Jumat, 10 Mei 2024

Please, Jangan Ngeyel Menantang Corona!

Kurang dari 3 bulan pertama tahun 2020,
dunia terhentak dan seolah  “berhenti
sejenak” karena virus corona (Covid-19)
.

Dimulai akhir Desember 2019 di episentrum virus, Kota Wuhan, Provinsi
Huibei, Cina, keganasan pandemi corona dengan cepat menyebar ke 185 negara, dan
menjangkiti 278.557 orang (Worldometers
per 21 Maret 2020).


“Kabar baiknya” sekitar 92.906 orang telah dinyatakan sembuh, namun
penyebaran virus corona begitu massif mematikan dengan korban tewas mencapai
11.554 jiwa. Sekali lagi, angka ini dari sekitar 3 bulan saja.


Meski telah menerapkan kebijakan pembatasan perlintasan (lockdown) secara nasional, negara
seperti Italia yang kini menjadi episentrum baru virus corona di Eropa dibuat
tak berdaya. Terbaru, negeri Pizza itu mengumumkan jumlah korban teror corona,
yakni 627 orang tewas dalam sehari!


Sejak dikonfirmasi pertama kali pada 20 Februari 2020, tercatat sudah
4.032 orang meregang nyawa akibat virus corona di Italia. Jauh melampaui jumlah
korban tewas di Cina, tempat awal wabah itu berasal.

Di Italia, petugas medis sampai harus mengambil kebijakan mengerikan,
hanya memprioritaskan mereka yang memiliki peluang hidup lebih besar. Bagi yang
kritis terpaksa “diikhlaskan”.


Virus ini menyebar borderless (tanpa
batas) ke berbagai negara di banyak benua. Menyerang siapa saja tanpa memandang
suku, bangsa, usia, agama, jabatan, dan berbagai status sosial lainnya. Semua
bisa terkena.

Tidak terkecuali di Indonesia. Kurang dari tiga pekan sejak diumumkan
pertama kali oleh Presiden Jokowi, jumlah pasien terinfeksi corona terus
merangkak naik, sudah mencapai 450 kasus, dengan 38 korban meninggal dunia.


Virus corona tak hanya mengubah paksa dan memukul keras segala aspek
kehidupan dunia, namun juga telah sampai mempengaruhi hubungan Tuhan dan manusia.


Inilah virus yang membuat sunyi masjid suci di Mekah dan Madinah,
membuat Israel dan Palestina mendadak “berdamai” dan sepakat menutup Kota Suci
Betlehem, memaksa Vatikan menutup semua Gereja Katolik di Roma, dan membuat
perayaan Holi di India tak lagi berwarna-warni.


Melawan virus yang masih belum ditemukan obatnya ini, Indonesia dan dunia
sesungguhnya sedang membutuhkan banyak pahlawan kemanusiaan. Membutuhkan
manusia-manusia yang tidak ngeyel menantang corona dengan menyepelekannya.
Karena sikap menyepelekan terbukti telah membuat virus ini semakin beringas
menjadi pendemi mematikan.

Di Korsel, pemimpin Gereja Shincheonji, Lee Man-hee, tetap meminta
jemaahnya hadir meski dalam kondisi sakit di tengah mewabahnya corona. Para
jemaah bahkan dilarang untuk memakai masker. Dalam hitungan hari, virus
menyebar dimulai dari Kota Daegu, lokasi Gereja Shincheonji.


Lee Man-hee akhirnya bersimpuh di lantai dan menundukkan kepala di
hadapan awak media meminta maaf pada seluruh rakyat negaranya. Sudah telat.
Virus terlanjur menyebar cepat.


Sebanyak 60 persen dari sekitar 4.000 kasus virus corona di Korsel pada
pekan awalnya, dikonfirmasi merupakan anggota gereja tersebut. 102 orang
dilaporkan tewas karena corona, yang kemudian memaksa Korsel mengambil
kebijakan preventif dan mitigasi bencana terbesar sepanjang sejarah Negeri
Ginseng itu.


Sementara di Malaysia, awalnya pemerintah telah membuat larangan
keramaian. Namun mereka tidak melarang kegiatan tablig akbar di Masjid Sri
Petaling, Kuala Lumpur, yang diikuti 16 ribu peserta dari 26 negara yang
berlangsung selama 3 hari di tengah meluasnya wabah corona.


Tak berapa lama, ratusan peserta tablig akbar dilaporkan positif corona.
Pemerintah Malaysia kemudian mengumumkan dua kematian pertama, salah satunya
adalah peserta tablig akbar yang telah menginfeksi hampir dua pertiga dari
total infeksi negara tersebut.


WNI yang menjadi peserta di acara tersebut, dalam waktu kurang dua
pekan dilaporkan mulai bertumbangan. Data terakhir, 13 WNI positif terpapar
virus corona dan terpaksa dirawat di negeri jiran. Negara-negara lainnya
menyusul melaporkan warganya yang ikut tablig akbar di Malaysia, positif
terpapar corona. Ada yang sudah meninggal dunia.

Dalam catatan panitia acara tablig akbar Malaysia, peserta dari
Indonesia berjumlah 696 orang!


Jumlah sebesar itu mayoritas telah kembali pulang, bebas melenggang,
menyebar ke berbagai provinsi, masuk hingga ke pelosok kampung-kampung, karena
yang terkena virus corona memang tidak langsung menunjukkan gejala-gejala. Jadi
misalkan mereka terpapar virus, tetap lolos-lolos saja dari berbagai pintu
masuk perbatasan.


Terbukti! beberapa pekan kemudian pasien corona di Indonesia yang
berasal dari acara tablig akbar di Malaysia, mulai bermunculan dari berbagai
daerah.


Di Provinsi Riau, kasus “pecah telur” corona diketahui berasal dari
warga yang sebelumnya menghadiri acara tersebut. Pasien kedua juga sama.


Entah berapa jumlah valid peserta tablig akbar di Malaysia yang sudah
masuk Indonesia, sudah ke mana saja, dan sudah berinteraksi dengan siapa saja? Wallahu Alam Bisshawab. Tak ada yang
tahu selain Allah Swt.


Kita sedang berada dalam situasi krisis multi-unpredictable (tidak bisa diprediksi). Baik dari segi jumlah tracing contact (mereka yang melakukan
kontak langsung dengan korban positif terifeksi), maupun dari segi waktu kapan
jejaring virus ini akan berakhir.


Menyikapi betapa rumitnya itu semua, marilah simpan sikap egois dan
memikirkan diri sendiri.


Ikutilah anjuran pemerintah untuk tetap di rumah. Kalaupun harus
beraktivitas di luar –mengingat ada jutaan penduduk Indonesia bekerja informal–
hendaknya tetap ikuti arahan untuk menjaga jarak aman, dan jaga kebersihan.


Hal terpenting lainnya, jangan jadikan wabah corona ini sebagai “alat
perang apalagi senjata provokasi” sesama anak bangsa. Tak ada gunanya.


Hentikan salah-menyalah. Jangan lentikkan jari mengotori media sosial
dengan hoaks. Berilah saran dan kritik konstruktif jika diperlukan. Karena
virus corona ancaman bagi seluruh umat manusia, dan manusia ditakdirkan hanya
memiliki selembar nyawa. Pandemi corona tidak akan bisa dikendalikan dengan
sikap ngeyel dan tanpa melakukan
apa-apa.


Bila angka-angka pasien corona terus meningkat, tingkatkan kewaspadaan
bersama. Karena angka-angka dari pemerintah diprediksi memang akan terus
bertambah, seiring dengan peningkatan test
rapid
atau uji cepat corona yang sedang terus diupayakan dilakukan hingga
ke daerah-daerah. Ini justru baik, jadi jangan panik.


Semakin cepat dan meluas pengujian, tentu akan semakin membantu
pemerintah untuk mengambil kebijakan publik yang baik, karena didukung dasar
kajian yang tepat (evidence based policy).
Kajian yang tepat tentunya memerlukan data yang komprehensif dan akurat.


Jadi untuk melawan virus corona dan demi mengantisipasi dampak yang “lebih
mematikan dari virus itu sendiri” dari segala sisi kehidupan berbangsa
bernegara, please jangan ngeyel!


Indonesia sedang membutuhkan semangat gotong-royong segenap komponen bangsa
dengan dua warna yang sama: Merah dan Putih.


Inilah masanya kita membangun sikap samina
wa athona
(kami mendengar dan kami taat), terutama pada perintah umara
(pemimpin) dan fatwa ulama.


Tingkatkan rasa tolong-menolong pada sesama. Bagi yang kaya menolong
yang miskin, bagi yang lapang menolong yang sempit, bagi yang mapan menolong
yang sedang bersusah-payah bertahan di tengah gempuran corona.


Sekali lagi, mari jadi pejuang kemanusiaan di tengah krisis corona.
Dimulai dari lingkup terkecil, diri sendiri dan keluarga. Dengan melakukan hal
sederhana seperti cuci tangan, jaga jarak, dan social distancing, sebenarnya
kita tidak hanya berjuang untuk Indonesia, tapi juga sedang memperjuangkan masa
depan peradaban manusia.


Optimislah. Berpikir positif. Terus berikhtiar sembari meningkatkan
ibadah pada Sang Maha, pemilik Kun Fayakun, Allah Swt.


Insya Allah dengan semangat kebersamaan seluruh komponen bangsa, Indonesia
akan mampu melalui masa-masa sulit ini dan memenangkan pertempuran melawan
pandemi corona. Aminn.


Dr Afni Zulkifli, Dosen Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning (FIA Unilak) Pekanbaru, Riau.

Baca Juga:  Pilkada dan Kearifan Lokal Riau
Kurang dari 3 bulan pertama tahun 2020,
dunia terhentak dan seolah  “berhenti
sejenak” karena virus corona (Covid-19)
.

Dimulai akhir Desember 2019 di episentrum virus, Kota Wuhan, Provinsi
Huibei, Cina, keganasan pandemi corona dengan cepat menyebar ke 185 negara, dan
menjangkiti 278.557 orang (Worldometers
per 21 Maret 2020).


“Kabar baiknya” sekitar 92.906 orang telah dinyatakan sembuh, namun
penyebaran virus corona begitu massif mematikan dengan korban tewas mencapai
11.554 jiwa. Sekali lagi, angka ini dari sekitar 3 bulan saja.


Meski telah menerapkan kebijakan pembatasan perlintasan (lockdown) secara nasional, negara
seperti Italia yang kini menjadi episentrum baru virus corona di Eropa dibuat
tak berdaya. Terbaru, negeri Pizza itu mengumumkan jumlah korban teror corona,
yakni 627 orang tewas dalam sehari!


Sejak dikonfirmasi pertama kali pada 20 Februari 2020, tercatat sudah
4.032 orang meregang nyawa akibat virus corona di Italia. Jauh melampaui jumlah
korban tewas di Cina, tempat awal wabah itu berasal.

Di Italia, petugas medis sampai harus mengambil kebijakan mengerikan,
hanya memprioritaskan mereka yang memiliki peluang hidup lebih besar. Bagi yang
kritis terpaksa “diikhlaskan”.


Virus ini menyebar borderless (tanpa
batas) ke berbagai negara di banyak benua. Menyerang siapa saja tanpa memandang
suku, bangsa, usia, agama, jabatan, dan berbagai status sosial lainnya. Semua
bisa terkena.

Tidak terkecuali di Indonesia. Kurang dari tiga pekan sejak diumumkan
pertama kali oleh Presiden Jokowi, jumlah pasien terinfeksi corona terus
merangkak naik, sudah mencapai 450 kasus, dengan 38 korban meninggal dunia.


Virus corona tak hanya mengubah paksa dan memukul keras segala aspek
kehidupan dunia, namun juga telah sampai mempengaruhi hubungan Tuhan dan manusia.


Inilah virus yang membuat sunyi masjid suci di Mekah dan Madinah,
membuat Israel dan Palestina mendadak “berdamai” dan sepakat menutup Kota Suci
Betlehem, memaksa Vatikan menutup semua Gereja Katolik di Roma, dan membuat
perayaan Holi di India tak lagi berwarna-warni.


Melawan virus yang masih belum ditemukan obatnya ini, Indonesia dan dunia
sesungguhnya sedang membutuhkan banyak pahlawan kemanusiaan. Membutuhkan
manusia-manusia yang tidak ngeyel menantang corona dengan menyepelekannya.
Karena sikap menyepelekan terbukti telah membuat virus ini semakin beringas
menjadi pendemi mematikan.

Di Korsel, pemimpin Gereja Shincheonji, Lee Man-hee, tetap meminta
jemaahnya hadir meski dalam kondisi sakit di tengah mewabahnya corona. Para
jemaah bahkan dilarang untuk memakai masker. Dalam hitungan hari, virus
menyebar dimulai dari Kota Daegu, lokasi Gereja Shincheonji.


Lee Man-hee akhirnya bersimpuh di lantai dan menundukkan kepala di
hadapan awak media meminta maaf pada seluruh rakyat negaranya. Sudah telat.
Virus terlanjur menyebar cepat.


Sebanyak 60 persen dari sekitar 4.000 kasus virus corona di Korsel pada
pekan awalnya, dikonfirmasi merupakan anggota gereja tersebut. 102 orang
dilaporkan tewas karena corona, yang kemudian memaksa Korsel mengambil
kebijakan preventif dan mitigasi bencana terbesar sepanjang sejarah Negeri
Ginseng itu.


Sementara di Malaysia, awalnya pemerintah telah membuat larangan
keramaian. Namun mereka tidak melarang kegiatan tablig akbar di Masjid Sri
Petaling, Kuala Lumpur, yang diikuti 16 ribu peserta dari 26 negara yang
berlangsung selama 3 hari di tengah meluasnya wabah corona.


Tak berapa lama, ratusan peserta tablig akbar dilaporkan positif corona.
Pemerintah Malaysia kemudian mengumumkan dua kematian pertama, salah satunya
adalah peserta tablig akbar yang telah menginfeksi hampir dua pertiga dari
total infeksi negara tersebut.


WNI yang menjadi peserta di acara tersebut, dalam waktu kurang dua
pekan dilaporkan mulai bertumbangan. Data terakhir, 13 WNI positif terpapar
virus corona dan terpaksa dirawat di negeri jiran. Negara-negara lainnya
menyusul melaporkan warganya yang ikut tablig akbar di Malaysia, positif
terpapar corona. Ada yang sudah meninggal dunia.

Dalam catatan panitia acara tablig akbar Malaysia, peserta dari
Indonesia berjumlah 696 orang!


Jumlah sebesar itu mayoritas telah kembali pulang, bebas melenggang,
menyebar ke berbagai provinsi, masuk hingga ke pelosok kampung-kampung, karena
yang terkena virus corona memang tidak langsung menunjukkan gejala-gejala. Jadi
misalkan mereka terpapar virus, tetap lolos-lolos saja dari berbagai pintu
masuk perbatasan.


Terbukti! beberapa pekan kemudian pasien corona di Indonesia yang
berasal dari acara tablig akbar di Malaysia, mulai bermunculan dari berbagai
daerah.


Di Provinsi Riau, kasus “pecah telur” corona diketahui berasal dari
warga yang sebelumnya menghadiri acara tersebut. Pasien kedua juga sama.


Entah berapa jumlah valid peserta tablig akbar di Malaysia yang sudah
masuk Indonesia, sudah ke mana saja, dan sudah berinteraksi dengan siapa saja? Wallahu Alam Bisshawab. Tak ada yang
tahu selain Allah Swt.


Kita sedang berada dalam situasi krisis multi-unpredictable (tidak bisa diprediksi). Baik dari segi jumlah tracing contact (mereka yang melakukan
kontak langsung dengan korban positif terifeksi), maupun dari segi waktu kapan
jejaring virus ini akan berakhir.


Menyikapi betapa rumitnya itu semua, marilah simpan sikap egois dan
memikirkan diri sendiri.


Ikutilah anjuran pemerintah untuk tetap di rumah. Kalaupun harus
beraktivitas di luar –mengingat ada jutaan penduduk Indonesia bekerja informal–
hendaknya tetap ikuti arahan untuk menjaga jarak aman, dan jaga kebersihan.


Hal terpenting lainnya, jangan jadikan wabah corona ini sebagai “alat
perang apalagi senjata provokasi” sesama anak bangsa. Tak ada gunanya.


Hentikan salah-menyalah. Jangan lentikkan jari mengotori media sosial
dengan hoaks. Berilah saran dan kritik konstruktif jika diperlukan. Karena
virus corona ancaman bagi seluruh umat manusia, dan manusia ditakdirkan hanya
memiliki selembar nyawa. Pandemi corona tidak akan bisa dikendalikan dengan
sikap ngeyel dan tanpa melakukan
apa-apa.


Bila angka-angka pasien corona terus meningkat, tingkatkan kewaspadaan
bersama. Karena angka-angka dari pemerintah diprediksi memang akan terus
bertambah, seiring dengan peningkatan test
rapid
atau uji cepat corona yang sedang terus diupayakan dilakukan hingga
ke daerah-daerah. Ini justru baik, jadi jangan panik.


Semakin cepat dan meluas pengujian, tentu akan semakin membantu
pemerintah untuk mengambil kebijakan publik yang baik, karena didukung dasar
kajian yang tepat (evidence based policy).
Kajian yang tepat tentunya memerlukan data yang komprehensif dan akurat.


Jadi untuk melawan virus corona dan demi mengantisipasi dampak yang “lebih
mematikan dari virus itu sendiri” dari segala sisi kehidupan berbangsa
bernegara, please jangan ngeyel!


Indonesia sedang membutuhkan semangat gotong-royong segenap komponen bangsa
dengan dua warna yang sama: Merah dan Putih.


Inilah masanya kita membangun sikap samina
wa athona
(kami mendengar dan kami taat), terutama pada perintah umara
(pemimpin) dan fatwa ulama.


Tingkatkan rasa tolong-menolong pada sesama. Bagi yang kaya menolong
yang miskin, bagi yang lapang menolong yang sempit, bagi yang mapan menolong
yang sedang bersusah-payah bertahan di tengah gempuran corona.


Sekali lagi, mari jadi pejuang kemanusiaan di tengah krisis corona.
Dimulai dari lingkup terkecil, diri sendiri dan keluarga. Dengan melakukan hal
sederhana seperti cuci tangan, jaga jarak, dan social distancing, sebenarnya
kita tidak hanya berjuang untuk Indonesia, tapi juga sedang memperjuangkan masa
depan peradaban manusia.


Optimislah. Berpikir positif. Terus berikhtiar sembari meningkatkan
ibadah pada Sang Maha, pemilik Kun Fayakun, Allah Swt.


Insya Allah dengan semangat kebersamaan seluruh komponen bangsa, Indonesia
akan mampu melalui masa-masa sulit ini dan memenangkan pertempuran melawan
pandemi corona. Aminn.


Dr Afni Zulkifli, Dosen Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning (FIA Unilak) Pekanbaru, Riau.

Baca Juga:  Akankah Melayu Hilang di Bumi?
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari