Senin, 20 Mei 2024

Pemerintah Harus Tegas

KOTA (RIAUPOS.CO) — Maraknya juru parkir (jukir) yang mengutip tidak sesuai perda membut masyarakat resah bukan kepalang. Masalah timbul ketika harga parkir kendaraan roda dua yang sesuai perda hanya seribu rupiah, di beberapa tempat beberapa jukir meminta melebihi batas yaitu Rp2.000. Begitu pun dengan tarif mobil yang Rp2.000 diminta Rp5.000.

Hal itu turut ditanggapi oleh Pengamat Kebijakan Publik Saiman Pakpahan. Menurutnya, jika dilihat fenomena itu, memang porsi yang paling besar ada pada pemerintah kota. 

Yamaha

"Pemerintah kota bersama dengan DPRD itu sudah punya peraturan daerah (perda) tentang retribusi parkir," sebutnya.

Secara normatif, terkait adanya gejala jukir yang nakal dan tidak tercapainya PAD dari aspek parkir itu gampang ditelusuri. "Supaya PAD-nya tercapai, pertama yang harus dilihat ya perdanya. Perda parkir itu melihat tentang apa? Karena kalau saya nggak salah dalam perda ada perda di tepi jalan dan non di tepi jalan (pertokoan, perkantoran dan lainnya, red)," jelasnya.

Lebih lanjut, yang menjadi perhatian publik adalah di pinggir jalan karena berkaitan dengan akses pelayanan. Di mana masyarakat memberikan uang maka masyarakat harus mendapatkan pelayanan itu. Maka dari retribusi itu semangatnya di situ.

- Advertisement -
Baca Juga:  Polda Riau Akan Berkoordinasi dengan Interpol

"Jika dijumpai jumlah uang yang tidak sesuai dengan perda maka bahaya dalam kebijakan dokumen parkir itu. Kalau dalam implementasi kebijakan parkir itu tidak sesuai maka siapa pemerintah. Karena pemerintah yang punya perda tentang itu ditujukan untuk mengatur dan menertibkan parkir dengan bekerja sama pihak ketiga (pemilik kantor atau toko)," ucapnya.

Kemudian, dalam perjanjian pihak ketiga ada tidak perjanjian tentang itu. Artinya mengatur di luar perda yang sudah ditetapkan maka pemerintah berhak sewaktu-waktu menarik atau memutuskan kerjasama dengan pihak ketiga. 

- Advertisement -

"Jadi, dalam situasi seperti itu maka kita berharap kepada pemerintah untuk tidak berlama-lama dalam gejala seperti ini. Mereka harus segera turun untuk mencari realitas empiriknya. Apakah memang benar terdapat banyak jukir yang nakal. Kalau memang banyak tinggal narik pihak ketiga aja," ujarnya.

Domain publik adalah pemerintah. Maka, jika pihak ketiganya bermasalah maka dengan gampang pemerintah memutus kerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai jukir. Persoalan timbul terkait kerjasama tadi.

Baca Juga:  BPU LAMR Santuni Anak Yatim Pekanbaru

"Jika dibiarkan begitu saja, masyarakat tidak bisa merubah keadaan itu. Karena yang bisa merubah ya pemerintah yang dituntut untuk tegas karena tugasnya," paparnya.

Perihal gaji terhadap jukir bukanlah urusan pemerintah. Saiman katakan, jukir digaji oleh perusahaan tempatnya bekerja. Urusan pemerintah adalah dengan perusahaan dimana melibatkan pihak ketiga untuk bersama-sama mengelola parkir. 

Masih kata Saiman, bagi pemerintah yang terpenting parkir dikelola dengan baik. Tidak ada jukir yang nakal ynag sudah disepakati di perda. Urusan pemerintah lainnya, berkaitan dengan masyarakat.

"Jika menerima aduan masyarakat sudah resah, artinya harus dipersoalkan oleh pemerintah. Lembaga pihak ketiganya ini serius atau tidak mengelola parkir," terangnya.

Titik lainnya, pemerintah harus transparan terkait sosialisasi perda perparkiran. Permasalahannya, jukir dengan masyarakat tau tidak tentang perda. 

"Sosialisasinya dimana coba? Kalau papan pengumuman bisa di atur dengan baik mungkin bisa membantu masyarakat. Tapi persoalannya papan pengumumannya itu di mana? Selama ini hanya dipasang di jalan-jalan saja kan," tegasnya.(*3)

KOTA (RIAUPOS.CO) — Maraknya juru parkir (jukir) yang mengutip tidak sesuai perda membut masyarakat resah bukan kepalang. Masalah timbul ketika harga parkir kendaraan roda dua yang sesuai perda hanya seribu rupiah, di beberapa tempat beberapa jukir meminta melebihi batas yaitu Rp2.000. Begitu pun dengan tarif mobil yang Rp2.000 diminta Rp5.000.

Hal itu turut ditanggapi oleh Pengamat Kebijakan Publik Saiman Pakpahan. Menurutnya, jika dilihat fenomena itu, memang porsi yang paling besar ada pada pemerintah kota. 

"Pemerintah kota bersama dengan DPRD itu sudah punya peraturan daerah (perda) tentang retribusi parkir," sebutnya.

Secara normatif, terkait adanya gejala jukir yang nakal dan tidak tercapainya PAD dari aspek parkir itu gampang ditelusuri. "Supaya PAD-nya tercapai, pertama yang harus dilihat ya perdanya. Perda parkir itu melihat tentang apa? Karena kalau saya nggak salah dalam perda ada perda di tepi jalan dan non di tepi jalan (pertokoan, perkantoran dan lainnya, red)," jelasnya.

Lebih lanjut, yang menjadi perhatian publik adalah di pinggir jalan karena berkaitan dengan akses pelayanan. Di mana masyarakat memberikan uang maka masyarakat harus mendapatkan pelayanan itu. Maka dari retribusi itu semangatnya di situ.

Baca Juga:  25 Penumpang Pesawat Sudah Diarahkan Periksakan Diri

"Jika dijumpai jumlah uang yang tidak sesuai dengan perda maka bahaya dalam kebijakan dokumen parkir itu. Kalau dalam implementasi kebijakan parkir itu tidak sesuai maka siapa pemerintah. Karena pemerintah yang punya perda tentang itu ditujukan untuk mengatur dan menertibkan parkir dengan bekerja sama pihak ketiga (pemilik kantor atau toko)," ucapnya.

Kemudian, dalam perjanjian pihak ketiga ada tidak perjanjian tentang itu. Artinya mengatur di luar perda yang sudah ditetapkan maka pemerintah berhak sewaktu-waktu menarik atau memutuskan kerjasama dengan pihak ketiga. 

"Jadi, dalam situasi seperti itu maka kita berharap kepada pemerintah untuk tidak berlama-lama dalam gejala seperti ini. Mereka harus segera turun untuk mencari realitas empiriknya. Apakah memang benar terdapat banyak jukir yang nakal. Kalau memang banyak tinggal narik pihak ketiga aja," ujarnya.

Domain publik adalah pemerintah. Maka, jika pihak ketiganya bermasalah maka dengan gampang pemerintah memutus kerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai jukir. Persoalan timbul terkait kerjasama tadi.

Baca Juga:  Persoalan Banjir Jadi Tanggung Jawab Bersama

"Jika dibiarkan begitu saja, masyarakat tidak bisa merubah keadaan itu. Karena yang bisa merubah ya pemerintah yang dituntut untuk tegas karena tugasnya," paparnya.

Perihal gaji terhadap jukir bukanlah urusan pemerintah. Saiman katakan, jukir digaji oleh perusahaan tempatnya bekerja. Urusan pemerintah adalah dengan perusahaan dimana melibatkan pihak ketiga untuk bersama-sama mengelola parkir. 

Masih kata Saiman, bagi pemerintah yang terpenting parkir dikelola dengan baik. Tidak ada jukir yang nakal ynag sudah disepakati di perda. Urusan pemerintah lainnya, berkaitan dengan masyarakat.

"Jika menerima aduan masyarakat sudah resah, artinya harus dipersoalkan oleh pemerintah. Lembaga pihak ketiganya ini serius atau tidak mengelola parkir," terangnya.

Titik lainnya, pemerintah harus transparan terkait sosialisasi perda perparkiran. Permasalahannya, jukir dengan masyarakat tau tidak tentang perda. 

"Sosialisasinya dimana coba? Kalau papan pengumuman bisa di atur dengan baik mungkin bisa membantu masyarakat. Tapi persoalannya papan pengumumannya itu di mana? Selama ini hanya dipasang di jalan-jalan saja kan," tegasnya.(*3)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari