Setiap guru memiliki cara yang berbeda-beda ketika akan menyampaikan materi pelajaran. Ada guru yang lebih suka mengajar dengan cara tradisional. Ada pula yang mengajar dengan cara menggunakan model pembelajaran dan tak bisa dipungkiri ada juga guru yang suka mengajar dengan cara memberi bacaan dan catatan sampai jam pelajaran berakhir.
Dengan demikian apa pun cara mengajar yang dilakukan oleh guru tujuan yang ingin dicapai semata-mata untuk mencerdaskan anak bangsa. Terlepas dari semua itu nilai dan kecerdasan yang didapat merupakan cerminan dari keberhasilan seorang guru dalam mengajar. Namun mengapa masih ada tingkat kegagalan dalam mengajar?
Dalam mengajar banyak hal yang menjadi perhatian kita bersama mulai dari kesiapan guru dan juga kesiapan siswa yang akan menerima pelajaran. Dua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang biasaya berjalan berdampingan dalam mencapai suksesnya guru mengajar. Suksesnya siswa memahami pelajaran bisa terlihat dari laporan hasil belajar yang sangat memuaskan.
Kemungkinan terburuk siswa yang gagal memahami pelajaran yang disampaikan oleh gurunya merupakan sebuah kenyataan pahit yang memang masih perlu perbaikan. Namun bagaimana jika dalam satu kelas semua siswa mendapatkan nilai yang tidak memuaskan alias tidak mencapai Standar Kompetensi Minimum?
Hal menarik bukan? Menurut Caroll (dalam Sudjana 2009:40) terdapat lima faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain: (1) bakat siswa; (2) waktu yang tersedia bagi siswa; (3) waktu yang diperlukan guru untuk menjelaskan materi; (4) kualitas pengajaran; dan (5)kemampuan siswa. Dari pendapat ini seolah-olah meyakinkan kita bahwa hasil belajar yang di dapatkan siswa saling berkaitan antara kinerja guru dan kesiapan siswa.
Ketika seorang guru menyampaikan materi pelajaran dengan persiapan maksimal. Ketersedian media pembelajaran yang menarik, waktu pembahasan materi tidak terbatas, didukung oleh ketertarikan siswa dan kemampuan siswa dalam belajar. Alhasil kita bisa menentukan siapakah yang akan sukses.
Kemudian kita melihat akibat dari sebuah proses pembelajaran maka kita dihadapkan pada sebuah kegagalan. Pada Guru yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam mengajar, mengajar dengan terburu-buru karena keterbatasan waktu, sementara tuntutan kurikulum guru harus menyelesaikan semua materi, Sehinga hal ini menyebabkan siswa tidak siap dan merasa tidak nyaman saat belajar.
Siswa akhirnya gagal paham pada materi pelajaran. Ditambah lagi guru tak menyadari kesalahan yang telah dilakukan. Sehingga dalam proses tersebut memunculkan kekurangan di kedua belah pihak. Dari sini pula muncul opini miring yang saling menyalahkan. Guru menyalahkan siswa dan siswa menyalahkan guru.
Padahal jika merujuk pada pendapat ahli kita bisa tau apa yang menyebabkan semua ini. Keseriusan untuk melakukan kegiatan intensif juga terabaikan. Lengkaplah sudah siapa yang akan menjadi penderita dari ketidaksiapan kita menghadapi realitas ini.
Di sisi lain kita bisa pula melihat keberhasilan yang diraih oleh siswa ada pula yang disebabkan oleh ketekunan seorang guru yang sukarela membimbing siswanya sampai paham dalam belajar, dia melakukan belajar intensif di luar jam belajar efektif atau melakukan bimbingan khusus. Begitu pun siswa dengan senang hati tanpa paksaan ikut serta mendukung apa yang telah dilakukan oleh gurunya. Dari hal ini kita kembali merasakan perubahan apa yang akan terjadi pada siswa dan guru tersebut.
Setelah melihat perjuangan yang telah dilakukan. Dari berbagai kegiatan yang terlihat bermanfaat. Apakah ini untuk perkembangan kemampuan siswa dan kemajuan diri guru sendiri dalam mengajar? Selanjutnya kita pun bisa memahami apa sebenarnya yang menjadi sebab tingkat kegagalan itu muncul di antara kesuksesan.***
Rubaida Rose, Guru Madrasah Aliyah PP Nurul Islam Kuantan Singingi. Memiliki kecintaan menulis dan membaca. Ikut berkontribusi menulis di beberapa penerbit dan admin di sebuah komunitas Sahabat Guru Super Indonesia.