SIAK (RIAUPOS.CO) — Babak baru sidang perkara pemalsuan SK Menhut RI Nomor 17/Kpts.II/1998 di Pengadilan Negeri (PN) Siak Sriindrapura bakal dibawa ke Mahkamah Agung (MA). Sebab dari sidang pembacaan vonis, Selasa (23/7), hakim membebaskan kedua terdakwa, Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan mantan Kadishutbun Siak Teten Effendi.
Dengan hasil putusan bebas ini, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) bakal melakukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan yang diberikan majelis hakim tersebut. Dua terdakwa yang didakwa memalsukan SK Menhut tersebut didakwa JPU dengan pasal 263 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang dugaan pemalsuan SK pelepasan kawasan hutan, dengan tuntutan 2,5 tahun.
Sidang agenda putusan itu dipimpin hakim ketua Roza Elafrina dan didampingi hakim anggota Risca Faharwati dan Selo Tantular. Amar putusan dibacakan hakim ketua Roza Elafrina bergantian dengan hakim anggota Selo Tantular.
Sementara terdakwa dalam sidang kemarin didampingi penasehat hukum Yusril Sabri dan JPU dihadiri Endah Purwaningsih dan tim. Dalam amar putusannya majelis menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adanya dugaan surat palsu atau memalsukan surat sebagaimana didakwakan JPU.
“Majelis sudah berupaya menggali fakta dan alat bukti, tidak ada surat palsu yang digunakan, sehingga tidak ada bukti yang kuat terhadap dakwaan atas Suratno Konadi,†kata majelis hakim.
Dalam membacakan amar putusan hakim menilai SK Menhut tentang pelepasan kawasan hutan itu bukanlah fakta otentik yang dipalsukan. Pasalnya tidak terpenuhi unsur memalsukan baik dari segi fisik maupun isinya.
Usai membacakan putusan bebas kepada kedua terdakwa, JPU Endah langsung menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun majelis hakim keberatan memberikan salinan putusan.
Pada pembacaan putusan untuk terdakwa Suratno Konadi yang mendapat giliran kedua, JPU kembali mendesak majelis agar segera memberikan salinan putusan. Akhirnya majelis menyatakan akan memberikan salinan putusan setelah sidang.
‘’Kalau kecewa ya pastilah. Namanya hakim berbeda pandangan dengan JPU. Kami kasasi,†kata Endah Purwaningsih usai persidangan.
Ia menjelaskan, awalnya majelis memang berkeberatan memberikan salinan putusan pada hari yang sama. Setelah didesak, akhirnya maejlis memberikan pada hari yang sama dengan waktu persidangan.
“Salinan putusan merupakan hak kami. Akhirnya tadi dikasih cuma jamnya agak lambat, katanya tetap diserahkan hari ini,†sambungnya.
Menurut Endah, pihaknya segera mempelajari sainan putusan itu. Sebab, menurut majelis, unsur yang didakwakan tidak terbukti. JPU ingin membuktikan bahwa dakwaan mereka benar di MA nanti.
“Itu tidak masalah, kami pelajari lagi salinan putusan itu. Tuntutan kita untuk masing-masing terdakwa kemarin 2,5 tahun,†kata dia.
PH pelapor Jimmy, H Firdaus Ajis SH MH di luar persidangan menanggapi vonis bebas kedua terdakwa ini dengan datar. Pihaknya menghormati putusan majelis karena hal itu dianggap keniscayaan hasil suatu persidangan.
‘’Inilah hasil persidangan, pasti ada suatu putusan kan? Terlepas dari apakah perkara ini terbukti atau tidak. Namun demikian perlu dijelaskan bahwa ini baru tahapan awal dari peradilan pidana ya, kita lihat JPU langsung mengajukan upaya kasasi ke MA dan meminta salinan putusan langsung ke majelis,†kata Firdaus.
Menurutnya memang majelis hakim berjanji akan memberikan salinan putusan itu selesai sidang semuanya. Padahal awalnya hanya akan memberikan petikan putusan tanpa salinan, tetapi sesudah didesak oleh JPU, barulah dipenuhi.
‘’Itupun tidak menjamin pukul berapa. Sebagai kuasa pelapor tentunya kami ingin mengkritisi beberapa hal pertimbangan majelis,†kata dia.
Menurut dia, hakim belum benar-benar mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan surat palsu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan yurisprudensi, baik di Indonesia maupun di Belanda sendiri. Dalam perkara ini hakim hanya merujuk kepada apa yang disebut dengan surat palsu secara fisik.
“Padahal sebagaimana anda tahu ada pemalsuan secara intelektual yang telah dianut oleh pasal-pasal pemalsuan surat,†kata dia.
Ia melanjutkan, majelis hanya mengaitkan apakah SK pelepasan tersebut masih berlaku hanya dengan merujuk kepada SK tersebut tidak pernah dicabut. Dengan alasan SK tersebut harus dicabut lebih dahulu, meski di dalam SK tersebut telah disebut batal dengan sendirinya, bila tidak dipenuhi syarat-syarat mengurus HGU dan menguasai lahan.
“Kita lihat permohonan PT DSI telah ditolak 2 kali oleh Bupati Siak, dengan alasan tidak sesuai peruntukkannya lagi dan tidak ada HGU,†kata dia.
Firdaus mengaku tetap menghormati putusan hakim PN Siak. Namun ia tetap menunggu hasil kasasi JPU ke MA.(egp)