PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Terdakwa korupsi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Desa Pelantai, Kecamatan Merbau, Kepulauan Meranti Nursilawati alias Mala, dituntut 2 tahun 6 bulan penjara. Tuntutan ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jenti Siburian Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (6/5).
Mala, selaku Ketua Pengelola Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP) Pelantai Mandiri Desa Pelantai dijerat dugaan korupsi sebesar Rp276,8 juta.
JPU menyakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
“Menuntut agar menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 2 tahun dan 6 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” tuntut JPU.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa agar dihukum membayar pidana denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar maka diganti dengan 6 bulan kurungan. Mala juga dituntut membayar denda sebesar kerugian negara yang ditimbulkannya.
“Meminta yang mulia majelis hakim agar menetapkan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp276.894.066. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” baca JPU.
Atas tuntutan JPU tersebut terdakwa melalui kuasa hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi). Ketua Majelis Hakim Yuli Artha Pujayotama kemudian menunda sidang hingga pekan depan.
Kerugian negara Rp276,8 juta itu terjadi selama rentang 2013-2020 lalu di mana terdakwa sebagai pengelola UED-SP telah melakukan menyelewengkan dana simpan pinjam para nasabah.
Dalam dakwaannya JPU menilai pengelolaan UED-SP Pelantai Mandiri Desa Pelantai tidak mengacu pada peraturan. Akibatnya, terdakwa memperkaya diri dan orang lain.
Di antaranya penyelewengan dana itu adalah, pinjaman dana dengan memakai atas nama orang lain sebesar Rp25 juta. Terdapat Alokasi Jasa Pinjaman dari tahun 2014 sampai dengan 2019 yang dialokasikan untuk cadangan modal, namun tidak disetorkan ke rekening DUD sebesar Rp16,5 juta.
Lalu ada alokasi jasa pinjaman dari 2014 hingga 2019 yang dialokasikan untuk APBDes, namun tidak disetorkan ke rekening DUD sebesar Rp5,5 juta. Kemudian pinjaman yang tidak sesuai prosedur peminjaman sebesar Rp93,5 juta.
JPU juga menyebutkan ada pendapatan UED-SP Januari – April 2020 yang dikuasai tidak disetorkan terdakwa ke rekening DUD Pelantai sebesar Rp78,23 juta. Terdakwa juga diketahui telah menggunakan saldo kas tunai sebesar Rp58 jutaan untuk keperluan sehari-seharinya secara tidak sesuai ketentuan.
Sejumlah penyelewengan tersebut, sesuai audit, telah menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara sebesar Rp276,8 juta.(end)