Bupati Nonaktif Kuansing Dituntut 8 Tahun 6 Bulan Penjara

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Nonaktif Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra dengan hukuman 8 tahun 6 bulan penjara.

Andi Putra dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis (7/7/2022), disebutkan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

- Advertisement -

"Menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun 6 bulan dan denda Rp400 juta, subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," sebut JPU.

Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan tersebut, PU juga menuntut Andi Putra untuk membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta. Uang ini diminta untuk dilunasi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan ini mendapat kekuatan hukum tetap. Bila tidak dilunasi sesuai tenggat waktu itu, harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang. Bila tidak memiliki harta maka diganti kurungan 1 tahun.

- Advertisement -

Dalam surat dakwaannya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso, yang telah lebih dulu menjalani persidangan.

Andi Putra sebagai pihak yang berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan paling sedikit 20 persen. Lokasi plasma yang berada di Kampar membuat PT Adimulya Agrolestari yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajibannya. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.

JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pada sidang tersebut, terdakwa hadir secara virtual, sementara yang hadir langsung dalam persidangan adalah sejumlah Penasehat Hukumnya.

Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap perpanjangan HGU PT Adimulya Agrolestari pada 18 Oktober 2021 lalu. Saat itu GM PT Adimulya Agrolestari Sudarso terjaring OTT usai menyerahkan uang kepada Andi Putra di Teluk Kuantan, Kabupaten Kuansing.

Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan lari dengan cara mengganti plat kendaraanya. Andi Putra beberapa hari kemudian akhirnya menyerah lalu ditetapkan sebagai tersangka.

Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: Rinaldi

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Nonaktif Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra dengan hukuman 8 tahun 6 bulan penjara.

Andi Putra dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis (7/7/2022), disebutkan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun 6 bulan dan denda Rp400 juta, subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," sebut JPU.

Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan tersebut, PU juga menuntut Andi Putra untuk membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta. Uang ini diminta untuk dilunasi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan ini mendapat kekuatan hukum tetap. Bila tidak dilunasi sesuai tenggat waktu itu, harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang. Bila tidak memiliki harta maka diganti kurungan 1 tahun.

Dalam surat dakwaannya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso, yang telah lebih dulu menjalani persidangan.

Andi Putra sebagai pihak yang berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan paling sedikit 20 persen. Lokasi plasma yang berada di Kampar membuat PT Adimulya Agrolestari yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajibannya. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.

JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pada sidang tersebut, terdakwa hadir secara virtual, sementara yang hadir langsung dalam persidangan adalah sejumlah Penasehat Hukumnya.

Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap perpanjangan HGU PT Adimulya Agrolestari pada 18 Oktober 2021 lalu. Saat itu GM PT Adimulya Agrolestari Sudarso terjaring OTT usai menyerahkan uang kepada Andi Putra di Teluk Kuantan, Kabupaten Kuansing.

Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan lari dengan cara mengganti plat kendaraanya. Andi Putra beberapa hari kemudian akhirnya menyerah lalu ditetapkan sebagai tersangka.

Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: Rinaldi

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya