Rabu, 18 September 2024

KPK Panggil Nurhadi dan Menantunya Terkait Mafia Perkara MA

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi, dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ketiganya yakni, mantan Sekretaris MA, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.

“Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk menyelesaikan berkas perkara,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Jumat (3/1).

KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada Senin (16/12) lalu. Lembaga antirasuah tengah fokus menelusuri aliran dana suap yang diterima oleh Nurhadi. Penelusuran dilakukan melalui pemeriksaan para saksi, salah satunya mantan Direksi PT MIT, Reki Mamesah alias Eki, dan seorang notaris bernama Zainuddin.

Bersama Resky, Nurhadi diduga telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa sembilan lembar cek, dengan nilai total Rp 46 miliar dari Hiendra.

- Advertisement -

Uang yang diterima Nurhadi diduga berasal dari beberapa sumber. Pertama, berasal dari penangan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.

Baca Juga:  Lucinta Luna Pikir-Pikir Divonis 1,5 Tahun Penjara

Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali atau PK, atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.

- Advertisement -

Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam kasus ini, Nurhadi menerima suap agar eksekusi tersebut dapat ditangguhkan.

Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp 33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.

Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga penyerahan uang itu sengaja dilakukan terpisah, agar tidak mencurigakan karena nilai transaksinya terbilang besar.

Nurhadi juga diduga telah menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut diberikan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.

Baca Juga:  Disiapkan Beasiswa, Total Rp25 Juta

Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, subsider Pasal 5 ayat (2), lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Editor : Deslina
Sumber: jawapos.com

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi, dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ketiganya yakni, mantan Sekretaris MA, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.

“Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk menyelesaikan berkas perkara,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Jumat (3/1).

KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada Senin (16/12) lalu. Lembaga antirasuah tengah fokus menelusuri aliran dana suap yang diterima oleh Nurhadi. Penelusuran dilakukan melalui pemeriksaan para saksi, salah satunya mantan Direksi PT MIT, Reki Mamesah alias Eki, dan seorang notaris bernama Zainuddin.

Bersama Resky, Nurhadi diduga telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa sembilan lembar cek, dengan nilai total Rp 46 miliar dari Hiendra.

Uang yang diterima Nurhadi diduga berasal dari beberapa sumber. Pertama, berasal dari penangan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.

Baca Juga:  Pemecatan Helmy Yahya Jangan Diseret ke Ranah Politis

Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali atau PK, atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.

Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam kasus ini, Nurhadi menerima suap agar eksekusi tersebut dapat ditangguhkan.

Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp 33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.

Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga penyerahan uang itu sengaja dilakukan terpisah, agar tidak mencurigakan karena nilai transaksinya terbilang besar.

Nurhadi juga diduga telah menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut diberikan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.

Baca Juga:  Stres Pengaruhi Imunitas Tubuh

Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, subsider Pasal 5 ayat (2), lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Editor : Deslina
Sumber: jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari