ”Bilamana ini tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yang lebih meluas di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Aksi ini nantinya bakal melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas di 38 provinsi. Selain itu, ikhtiar lainnya juga bakal diusahakan oleh para buruh. Presiden Partai Buruh itu menyebut, pihaknya juga akan menempuh langkah hukum melalui judicial review soal aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA) hingga Mahkamah Konstitusi (MK). ”Mungkin pekan depan judicial review PP Nomor 21 Tahun 2024 ke MA dan kami juga mempersiapkan dua minggu ke depan ke MK terhadap UU MK,” tuturnya.
Di samping itu, Said turut menyindir para anggota dewan di Senayan agar tak diam saja atas kebijakan pemerintah yang ‘’ugal-ugalan’’ ini. Menurutnya, DPR juga ikut tanggung jawab besar atas kesejahteraan rakyat. ”Jangan cuci tangan, kan dia yang bikin UU-nya juga. Semoga DPR dan pemerintahan yang baru, Presiden yang baru bisa mendengarkan suara hati rakyat buruh dan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri PUPR yang juga Ketua Komite Badan Pengelola (BP) Tapera Basuki Hadimuljono dicecar anggota dewan soal Tapera dalam rapat kerja (Raker) Komisi V DPR RI, Kamis (6/6). Awalnya, rapat membahas evaluasi APBN 2024 dan rencana kerja anggaran 2025. Namun, sejumlah anggota DPR tampaknya tidak bisa membendung keinginanya untuk bertanya tentang Tapera yang sedang mendapat penolakan masyarakat.
Salah satu pertanyaan diajukan anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri. Politisi PDI Perjuangan itu mempertanyakan terkait keperluan perumahan untuk pekerja di Indonesia. Irine mengaku, belum mendapatkan hitungan data yang detail terkait keperluan perumahan bagi pekerja. Dia juga bertanya soal proyeksi kontribusi Tapera bagi perumahan pekerja.”Mohon ada perhitungan detail dari Dirjen Perumahan. Misalnya untuk ASN dan pekerja swasta bagaimana?” terangnya.(mia/lum/jpg)