Senin, 20 Mei 2024

Pencegahan dan Penanganan Banjir di Provinsi Riau

PROVINSI Riau merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatra yang merupakan bagian dari fisiografi regional cekugan Sumatra tengah. Secara geologi regional, Provinsi Riau juga terbentuk dari beberapa formasi tanah termasuk didalamnya formasi yang tersusun oleh kerikil, pasir, dan lempung yang memiliki daya resap air rendah. Provinsi Riau juga memiliki empat sungai besar yaitu Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Rokan, dan Sungai Indragiri yang memerlukan pengelolaan DAS di sekitarnya. Kondisi fisik alam provinsi Riau tersebut merupakan bagian dari elemen spasial yang perlu diatur dalam penataan ruang wilayah, khususnya terkait dengan pencegahan bencana banjir.

Kerentanan banjir di Provinsi Riau sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah, serta Daerah Aliran Sungai (DAS). Parameter dalam kerentanan banjir tersebut perlu dijaga dan ditata agar antara elemen sumber daya air dan elemen spasial harmonis dalam sebuah rencana tata ruang. Daya dukung lingkungan serta daya tampung lahan dalam memprediksi perkembangan suatu wilayah dan kota juga akan menjadi kajian penting dalam harmonisasi tersebut.

Yamaha

Secara umum rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau, telah disusun dan menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah pada masa datang. Akan tetapi proses implementasi tata ruang belum mampu dilakukan dalam tahapan operasional dan teknis. Pada beberapa rencana bahkan juga belum mampu mengakomodir prediksi terhadap terjadinya bencana banjir yang akan terjadi di masa datang.

Banjir dan penataan ruang merupakan dua hal yang berkaitan erat, karena jika penataan ruang yang disusun baik dan diimplementasikan secara optimal maka bencana banjir dapat dicegah dan dihindari. Setiap rencana tata ruang, mempunyai kajian terhadap area rawan bencana dan rencana mitigasi bencana. Rencana tata ruang juga memuat rencana struktur ruang dan rencana pola ruang yang pasti akan memperhatikan area rawan bencana tersebut. Sehingga, seandainya rencana tata ruang yang sudah tersusun tersebut sudah sedemikian rupa mengakomodir banyak kajian terkait bencana, kenapa masih terjadi banjir atau minimal kenapa terjadi banjir yang berlarut-larut?

Baca Juga:  18.744 Jiwa Terdampak Banjir

Untuk menjawab hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa hal. Pertama harus diperhatikan apakah rencana tata ruang yang sudah tersusun merupakan rencana tataruang umum, rencana detail tata ruang atau sudah merupakan rencana yang bersifat teknis. Hal ini terkait dengan upaya operasionalisasi kebijakan tata ruang terhadap pencegahan dan penanganan banjir yang dapat diprediksi pada masa yang akan datang.

- Advertisement -

Kedua, perlu dicek kembali simpangan pola ruang yang terjadi. Apakah terdapat pelanggaran tata ruang terutama pada area lindung perlindungan setempat seperti area sempadan sungai dan anak sungai, area RTH, dan sebagainya. Pelanggaran pola ruang pada area konservasi sumberdaya air akan memberikan potensi terjadinya bencana banjir di masa yang akan datang.

Ketiga, secara berkala perlu dilakukan normalisasi sungai, parit, revitalisasi danau dan waduk, serta menyelamatkan pantai melalui penanaman mangrove. Normalisasi serta revitalisasi ini dalam tata ruang juga seharusnya sudah masuk dalam rencana indikasi program perencanaan dalam jangka pendek dan panjang sehingga akan menjadi perencanaan berkala yang jika diimplementasikan akan mampu mencegah terjadinya banjir.

- Advertisement -
Baca Juga:  3.411 Peserta Ikuti Seleksi Calon Anggota Polri

Keempat, melibatkan semua stakeholder baik pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi, serta para ahli untuk dapat mengambil peran masing-masing dalam pencegahan dan penanganan banjir Edukasi terhadap masyarakat untuk merubah budaya membuang sampah sembarangan, menghidupkan budaya gotong royong dalam kebersihan lingkungan, serta berperan aktif dalam perencanaan, pengawasan, serta pengendalian tata ruang yang terkait dengan permasalahan bencana banjir akan menjadi bagian penting dalam proses optimalisasi penataan ruang pada masing-masing kawasan.

Kelima, konsep dan paradigma perencanaan kota hijau yang adaptif dan berkelanjutan. Ruang-ruang perkotaan yang tidak produktif bisa dimanfaatkan menjadi ruang hijau yang produktif baik sebagai bagian dari ruang ketahanan pangan maupun sebagai ruang mitigasi bencana bagi masyarakat yang rentan terhadap bencana baik bencana banjir atau lainnya.

Identitas kota harus memiliki karakter fisik, keunggulan ekonomi, dan budaya lokal, sehingga kota memiliki daya saing dalam kerangka pendekatan kota hijau yang adaptif dan berkelanjutan. Keenam, pengelolaan banjir harus dilakukan secara terintegrasi dan terpadu baik secara structural melalui grey struktur dan green struktur, serta dilakukan secara non struktural.

Dengan optimalisasi penataan ruang dalam pencegahan dan penanganan banjir, maka kerentanan banjir dapat dikelola dengan baik melalui perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, serta rencana pengendalian tata ruang secara komprehensif.

Air harus dipandang sebagai anugrah dan rahmat tuhan yang harus dikelola dengan baik.***

oleh: Kukuh Destanto, Pemerhati dan Praktisi Tata Ruang

PROVINSI Riau merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatra yang merupakan bagian dari fisiografi regional cekugan Sumatra tengah. Secara geologi regional, Provinsi Riau juga terbentuk dari beberapa formasi tanah termasuk didalamnya formasi yang tersusun oleh kerikil, pasir, dan lempung yang memiliki daya resap air rendah. Provinsi Riau juga memiliki empat sungai besar yaitu Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Rokan, dan Sungai Indragiri yang memerlukan pengelolaan DAS di sekitarnya. Kondisi fisik alam provinsi Riau tersebut merupakan bagian dari elemen spasial yang perlu diatur dalam penataan ruang wilayah, khususnya terkait dengan pencegahan bencana banjir.

Kerentanan banjir di Provinsi Riau sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah, serta Daerah Aliran Sungai (DAS). Parameter dalam kerentanan banjir tersebut perlu dijaga dan ditata agar antara elemen sumber daya air dan elemen spasial harmonis dalam sebuah rencana tata ruang. Daya dukung lingkungan serta daya tampung lahan dalam memprediksi perkembangan suatu wilayah dan kota juga akan menjadi kajian penting dalam harmonisasi tersebut.

Secara umum rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau, telah disusun dan menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah pada masa datang. Akan tetapi proses implementasi tata ruang belum mampu dilakukan dalam tahapan operasional dan teknis. Pada beberapa rencana bahkan juga belum mampu mengakomodir prediksi terhadap terjadinya bencana banjir yang akan terjadi di masa datang.

Banjir dan penataan ruang merupakan dua hal yang berkaitan erat, karena jika penataan ruang yang disusun baik dan diimplementasikan secara optimal maka bencana banjir dapat dicegah dan dihindari. Setiap rencana tata ruang, mempunyai kajian terhadap area rawan bencana dan rencana mitigasi bencana. Rencana tata ruang juga memuat rencana struktur ruang dan rencana pola ruang yang pasti akan memperhatikan area rawan bencana tersebut. Sehingga, seandainya rencana tata ruang yang sudah tersusun tersebut sudah sedemikian rupa mengakomodir banyak kajian terkait bencana, kenapa masih terjadi banjir atau minimal kenapa terjadi banjir yang berlarut-larut?

Baca Juga:  SDGs dan Rencana Aksi Daerah

Untuk menjawab hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa hal. Pertama harus diperhatikan apakah rencana tata ruang yang sudah tersusun merupakan rencana tataruang umum, rencana detail tata ruang atau sudah merupakan rencana yang bersifat teknis. Hal ini terkait dengan upaya operasionalisasi kebijakan tata ruang terhadap pencegahan dan penanganan banjir yang dapat diprediksi pada masa yang akan datang.

Kedua, perlu dicek kembali simpangan pola ruang yang terjadi. Apakah terdapat pelanggaran tata ruang terutama pada area lindung perlindungan setempat seperti area sempadan sungai dan anak sungai, area RTH, dan sebagainya. Pelanggaran pola ruang pada area konservasi sumberdaya air akan memberikan potensi terjadinya bencana banjir di masa yang akan datang.

Ketiga, secara berkala perlu dilakukan normalisasi sungai, parit, revitalisasi danau dan waduk, serta menyelamatkan pantai melalui penanaman mangrove. Normalisasi serta revitalisasi ini dalam tata ruang juga seharusnya sudah masuk dalam rencana indikasi program perencanaan dalam jangka pendek dan panjang sehingga akan menjadi perencanaan berkala yang jika diimplementasikan akan mampu mencegah terjadinya banjir.

Baca Juga:  Bapenda Riau Berlakukan Kebijkana Penyusutan Nilai Pajak Kendaraan  

Keempat, melibatkan semua stakeholder baik pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi, serta para ahli untuk dapat mengambil peran masing-masing dalam pencegahan dan penanganan banjir Edukasi terhadap masyarakat untuk merubah budaya membuang sampah sembarangan, menghidupkan budaya gotong royong dalam kebersihan lingkungan, serta berperan aktif dalam perencanaan, pengawasan, serta pengendalian tata ruang yang terkait dengan permasalahan bencana banjir akan menjadi bagian penting dalam proses optimalisasi penataan ruang pada masing-masing kawasan.

Kelima, konsep dan paradigma perencanaan kota hijau yang adaptif dan berkelanjutan. Ruang-ruang perkotaan yang tidak produktif bisa dimanfaatkan menjadi ruang hijau yang produktif baik sebagai bagian dari ruang ketahanan pangan maupun sebagai ruang mitigasi bencana bagi masyarakat yang rentan terhadap bencana baik bencana banjir atau lainnya.

Identitas kota harus memiliki karakter fisik, keunggulan ekonomi, dan budaya lokal, sehingga kota memiliki daya saing dalam kerangka pendekatan kota hijau yang adaptif dan berkelanjutan. Keenam, pengelolaan banjir harus dilakukan secara terintegrasi dan terpadu baik secara structural melalui grey struktur dan green struktur, serta dilakukan secara non struktural.

Dengan optimalisasi penataan ruang dalam pencegahan dan penanganan banjir, maka kerentanan banjir dapat dikelola dengan baik melalui perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, serta rencana pengendalian tata ruang secara komprehensif.

Air harus dipandang sebagai anugrah dan rahmat tuhan yang harus dikelola dengan baik.***

oleh: Kukuh Destanto, Pemerhati dan Praktisi Tata Ruang

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari