PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatur kembali subjek dan objek penerima fasilitas bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan, ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari pasal 6 PP Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
"Hal ini ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam berusaha dan memberikan kepastian hukum," ujar Neilmaldrin Noor, Kamis (9/9).
Dikatakan Neilmardin, dengan aturan baru, maka pemerintah menambah kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC) yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi sebagai subjek penerima fasilitas bebas PPN.
Kontraktor EPC mendapat fasilitas bebas PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, namun tidak termasuk suku cadang yang digunakan secara langsung oleh PKP dalam menghasilkan BKP. Selanjutnya, pemerintah menambah liquefied natural gas sebagai objek bebas PPN.
Begitu pun memperluas definisi mesin dan peralatan pabrik termasuk unit pembangkit listrik yang merupakan bagian terintegrasi dari industri pengolahan yang memiliki izin usaha penyediaan listrik. Kemudian, pihaknya menambah ketentuan biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik termasuk dalam pengertian listrik bebas PPN.
"Selain mengatur kembali subjek dan objek yang mendapat fasilitas bebas PPN, ketentuan baru ini juga mengatur tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari PPN serta pembayaran PPN BKP strategis tertentu," tukas Neilmadrin.
Rincian pemberian fasilitas dibebaskan dari PPN yang diatur dalam ketentuan ini yaitu, tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik menggunakan surat keterangan bebas (SKB) PPN. PKP mengajukan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui SINSW.
Lalu, perubahan mekanisme penerbitan SKB PPN yang semula manual menjadi otomasi, simplifikasi, dan terintegrasi dengan sistem informasi pada DJBC Kemenkeu, Kementerian Investasi, serta Lembaga National Single Window.(anf)