PEKANBARU(RIAUPOS.CO)- Akademis Universitas Islam Riau (UIR) Doktor Fatmawati SIP MM dari Universitas Islam Riau dalam makalahnya “Dinamika dan Harapan pada Pers di Daerah” melihat, fenomena yang terjadi dalam peliputan Pilpres dan Pileg 2019 lalu, media tidak cukup kritis memberikan pendidikan politik pada masyarakat yang heterogen.
Hal ini sampaikan Fatmawati sebagai salah satu pembicara dalam “Workshop Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 yang ditaja Dewan Pers, Kamis(12/9) di Hotel Pangeran Pekanbaru yang dipandu moderator Dr Syafriadi SH Mhum.
Indikatornya menurut Fatmawati, banyak iklan yang ditayangkan media belum mampu menyentuh menyeluruh dalam memberikan informasi ke masyarakat, terutama di level masyarakat yang punya backround pendidikan yang tinggi, yang banyak berdomisili di kota.
Lantas dimana peranan pers? Apakah pers sudah terkotak-kotak? Ketika pers dan media tidak lagi membuat peliputan yang berimbang kepada calon calon yang bertarung, jelas Fatmawati.
“Masyakat seolah-olah dipertontonkan, kalau mau lihat baik calon ini nonton di media ini, kalau lihat pesaingnya lihat media lainnya. Kondisi yang terjadi di Pemilu 2019,” sentilnya.
Workshop dibuka oleh Ketua Komisi Bidang Hukum Dewan Pers, Agung Darmajaya, diikuti sekitar 50 orang dari perwakilan organisasi wartawan dan pimpinan media cetak serta online, serta dihadiri juga Jamaluddin Ihsan, Ketua Komisi Pendidikan dan Pelatihan Dewan Pers, sebagai nara sumber serta Serikat Perusahaan Pers (SPS) .
Agung dalam sambutannya mengatakan, Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada bulan April 2019, banyak menyisakan berbagai catatan permasalahan terutama dalam soal pemberitaan media masa teknis dan intimidasi yang dialami media. Permasalahan dan intimidasi yang dialami Pers pada pemilu 2019, tentunya menjadi catatan kedepan terutama untuk mengawal janji kampanye peserta pemenang 2019, serta sebagai sebuah evaluasi dalam rangka perbaikan menghadapi Pemilihan Kepala Daerah secara serentak pada tahun 2020 mendatang.
“Workshop ini sebagai upaya mengevaluasi liputan pada pemilu 2019 di berbagai daerah. Serta dijadikan pelajaran untuk perbaikan pada peliputan menjelang Pemilihan Kepala Daerah secara serentak tahun 2020,” urainya.
“Kita ingin kawan-kawan di Riau dapat mengevaluasi liputan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden untuk kedepan, serta menjadi pembelajaran lebih baik pada peliputan Pilkada 2020. Kendala-kendala yang dialami saat peliputan juga akan kita jadikan rujukan perbaikan untuk berbagai pihak. Harapannya, media kedepan dapat menjalankan fungsi dan peranannya dengan memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Mulai dari tahapan Pemilihan dan Profil calon sehingga masyarakat memilih dengan rasional,” lanjutnya.
Bahkan lambannya proses verifikasi dengan persyaratan yang cukup banyak ini, seolah-olah dirasakan perusahaan pers kecil sangat membuat mereka terdiskriminasi dalam proses berebut’kue’ di daerah, karena adanya aturan yang di buat pemerintah daerah yang mengharuskan mereka harus terverifikasi dulu di Dewan Pers.
Laporan/editor: Deslina