PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – PT Perkebunan Nusantara V mengingatkan Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar, Riau, versi Anthony Hamzah untuk mematuhi dan jangan mempermainkan hukum.
"Kopsa-M versi ketua Anthony Hamzah sudah pernah menggugat PTPN V di Pengadilan Negeri Bangkinang pada tahun 2019 lalu. Hasilnya, tuntutan mereka seluruhnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Bangkinang," kata Pengacara PT Perkebunan Nusantara V, Dr Sadino dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/9).
Dalam gugatannya kala itu, Anthony meminta majelis hakim agar PTPN V membayarkan kerugian materil sebesar Rp129 miliar, melunasi hutang di Bank Mandiri dan di PTPN V, menuntut perusahaan untuk mengembalikan lahan seluas 1.650 hektare beserta jaminan kredit surat hak milik (SHM) dan meminta Pengadilan menyatakan PTPN V telah gagal membangun kebun Kopsa M seluas 1.650 Ha serta wan prestasi terhadap isi perjanjian. "Oleh majelis hakim PN Bangkinang, gugatan mereka seluruhnya dinyatakan tidak dapat diterima!" ujarnya.
Usai putusan atas registrasi perkara No 99/Pdt.G/2019/PN.Bkn tersebut, Kopsa-M versi Anthony kembali melakukan banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada Maret 2020. Di Pengadilan Tinggi, kata dia, amar putusan justru menguatkan putusan tingkat pertama. Setelah gagal di tingkat banding, Anthony kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada Juni 2021, kasasi tersebut kemudian dicabut.
"Dengan demikian, artinya atas permasalahan ini telah ada putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Sehingga secara legal, perjanjian antara Kopsa-M dan PTPN V yang disepakati pada tahun 2003, 2006 dan 2013 lalu, sah dan masih berlaku serta menjadi undang-undang antara keduanya," ungkap akademisi pasca sarjana Universitas Al-Azhar Indonesia itu.
Lebih jauh, ia menyebutkan PTPN V adalah bapak angkat sekaligus avalis kebun Kopsa-M yang merupakan kebun dengan pola Koperasi Kredit Primer untuk Anggota (KKPA). Lahan seluruhnya 100 persen berasal dari masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat melalui Kopsa-M dan Ninik Mamak atau tetua adat setempat pada tahun 2001 meminta PTPN V untuk dibangunkan perkebunan. Perusahaan setuju dan mulailah dibangun kebun pola KKPA.
Ia menuturkan, saat itu total luasan yang disebutkan masyakarat untuk dibangun perkebunan mencapai 4.000 Ha. Terdiri dari Kebun Kopsa-M 2.000 Ha, kebun inti 500 Ha, Kebun Sosial Masyarakat Desa Pangkalan Baru 500 Ha, dan Kebun Sosial 1.000 Ha.
"Tapi ternyata setelah diukur, arealnya tidak cukup. Sehingga dari beberapa tahap pembangunan, yang terbangun adalah seluas 1.650 Ha kebun untuk Kopsa-M sendiri. PTPN V tidak dapat kebun inti sama sekali seperti yang direncanakan di awal. Ada surat ninik mamak yang menyatakan areal tidak tersedia untuk kebun inti. Sehingga batal dibangun," ujarnya.
Baginya, hal ini jelas membantah tudingan menyesatkan yang menyebutkan PTPN V merampas tanah rakyat dan menjual kebun inti serta melakukan korupsi. "Saya pastikan itu tidak benar. Wong sampai saat ini tanah dan asetnya sepenuhnya dikuasai oleh Kopsa-M. Tidak ada sejengkalpun kebun inti PTPN V di sana. Jadi tolonglah jangan membuat berita yang tidak sesuai fakta di berbagai media, apalagi sampai mempermainkan hukum," tegasnya.
Pakar hukum nasional ini turut menyoroti tiga perjanjian yang terbit dalam pembangunan Kopsa-M yakni perjanjian nomor 7 tahun 2003, nomor 18 tahun 2003 dan nomor 2 tahun 2006, yang telah menjadi undang-undang yang berlaku bagi kedua belah pihak.
Ia menyebutkan terdapat hak dan kewajiban kedua belah pihak yang sangat jelas, dimana kewajiban PTPN V adalah menjadi off-taker pembangun kebun dan avalis penjamin di perbankan. Selanjutnya, ada pula kewajiban Kopsa-M untuk membayar cicilan atas biaya pembangunan kebun yang telah disepakati.
"Sekarang ini, Kopsa-M versi ketua Anthony Hamzah menolak itu semua dan menggugat PTPN V. Maka saat gugatan tersebut ditolak oleh hukum melalui pengadilan, apalagi sampai berkekuatan hukum tetap, maka, ikutilah perjanjian yang ada. Jangan putar balikkan fakta dengan melaporkan kami ke berbagai lembaga penegak hukum," tegur Sadino. "Bayangkan, hasil penjualan produksi Kopsa-M dalam satu bulan mencapai lebih Rp2 miliar, masa pembayaran cicilan hutang cuma Rp5 sampai Rp25 juta perbulan. Sisanya PTPN V selaku avalis yang terus menalangi ke perbankan. Luar biasa wanprestasinya," tuturnya.
Berbagai upaya diusahakan PTPN V untuk dapat mencari jalan tengah agar masalah ini tidak berlarut-larut. Mulai dari melakukan perundingan, melakukan take over dari Bank Agro ke Bank Mandiri agar Kopsa-M memiliki dana untuk perbaikan areal, hingga pertemuan-pertemuan yang melibatkan pemerintah setempat.
"Bisa dibilang buntu. Apalagi sejak kepengurusan diambil alih Anthony Hamzah pada 2016. Dia bukan penduduk asli apalagi petani tempatan. Lalu dia juga tidak mau menandatangani berita acara pernyataan hutang (BAPH). Padahal dia tau kondisi kebun masih dalam status berhutang ke bank dengan PTPN V selaku avalis. Jangan main-mainlah dengan hukum kalau tidak mau terjerat hukum," tutup Sadino.
Anthony Hamzah bersama Setara Institute dalam beberapa waktu terakhir melaporkan PTPN V ke sejumlah penegak hukum. Mereka mengklaim bahwa perusahaan milik negara tersebut merebut lahan Kopsa-M dari petani.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Tim Advokasi Keadilan Agraria Setara Institute Disna Riantina menilai, pernyataan Penasehat Hukum PTPN V Sadino, tidak tepat. Pernyataan tersebut menurutnya tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Gugatan pengurus Kopsa-M versi Ketua Anthony Hamzah ditolak oleh pengadilan, menurut Disna ada pernyataan keliru dan tidak tepat.
"Lihat kembali di pengadilan. Hasilnya NO, Niet Onvankelijk Verklaard, bukan gugatan ditolak. Tapi belum dapat diterima," sebut Disna setelah membaca siaran pers yang diluncurkan kuasa hukum PTPN V tersebut pada Kamis (16/9).
Disna mengaku sempat tertawa saat membaca pernyataan Sadino dalam siaran pers yang diterimanya itu. Pasalnya, Tim Setara Institute selalu menyampaikan data lewat kajian ahli hukum. Dirinya membantah kalau gugatan kliennya saat ditangani oleh pengacara sebelumnya telah ditolak oleh pengadilan, sebagaimana dituduhkan oleh Sadino.
Menurut Disna, wajar dalam dunia hukum sebuah gugatan belum dapat diterima atau NO. Soalnya, gugatan yang dinyatakan NO bisa diajukan kembali ke pengadilan. Selain itu, putusan NO belum membahas soal pokok perkara, melainkan masih sebatas syarat formil gugatan.
Gugatan NO itu menurutnya terkait syarat-syarat formil yang belum terlengkapi dan belum masuk pokok perkara. Sehingga menurutnya pihak Kopsa-M masih bisa melakukan gugatan, karena hanya butuh melengkapi dan diajukan kembali. Justru menurut Disna, pernyataan Sadino tersebut memperkuat data-data yang dimiliki Setara Institute saat ini. "Pernyataan kuasa hukum PTPN V itu justru menunjukkan data-data yang kami miliki benar adanya. Bahwa PTPN V adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kebun yang gagal. Karena ikatan keperdataannya ada dengan Kopsa-M," tegasnya.
Disisi lain, Ketua Kopsa-M Anthony Hamzah menjelaskan, tuntutan yang mereka lakukan punya dasar yang kuat. Terutama soal kebun gagal dan wanprestasi yang dialamatkan kepada PTPN V. Anthony lewat pesan whatsapp memperlihat laporan penilaian yang dikeluarkan Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Kampar. Surat itu merupakan kopian laporan berkop Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar dalam versi PDF.
"Dari laporan Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar yang telah melakukan penilaian terhadap kebun tersebut, kebun itu tidak terawat. Ada cukup banyak blok tanam mengalami fuso. Hingga kesimpulan dari laporan tersebut, kebun itu harus ditanam kembali atau replanting," jelasnya.
Selain banyak yang fuso, gagal tanam atau gagal tumbuh sempurna, pohon-pohon sawit yang berbuah juga mengalami defisiensi unsur hara yang diduga tidak terawat. Dalam laporan setebal sembilan lembar tersebut juga dituliskan tim penilai yang terdiri delapan orang. Laporan tersebut ditandatangani oleh Kepala Disbun Kampar Ir H Bustan pada tanggal 16 November 2017 silam.(eca/end)