Jumat, 22 November 2024

Ketika Singa Mengembik dan Kambing Mengaum

- Advertisement -

Pemimpin yang cocok untuk era disrupsi, betulkah  pemimpin yang seperti singa yang lapar  atau kambing yang mengaum. Kenapa begitu ya?  Bahkan dalam berbagai riset ilmiah tentang leadership, disebutkan dalam perumpamaan bahwa suatu organisasi akan jauh lebih diperhitungkan oleh pesaing bila dipimpin oleh seekor singa dengan anggota sebanyak 1.000 kambing dibandingkan dengan yang dipimpin oleh seekor kambing yang beranggotakan 1.000 singa.

Memang teori terkait leadership banyak yang bisa kita pelajari, namun belum banyak yang membahas tentang gaya kepemimpian dikaitkan dengan era disrupsi. Dari sekian banyak yang membahas tentang kepemimpinan tersebut, disebutkan bahwa  bila organisasi dipimpin oleh pemimpin berkarakter bagaikan singa yang lapar, maka biasanya sipemimpin itu buru-buru menerapkan strateginya tanpa perencanaan yang memadai, dan si pemimpin itu punya alasan tersendiri, mengapa harus nunggu perencanaan lagi, sebab ia merasa tak banyak cukup waktu lagi untuk melakukan pembenahan, dan merasa rintangan yang dihadapi sangat banyak, sehingga perlu eksekusi yang cepat dan taktis. Walaupun sering bikin kegaduhan, namun pemimpin yang bagaikan singa yang lapar ini, jauh lebih baik daripada singa mengembik. Lho ada apa dengan singa yang mengembik?

- Advertisement -

Dalam berbagai teori kepemimpinan atau leadership disebutkan bahwa  pemimpin yang bagaikan singa yang mengembik adalah pemimpin yang biasanya pintar, berwibawa dan banyak wacana dan rencana, namun pada saat eksekusi yah hanya sebatas wacana saja. Di era disrupsi ini tentunya kurang pas ya bila pemimpin punya karakter  seperti singa mengembik itu. Lalu bagaimana pula dengan pemimpin yang berkarakter kambing mengaum? Untuk kambing yang mengaum ini, pemimpin yang berkarakater gigih dan berjuang walaupun banyak keterbatasan. Tidak ada kamus pantang menyerah dalam pemikirannya, yang selalu ada dalam mind set-nya adalah bagaimana mencapai sukses itu dengan berjuang dan gigih, dan tidak jarang harus bergaya over acting agar bisa lebih meyakinkan pihak lain.

Baca Juga:  Kekayaan dan Kebahagiaan

Ada lagi sebenarnya yang lebih tidak dikehendaki yaitu bila suatu organisasi dipimpin oleh kambing yang lumpuh. Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa bila suatu organisasi dipimpin oleh pemimpin yang bertipe kambing yang lumpuh, biasanya  terlihat organisasi itu bergerak dengan eksekusi yang bagus dan penuh pencitraan dan menarik simpati banyak pihak, namun hal itu hanya menutupi bahwa sesungguhnya si pemimpin itu tak kuat, kurang gigih, dan pada saat ada serangan muncul dari para kompetitor, maka tidak jarang akan menjadi santapan segar dari para kompetitornya ataupun pihak mitranya.

Bila kita kaitkan dengan berbagai teori kepemimpinan yang selalu membagi gaya kepemimpinan itu ada tiga kelompok yaitu: gaya otokrasi, gaya demokrasi, gaya laissez faire. Lalu kepemimpinan singa yang lapar dan atau kambing yang mengaum termasuk kelompok gaya kepemimpinan yang manakah? Ternyata singa yang lapar dan atau kambing yang mengaum itu ada melekat pada ketiga gaya kepemimpinan itu, namun sukses nya seorang pemimpin dalam era disrupsi ini, memang bukan ditentukan oleh gaya kepemimpinan nya, namun cenderung ditentukan oleh karakternya, yaitu harus bisa cepat eksekusi dan tidak hanya pandai merencanakan dan meramu wacana.

- Advertisement -
Baca Juga:  Aku Bukan NU, Biar NU Jati Diriku (Memperingati Milad Ke-95 NU)

Dalam teori Strategic Agility  (Larry Page) disebutkan bahwa bila suatu organisasi diibarakan dipimpin oleh seekor kambing dengan anggota 1.000 singa, maka yang terjadi adalah organisasi itu akan menjadi amat cepat gerakannya walaupun tidak punya pemimpin yang cemerlang, karena ibarat lebah mereka punya  lebah-lebah tantara dan lebah pekerja yang andal, akibatnya organisasi bisa keluar dari relnya kendati disegani oleh para kompetitornya, namun tidak jarang di puncak kejayaannya, akan mengalami salah jalan.

Dalam era disrupsi ini memang diperlukan pemimpin yang  bisa melihat bahwa suatu permasalahan itu adalah peluang bukan hambatan, dan hal itu ada pada karakter singa yang lapar.

Lalu diperlukan seperti apakah sosok pemimpin di era disrupsi ini? Singa yang lapar, kambing yang mengaum kah? Jawabannya, di era disrupsi ini kita tidak perlu keduanya itu, namun yang diperlukan adalah  seorang pemimpin yang berkarakter “the champion”, yaitu pemimpin yang punya visi, jago membuat perencanaan yang terstruktur dan juga jago dalam mengeksekusi.

Jadi? Jangan paksa si singa untuk mengembik dan jangan paksa pula kambing untuk mengaum.***

Pemimpin yang cocok untuk era disrupsi, betulkah  pemimpin yang seperti singa yang lapar  atau kambing yang mengaum. Kenapa begitu ya?  Bahkan dalam berbagai riset ilmiah tentang leadership, disebutkan dalam perumpamaan bahwa suatu organisasi akan jauh lebih diperhitungkan oleh pesaing bila dipimpin oleh seekor singa dengan anggota sebanyak 1.000 kambing dibandingkan dengan yang dipimpin oleh seekor kambing yang beranggotakan 1.000 singa.

Memang teori terkait leadership banyak yang bisa kita pelajari, namun belum banyak yang membahas tentang gaya kepemimpian dikaitkan dengan era disrupsi. Dari sekian banyak yang membahas tentang kepemimpinan tersebut, disebutkan bahwa  bila organisasi dipimpin oleh pemimpin berkarakter bagaikan singa yang lapar, maka biasanya sipemimpin itu buru-buru menerapkan strateginya tanpa perencanaan yang memadai, dan si pemimpin itu punya alasan tersendiri, mengapa harus nunggu perencanaan lagi, sebab ia merasa tak banyak cukup waktu lagi untuk melakukan pembenahan, dan merasa rintangan yang dihadapi sangat banyak, sehingga perlu eksekusi yang cepat dan taktis. Walaupun sering bikin kegaduhan, namun pemimpin yang bagaikan singa yang lapar ini, jauh lebih baik daripada singa mengembik. Lho ada apa dengan singa yang mengembik?

- Advertisement -

Dalam berbagai teori kepemimpinan atau leadership disebutkan bahwa  pemimpin yang bagaikan singa yang mengembik adalah pemimpin yang biasanya pintar, berwibawa dan banyak wacana dan rencana, namun pada saat eksekusi yah hanya sebatas wacana saja. Di era disrupsi ini tentunya kurang pas ya bila pemimpin punya karakter  seperti singa mengembik itu. Lalu bagaimana pula dengan pemimpin yang berkarakter kambing mengaum? Untuk kambing yang mengaum ini, pemimpin yang berkarakater gigih dan berjuang walaupun banyak keterbatasan. Tidak ada kamus pantang menyerah dalam pemikirannya, yang selalu ada dalam mind set-nya adalah bagaimana mencapai sukses itu dengan berjuang dan gigih, dan tidak jarang harus bergaya over acting agar bisa lebih meyakinkan pihak lain.

Baca Juga:  Kekayaan dan Kebahagiaan

Ada lagi sebenarnya yang lebih tidak dikehendaki yaitu bila suatu organisasi dipimpin oleh kambing yang lumpuh. Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa bila suatu organisasi dipimpin oleh pemimpin yang bertipe kambing yang lumpuh, biasanya  terlihat organisasi itu bergerak dengan eksekusi yang bagus dan penuh pencitraan dan menarik simpati banyak pihak, namun hal itu hanya menutupi bahwa sesungguhnya si pemimpin itu tak kuat, kurang gigih, dan pada saat ada serangan muncul dari para kompetitor, maka tidak jarang akan menjadi santapan segar dari para kompetitornya ataupun pihak mitranya.

- Advertisement -

Bila kita kaitkan dengan berbagai teori kepemimpinan yang selalu membagi gaya kepemimpinan itu ada tiga kelompok yaitu: gaya otokrasi, gaya demokrasi, gaya laissez faire. Lalu kepemimpinan singa yang lapar dan atau kambing yang mengaum termasuk kelompok gaya kepemimpinan yang manakah? Ternyata singa yang lapar dan atau kambing yang mengaum itu ada melekat pada ketiga gaya kepemimpinan itu, namun sukses nya seorang pemimpin dalam era disrupsi ini, memang bukan ditentukan oleh gaya kepemimpinan nya, namun cenderung ditentukan oleh karakternya, yaitu harus bisa cepat eksekusi dan tidak hanya pandai merencanakan dan meramu wacana.

Baca Juga:  Kapitalisasi Politik Orang Muda

Dalam teori Strategic Agility  (Larry Page) disebutkan bahwa bila suatu organisasi diibarakan dipimpin oleh seekor kambing dengan anggota 1.000 singa, maka yang terjadi adalah organisasi itu akan menjadi amat cepat gerakannya walaupun tidak punya pemimpin yang cemerlang, karena ibarat lebah mereka punya  lebah-lebah tantara dan lebah pekerja yang andal, akibatnya organisasi bisa keluar dari relnya kendati disegani oleh para kompetitornya, namun tidak jarang di puncak kejayaannya, akan mengalami salah jalan.

Dalam era disrupsi ini memang diperlukan pemimpin yang  bisa melihat bahwa suatu permasalahan itu adalah peluang bukan hambatan, dan hal itu ada pada karakter singa yang lapar.

Lalu diperlukan seperti apakah sosok pemimpin di era disrupsi ini? Singa yang lapar, kambing yang mengaum kah? Jawabannya, di era disrupsi ini kita tidak perlu keduanya itu, namun yang diperlukan adalah  seorang pemimpin yang berkarakter “the champion”, yaitu pemimpin yang punya visi, jago membuat perencanaan yang terstruktur dan juga jago dalam mengeksekusi.

Jadi? Jangan paksa si singa untuk mengembik dan jangan paksa pula kambing untuk mengaum.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari