(RIAUPOS.CO) — Sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) digelar Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP), Jumat (14/6). Bertempat di Kantor Bawaslu Riau, Jalan Adi Sucipto sidang dipimpin oleh Anggota DKPP Alfitra Salam dan majelis sidang dari Bawaslu dan KPU Riau.
Sedangkan dari pihak pengadu Suhardiman Amby turut membawa empat orang saksi. Selain itu, sidang yang digelar pada pagi hari itu juga menghadirkan teradu lima orang komisioner KPU Kuansing. Suhardiman Amby yang merupakan Caleg Hanura DPRD Riau dapil Kuansing Inhu diberi kesempatan untuk menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik.
Setidaknya, ada sembilan poin dugaan pelanggaran yang ia sampaikan dalam sidang tersebut. Sempat terjadi saling tanya jawab antara pengadu dan teradu. Hingga akhirnya sidang diskors oleh majelis sidang dikarenakan waktu shalat Jumat telah masuk. Usai sidang, Ketua Majelis Sidang Alfitra Salam menuturkan bahwa pihaknya telah mendengarkan laporan dari pengadu yakni Suhardiman Amby.
Begitu juga dengan jawaban dari teradu dari lima komisioner KPU Kuansing. Pihaknya belum bisa memutuskan soal dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU Kuansing. Yang pasti, DKPP akan mendalami bukti-bukti yang disampaikan oleh pengadu.
“Kesimpulan sementara belum. Jadi pendapat pengadu, teradu dan saksi kami dengarkan. Jadi kami sudah punya pegangan nantinya. Jika sidang pertama ini tidak mencukupi akan dibuka sidang kedua dengan hari yang berbeda tergantung keputusan majelis. Kita juga akan mendalami bukti-bukti,” ungkap Alfitra.
Hasil dari sidang nantinya akan dibawa ke DKPP untuk dilakukan rapat pleno bersama tujuh orang anggota DKPP. Dari sana, DKPP akan membuat penilaian apakah benar ada kesalahan dari sisi penyelenggara atau tidak.
Sementara itu, Suhardiman Amby kepada Riau Pos mengatakan dirinya hanya menginginkan pelaksanaan pemilu yang jujur, adil dan transparan. Ia berpendapat bahwa selama pelaksanaan pemilu, KPU Kuansing selaku penyelenggara banyak membuat kebijakan yang bertabrakan dengan Undang-Undang.
“Saya sebagai pengadu menginginkan pemilu yang benar jujur dan adil. KPU Kuansing ini banyak membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan UU. Sembilan pokok yang saya adukan itu, juga dirasakan hampir semua parpol. Hak mereka tak diberikan baik hak yang bersifat administratif maupun komunikatif,” ungkapnya.
Adapun pokok pengaduan pengadu dalam surat tersebut ialah, antara lain, para teradu membatalkan daftar pemilih yang telah ditetapkan melalui rapat pleno terbuka tertanggal 2 April 2019 dengan melakukan perubahan data pemilih yang dilakukan dalam rapat pleno tertutup tanpa dihadiri partai politik sebagai peserta pemilu.
Kedua, para teradu tidak cermat dalam menetapkan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) karena ditemukan perbedaan angka pemilih dengan kategori DPTb yang ditetapkan dan dituangkan dalam berita acara No.02/PL.01.2. BA/1409/KPU/Kab/III/2019 tentang rapat pleno terbuka penetapan daftar pemilih tambahan tahap kedua.
Para terduga juga telah lalai dengan tidak memerintahkan jajaran untuk mengumumkan by name DPTb pada papan pengumuman di masing-masing PPS, sebelum hari pemungutan suara sesuai amanat peraturan KPU nomor 11 tahun 2019.
Ketiga, para teradu tidak cermat dalam pengesetan logistik yang mengakibatkan kehilangan dan kekurangan surat suara serta berimbas pada pemungutan suara lanjutan atau PSL yang berakibat banyaknya TPS yang kekurangan surat suara. Bahkan ada surat suara yang kosong di antaranya terjadi di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir.
Surat suara untuk DPR RI terdapat kekurangan sehingga pemilih hanya diberikan empat surat suara terkecuali surat suara DPR RI. Akibat dari persoalan tersebut maka dilakukan pemungutan suara lanjutan atau PSL untuk DPR RI di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir.
Keempat, bahwa terdapat kesalahan prosedur rekapitulasi tingkat kecamatan yakni terdapat perintah para teradu PPK dalam melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2019 dengan cara membuka kotak suara presiden untuk setiap TPS yang berisi formulir model C1 PPWP, C 1 DPR RI, C1 DPD, C 1 DPRD provinsi dan C 1 DPRD kabupaten dan kota.
Namun yang dibacakan hanya formulir model C1 PPWP kemudian dilanjutkan dengan TPS lain sampai habis seluruh TPS dalam wilayah kecamatan tersebut. Setelah selesai pembacaan semua TPS untuk formulir C1 PPWP baru dilanjutkan dan diulang serta dibuka lagi kotak suara presiden untuk di diambil dan di bacakan formulir C1 DPR RI.(das)
Laporan AFIAT ANANDA, Pekanbaru