Senin, 20 Mei 2024

Dinasti Politik Kian Banyak

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengaruh dinasti politik dalam setiap pagelaran pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan kepada daerah (pilkada) di Indonesia terus meningkat. Hal itu, tercermin dari riset yang dilakukan oleh Nagara Institute yang meneliti tiga pileg dan dan tiga pilkada terakhir.

Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal mengatakan, di level Pileg, jumlah anggota DPR RI yang terpapar dinasti politik naik cukup signifikan. Mulai dari 28 anggota di pileg 2009 hingga puncaknya terjadi di Pileg 2019 yang meloloskan 99 anggota ke senayan.

Yamaha

"Jadi trennya terus meningkat," ujarnya di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta, kemarin (17/2). Potret yang sama, lanjut dia, terjadi di daerah. Sejak Pilkada serentak pertama digelar tahun 2015, angka kepala daerah yang terkait dinasti politik terus meningkat di dua penyelenggaraan selanjutnya. Modusnya ada yang memajukan anaknya, menantunya hingga istrinya.

Baca Juga:  Diperiksa MKD, Kasus Harvey Dihentikan

Akbar menjelaskan, menaiknya tren pengaruh dinasti politik disebabkan oleh ruang yang terbuka. Dimana regulasi yang sempat di buat untuk membatasi masuknya dinasti politik dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalil semua warga negara boleh dipilih dan memilih.

Imbasnya, lanjut dia, tidak ada batasan secara regulasi. Meskipun dalam faktanya, fenomena tersebut membuat orang-orang potensial kalah dengan sosok yang memiliki akses kekuasaan. "Terlalu banyak ruang yang diberikan kepada orang yang sebetulnya tidak layak, (namun) hanya karena memiliki relasi maka mereka mendapatkan ruang," imbuhnya.

- Advertisement -

Akbar berharap, riset yang dia hasilkan bisa dijadikan bahan bagi elit politik di senayan maupun eksekutif dalam merumuskan kebijakan. Terlebih, di tahun ini ada pembahasan terkait Revisi Undang-undang Pemilu dan UU Partai Politik.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengakui riset yang dihasilkan Nagara Institute bisa dilihat secara telanjang. Sebagai politisi, dia merasakan nya. Namun, dia menilai hal itu sulit dihindari untuk situasi sekarang. "Kalau itu ga dilakukan partai ga besar," ujarnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Nasib Politik Partai Demokrat Belum Ditentukan

Meski demikian, dia membuka peluang agar dinasti politik dikaji lebih dalam lagi plus minusnya. Azis menyebut, peluangnya untuk dibahas dalam penyusunan Revisi UU Pemilu maupun UU Parpol sangat terbuka. "Tinggal komitmen kita (partai di DPR), bagaimana UU Parpol mau dibawa. Begitu juga eksekutif. Tapi akan kita tindaklanjuti," imbuhnya.

Menanggapi riset tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo juga mengakui dinasti politik merupakan realitas politik Indonesia saat ini. Dia menilai, hal itu sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi yang diambil Indonesia. Secara aturan, tidak ada yang salah saat keluarga elit politik maju.(fiz)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengaruh dinasti politik dalam setiap pagelaran pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan kepada daerah (pilkada) di Indonesia terus meningkat. Hal itu, tercermin dari riset yang dilakukan oleh Nagara Institute yang meneliti tiga pileg dan dan tiga pilkada terakhir.

Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal mengatakan, di level Pileg, jumlah anggota DPR RI yang terpapar dinasti politik naik cukup signifikan. Mulai dari 28 anggota di pileg 2009 hingga puncaknya terjadi di Pileg 2019 yang meloloskan 99 anggota ke senayan.

"Jadi trennya terus meningkat," ujarnya di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta, kemarin (17/2). Potret yang sama, lanjut dia, terjadi di daerah. Sejak Pilkada serentak pertama digelar tahun 2015, angka kepala daerah yang terkait dinasti politik terus meningkat di dua penyelenggaraan selanjutnya. Modusnya ada yang memajukan anaknya, menantunya hingga istrinya.

Baca Juga:  Paslon Camar Siap Ciptakan Good Governance di Rohil

Akbar menjelaskan, menaiknya tren pengaruh dinasti politik disebabkan oleh ruang yang terbuka. Dimana regulasi yang sempat di buat untuk membatasi masuknya dinasti politik dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalil semua warga negara boleh dipilih dan memilih.

Imbasnya, lanjut dia, tidak ada batasan secara regulasi. Meskipun dalam faktanya, fenomena tersebut membuat orang-orang potensial kalah dengan sosok yang memiliki akses kekuasaan. "Terlalu banyak ruang yang diberikan kepada orang yang sebetulnya tidak layak, (namun) hanya karena memiliki relasi maka mereka mendapatkan ruang," imbuhnya.

Akbar berharap, riset yang dia hasilkan bisa dijadikan bahan bagi elit politik di senayan maupun eksekutif dalam merumuskan kebijakan. Terlebih, di tahun ini ada pembahasan terkait Revisi Undang-undang Pemilu dan UU Partai Politik.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengakui riset yang dihasilkan Nagara Institute bisa dilihat secara telanjang. Sebagai politisi, dia merasakan nya. Namun, dia menilai hal itu sulit dihindari untuk situasi sekarang. "Kalau itu ga dilakukan partai ga besar," ujarnya.

Baca Juga:  Diperiksa MKD, Kasus Harvey Dihentikan

Meski demikian, dia membuka peluang agar dinasti politik dikaji lebih dalam lagi plus minusnya. Azis menyebut, peluangnya untuk dibahas dalam penyusunan Revisi UU Pemilu maupun UU Parpol sangat terbuka. "Tinggal komitmen kita (partai di DPR), bagaimana UU Parpol mau dibawa. Begitu juga eksekutif. Tapi akan kita tindaklanjuti," imbuhnya.

Menanggapi riset tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo juga mengakui dinasti politik merupakan realitas politik Indonesia saat ini. Dia menilai, hal itu sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi yang diambil Indonesia. Secara aturan, tidak ada yang salah saat keluarga elit politik maju.(fiz)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari