Rabu, 23 Oktober 2024

Jadi Staf Khusus dan Utusan Khusus Presiden, Gelar Akademis Dipertanyakan

Akhirnya, Yovie dan Raffi Turut Dilantik

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Yovie Widianto dan Raffi Ahmad menjadi dua sosok yang dibicarakan sejak dipanggil ke rumah Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu. Selasa (22/10) keduanya dilantik untuk membantu presiden sebagai utusan khusus dan staf khusus presiden.

Pengangkatan Yovie sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75/M Tahun2024 tentang Pengangkatan Staf Khusus Presiden. Personel Kahitna itu cukup percaya diri dengan tugas yang diamanahkan kepadanya. “Tidak terlalu jauh dengan bidang yang saya geluti selama 40 tahun,” ungkapnya.

- Advertisement -

Dia dilantik sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif. Dia berharap dengan pengalamannya di dunia kreatif bisa memberikan masukan bagi pemerintahan Prabowo ke depannya. Selain itu dia juga berharap ada akselerasi dalam ekonomi kreatif ke depannya.

“Selain saya memberikan saran yang konstruktif dan melakukan riset dengan tim, saya juga bisa berikan masukan untuk menteri dan wamennya,” tuturnya.

Dia akan dibantu 15 orang dalam bekerja. Yovie merincikan ada lima asisten dan 10 pembantu asisten. “Subsektornya banyak dan akan berkembang terus. Bagaimana ke depan dapat dimonetisasi dengan baik,” katanya.

Selanjutnya, ada Raffi Farid Ahmad atau Raffi Ahmad yang ditunjuk sebagai utusan khusus melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Utusan Khusus Presiden RI.

Dia adalah Utusan Khusus Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni. “Semoga saya dapat bekerja maksimal membantu meringankan dan mengakselerasi sesuai apa yang diarahkan Bapak Presiden,” ujarnya.

- Advertisement -

Dipanggilnya Raffi untuk membantu Prabowo di pemerintahan mendapat banyak sorotan. Salah satunya soal harta kekayaan dan gelar Dr HC yang didapatnya. Berita miring berseliweran. “In sya Allah saya akan laporkan LHKPN saya,” ungkapnya.

Terkait dengan gelar Dr HC yang ada diembannya juga menuai kontroversi. Warganet sempat menelusuri kampus yang memberikan gelar itu, namun tidak ada hasil yang baik. Beberapa diskusi terkait kampus yang memberikan gelar tersebut juga tidak membawa titik terang.
Namun seolah tidak mendengarkan riuh ini, gelar tersebut terpampang dalam Keputusan Presiden dan dibacakan saat pelantikan. “Ya, kalau itu ditanyakan ke pihak sebelah sana,” katanya tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

Baca Juga:  Pleno PPK Tuntas, Sukiman-Indra Gunawan Unggul Sementara di Rohul

Dia enggan menyebutkan program apa yang akan dijalankan. Sebab ada beberapa pelantikan beberapa pejabat lagi. “Setelah ini saya menunggu instruksi Bapak Presiden untuk diskusi program apa yang kami sinkronisasikan,” ucapnya. Dia pun mengajak seluruh pihak untuk kolaborasi. Tidak hanya pekerja seni.

Sementara itu, Pengamat Pendidikan Edy Suandi Hamid menilai bahwa gelar HC yang dimiliki Raffi tidak sah. Sebab, sesuai dengan pernyataan Ditjen Dikti sebelumnya, kampus UIPM tidak berizin. Artinya, semua gelar ataupun ijazah yang dikeluarkan ilegal meski lulusannya mengaku ikut kuliah sebelumnya. “Gelar HC Raffi Ahmad tidak boleh dipakai. Kecuali kalau ia gak punya urat malu,” ungkapnya.

Ia turut mendesak agar Ditjen Dikti menindak tegas perguruan tinggi (PT) tak berizin tersebut. Dirjen Dikti harus menutup PT tersebut dan mengumumkannya ke publik. Sehingga, masyarakat tidak terjerumus masuk ke PT abal-abal.

“Kalaupun kampus induk di luar negeri, harus ada izin membuka cabang di Indonesia. Seperti Monash University Australia yang ada di BSD misalnya, ada izinnya dan harus memenuhi persyaratan yang ada,” tutur pria yang menjabat sebagai Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta tersebut.

Sebelum ramai pelantikan menteri dan pejabat negara lainnya yang ditunjuk Prabowo, sejumlah tokoh seolah berlomba-lomba untuk bisa segera mendapat gelar. Ada nama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang baru saja lulus S3 dalam waktu 1 tahun 8 bulan dari Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono yang juga baru mendapat gelar doktornya dari Universitas Airlangga, hingga Raffi Ahmad yang mendapat gelar Dr HC dari UIPM.

Baca Juga:  Airlangga Hartarto: 2021, PC-PEN Alokasikan Rp699,4 Triliun

Diakuinya, masyarakat di Indonesia memang masih mengedepankan simbol. Hingga akhirnya, simbol-simbol tersebut dikejar dengan berbagai cara. Padahal, lanjut dia, simbolik tak beriringan dengan yang substantif atau hakiki.

Akibatnya, doktor atau profesor ekonomi misalnya, yang hanya sekadar gelar ‘abal-abal’ dipastikan tidak memiliki kompetensi keilmuan. Karena, gelar diperoleh tanpa memenuhi norma akademik yang seharusnya. Baik itu proses perkuliahan yang benar atau proses jenjang kepangkatan dengan memenuhi syarat-syarat akademiknya.

“Rusaknya lagi, yang mendewakan simbol itu bukan hanya pribadi-pribadi, tetapi juga lembaga, yang ingin pos-pos jabatan diisi orang bergelar sederet,” keluh guru besar Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut.

Lebih celakanya lagi, kata dia, ada oknum lembaga perguruan tinggi yang membuka ruang untuk obral gelar tersebut. Dia menilai hal ini sangat memalukan dan menjijikkan. Karena harusnya perguruan tinggi berperan menjaga gerakan moral, bukan malah ikut-ikutan menginjak moralitas dengan memberikan gelar akademik atau jabatan akademik tanpa memenuhi standar yang benar.

Oleh sebab itu, pemerintah melalui kementerian pendidikan tinggi didorong untuk menindak hal-hal yang menyimpang. Bukan hanya diam membiarkan. Meski menurutnya hal ini cukup sulit dilakukan mengingat oknum-oknum culas yang berkaitan dengan hal tersebut ada di mana-mana.

“Dan lebih-lebih lagi, banyak pejabat yang memburu gelar dan jabatan ini adalah pejabat teras yang punya pengaruh besar. Sehingga membuat kebijakan untuk meluruskannya mandul,” ujarnya.(lyn/mia/das)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Yovie Widianto dan Raffi Ahmad menjadi dua sosok yang dibicarakan sejak dipanggil ke rumah Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu. Selasa (22/10) keduanya dilantik untuk membantu presiden sebagai utusan khusus dan staf khusus presiden.

Pengangkatan Yovie sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75/M Tahun2024 tentang Pengangkatan Staf Khusus Presiden. Personel Kahitna itu cukup percaya diri dengan tugas yang diamanahkan kepadanya. “Tidak terlalu jauh dengan bidang yang saya geluti selama 40 tahun,” ungkapnya.

Dia dilantik sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif. Dia berharap dengan pengalamannya di dunia kreatif bisa memberikan masukan bagi pemerintahan Prabowo ke depannya. Selain itu dia juga berharap ada akselerasi dalam ekonomi kreatif ke depannya.

“Selain saya memberikan saran yang konstruktif dan melakukan riset dengan tim, saya juga bisa berikan masukan untuk menteri dan wamennya,” tuturnya.

Dia akan dibantu 15 orang dalam bekerja. Yovie merincikan ada lima asisten dan 10 pembantu asisten. “Subsektornya banyak dan akan berkembang terus. Bagaimana ke depan dapat dimonetisasi dengan baik,” katanya.

Selanjutnya, ada Raffi Farid Ahmad atau Raffi Ahmad yang ditunjuk sebagai utusan khusus melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Utusan Khusus Presiden RI.

Dia adalah Utusan Khusus Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni. “Semoga saya dapat bekerja maksimal membantu meringankan dan mengakselerasi sesuai apa yang diarahkan Bapak Presiden,” ujarnya.

Dipanggilnya Raffi untuk membantu Prabowo di pemerintahan mendapat banyak sorotan. Salah satunya soal harta kekayaan dan gelar Dr HC yang didapatnya. Berita miring berseliweran. “In sya Allah saya akan laporkan LHKPN saya,” ungkapnya.

Terkait dengan gelar Dr HC yang ada diembannya juga menuai kontroversi. Warganet sempat menelusuri kampus yang memberikan gelar itu, namun tidak ada hasil yang baik. Beberapa diskusi terkait kampus yang memberikan gelar tersebut juga tidak membawa titik terang.
Namun seolah tidak mendengarkan riuh ini, gelar tersebut terpampang dalam Keputusan Presiden dan dibacakan saat pelantikan. “Ya, kalau itu ditanyakan ke pihak sebelah sana,” katanya tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

Baca Juga:  Berharap Pariwisata Pulih Tahun Depan

Dia enggan menyebutkan program apa yang akan dijalankan. Sebab ada beberapa pelantikan beberapa pejabat lagi. “Setelah ini saya menunggu instruksi Bapak Presiden untuk diskusi program apa yang kami sinkronisasikan,” ucapnya. Dia pun mengajak seluruh pihak untuk kolaborasi. Tidak hanya pekerja seni.

Sementara itu, Pengamat Pendidikan Edy Suandi Hamid menilai bahwa gelar HC yang dimiliki Raffi tidak sah. Sebab, sesuai dengan pernyataan Ditjen Dikti sebelumnya, kampus UIPM tidak berizin. Artinya, semua gelar ataupun ijazah yang dikeluarkan ilegal meski lulusannya mengaku ikut kuliah sebelumnya. “Gelar HC Raffi Ahmad tidak boleh dipakai. Kecuali kalau ia gak punya urat malu,” ungkapnya.

Ia turut mendesak agar Ditjen Dikti menindak tegas perguruan tinggi (PT) tak berizin tersebut. Dirjen Dikti harus menutup PT tersebut dan mengumumkannya ke publik. Sehingga, masyarakat tidak terjerumus masuk ke PT abal-abal.

“Kalaupun kampus induk di luar negeri, harus ada izin membuka cabang di Indonesia. Seperti Monash University Australia yang ada di BSD misalnya, ada izinnya dan harus memenuhi persyaratan yang ada,” tutur pria yang menjabat sebagai Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta tersebut.

Sebelum ramai pelantikan menteri dan pejabat negara lainnya yang ditunjuk Prabowo, sejumlah tokoh seolah berlomba-lomba untuk bisa segera mendapat gelar. Ada nama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang baru saja lulus S3 dalam waktu 1 tahun 8 bulan dari Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono yang juga baru mendapat gelar doktornya dari Universitas Airlangga, hingga Raffi Ahmad yang mendapat gelar Dr HC dari UIPM.

Baca Juga:  Kemenkes Permudah Syarat Praktik untuk Tenaga Kesehatan

Diakuinya, masyarakat di Indonesia memang masih mengedepankan simbol. Hingga akhirnya, simbol-simbol tersebut dikejar dengan berbagai cara. Padahal, lanjut dia, simbolik tak beriringan dengan yang substantif atau hakiki.

Akibatnya, doktor atau profesor ekonomi misalnya, yang hanya sekadar gelar ‘abal-abal’ dipastikan tidak memiliki kompetensi keilmuan. Karena, gelar diperoleh tanpa memenuhi norma akademik yang seharusnya. Baik itu proses perkuliahan yang benar atau proses jenjang kepangkatan dengan memenuhi syarat-syarat akademiknya.

“Rusaknya lagi, yang mendewakan simbol itu bukan hanya pribadi-pribadi, tetapi juga lembaga, yang ingin pos-pos jabatan diisi orang bergelar sederet,” keluh guru besar Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut.

Lebih celakanya lagi, kata dia, ada oknum lembaga perguruan tinggi yang membuka ruang untuk obral gelar tersebut. Dia menilai hal ini sangat memalukan dan menjijikkan. Karena harusnya perguruan tinggi berperan menjaga gerakan moral, bukan malah ikut-ikutan menginjak moralitas dengan memberikan gelar akademik atau jabatan akademik tanpa memenuhi standar yang benar.

Oleh sebab itu, pemerintah melalui kementerian pendidikan tinggi didorong untuk menindak hal-hal yang menyimpang. Bukan hanya diam membiarkan. Meski menurutnya hal ini cukup sulit dilakukan mengingat oknum-oknum culas yang berkaitan dengan hal tersebut ada di mana-mana.

“Dan lebih-lebih lagi, banyak pejabat yang memburu gelar dan jabatan ini adalah pejabat teras yang punya pengaruh besar. Sehingga membuat kebijakan untuk meluruskannya mandul,” ujarnya.(lyn/mia/das)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari