Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Anjloknya Harga TBS Dipengaruhi Banyak Faktor

(RIAUPOS.CO) — Dinas Perternakan dan Perkebunan (Disnakbun) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) menilai anjloknya harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik masyarakat khususnya kebun pribadi.
Di antaranya rendahnya rendemen TBS karena perawatan yang tidak sesuai standar, selain biaya lansir karena lokasi kebun yang jauh, tidak bekerja sama atau pola KKPA dengan perusahaan serta TBS dijual kepada pengepul yang pastinya harganya di bawah harga pabrik.
Plt Kepala Disnakbun Rohul Ir H Sri Hardono MM, mengungkapkan, terlepas adanya ketetapan harga TBS oleh tim bersama Pemprov Riau, fakta di lapangan menunjukan masih banyak petani sawit di Rohul yang mengeluhkan murahnya harga jual TBS yang menyentuh harga terendah Rp500 sampai Rp700 perkilogram.
Selain banyak faktor penyebab anjloknya harga jual TBS, Sri meminta kepada para petani khususnya kebun pribadi atau petani swadaya, agar dapat mengurus Surat Tanda Daftar Perkebunan (STDP) agar bisa menjual TBS langsung ke pabrik kelapa sawit, sehingga pabrik tidak bisa menekan harga jual TBS.
‘’Sekarang panjang mata rantai alur penjualan TBS kelapa sawit kebun pribadi, menyebabkan biaya yang dikeluarkan petani untuk menjual ke PKS pun semakin besar sehingga berdampak kepada harga jual TBS itu sendiri. Saat ini secara global harga jual TBS mengalami penurunan. Itu disebabkan karena anjloknya harga crude palm oil (CPO) khususnya asal Indonesia di luar negeri,’’ tuturnya.
Diakuinya, anjloknya harga jual CPO Indonesia, salah satunya banyaknya perusahaan, khususnya di Rohul yang belum memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai standarisasi tata kelola sawit berkelanjutan.
Karena didalam ISPO itu diatur tata kelola usaha perkebunan sawit yang menjamin kualitas produksi, dengan tetap mengedepankan aspek-aspek lingkungan seperti tidak berada di kawasan hutan, pembukaan lahan yang ramah lingkungan dan tidak dilakukan dengan cara membakar dan lain sebagainya.
‘’CPO yang dijual ke luar negeri, legalitas CPO-nya dipertanyakan, legal atau tidak. Kalau nggak legal mereka tak mau beli, Nah ISPO ini semacam bukti, tapi faktanya di Rohul saja, hanya beberapa perusahaan yang punya ISPO. Yang tak punya ISPO jual CPO-nya ke perusahaan yang punya ISPO dengan harga murah, ujung-ujungnya perusahaan yang tak punya ISPO ini menekan harga jual TBS di pabrik,’’ tuturnya.(adv)
Baca Juga:  Yayasan Rotte Indonesia Mulya Gelar Khitanan Massal
(RIAUPOS.CO) — Dinas Perternakan dan Perkebunan (Disnakbun) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) menilai anjloknya harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik masyarakat khususnya kebun pribadi.
Di antaranya rendahnya rendemen TBS karena perawatan yang tidak sesuai standar, selain biaya lansir karena lokasi kebun yang jauh, tidak bekerja sama atau pola KKPA dengan perusahaan serta TBS dijual kepada pengepul yang pastinya harganya di bawah harga pabrik.
Plt Kepala Disnakbun Rohul Ir H Sri Hardono MM, mengungkapkan, terlepas adanya ketetapan harga TBS oleh tim bersama Pemprov Riau, fakta di lapangan menunjukan masih banyak petani sawit di Rohul yang mengeluhkan murahnya harga jual TBS yang menyentuh harga terendah Rp500 sampai Rp700 perkilogram.
Selain banyak faktor penyebab anjloknya harga jual TBS, Sri meminta kepada para petani khususnya kebun pribadi atau petani swadaya, agar dapat mengurus Surat Tanda Daftar Perkebunan (STDP) agar bisa menjual TBS langsung ke pabrik kelapa sawit, sehingga pabrik tidak bisa menekan harga jual TBS.
‘’Sekarang panjang mata rantai alur penjualan TBS kelapa sawit kebun pribadi, menyebabkan biaya yang dikeluarkan petani untuk menjual ke PKS pun semakin besar sehingga berdampak kepada harga jual TBS itu sendiri. Saat ini secara global harga jual TBS mengalami penurunan. Itu disebabkan karena anjloknya harga crude palm oil (CPO) khususnya asal Indonesia di luar negeri,’’ tuturnya.
Diakuinya, anjloknya harga jual CPO Indonesia, salah satunya banyaknya perusahaan, khususnya di Rohul yang belum memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai standarisasi tata kelola sawit berkelanjutan.
Karena didalam ISPO itu diatur tata kelola usaha perkebunan sawit yang menjamin kualitas produksi, dengan tetap mengedepankan aspek-aspek lingkungan seperti tidak berada di kawasan hutan, pembukaan lahan yang ramah lingkungan dan tidak dilakukan dengan cara membakar dan lain sebagainya.
‘’CPO yang dijual ke luar negeri, legalitas CPO-nya dipertanyakan, legal atau tidak. Kalau nggak legal mereka tak mau beli, Nah ISPO ini semacam bukti, tapi faktanya di Rohul saja, hanya beberapa perusahaan yang punya ISPO. Yang tak punya ISPO jual CPO-nya ke perusahaan yang punya ISPO dengan harga murah, ujung-ujungnya perusahaan yang tak punya ISPO ini menekan harga jual TBS di pabrik,’’ tuturnya.(adv)
Baca Juga:  BNPB Tak Tanggung Biaya Operasional Helikopter di Luar Prosedur
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari