Jumat, 10 Mei 2024

Pilkada dan Kearifan Lokal Riau

RIAUPOS.CO – Baru saja kita melewati Proses Pemilu Nasional 14 Februari kemaren, momen berikut yang kita tunggu adalah Pilkada serentak (Pilgub, Pilbup dan Pilwakot) yang akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024 mendatang. Berita tentang Pilkada serentak sudah mulai bergema, banyak polling-polling yang dilakukan, prediksi-prediksi yang dibuat oleh media massa, instansi bahkan lembaga independen terhadap Paslon (Pasangan Calon).

Pasangan Calon (Paslon) sendiri juga sudah mulai bergerilya, saling intip peluang (dengan melihat dan mulai berhitung suara, suara pesaing, suara calon pendamping, sambil utak-atik data mengacu ke teori peluang yang dilakukan masing2 tim (sukses) Paslon.

Yamaha

Siapapun yang bakal ikut kontestasi pasti sudah bisa mengukur peluangnya, karena tak mungkin berani ikut tanpa punya dasar. Nah, untuk Pilkada Serentak nanti, saya mau berbagi konsep untuk (khusus) Pilwakot Kota Pekanbaru (saya rasa untuk Pilbup di kabupaten pun konsepnya tak jauh berbeda).

Di Pilkada Provinsi Riau, konsep, penentuan pasangan calon (Paslon) dan pelaksaanaannya pun tak jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Yang menjadi center of excelent (pusat perhatian) adalah penentuan pasangan calon (Paslon). Ini fase krusial dalam Pilkada nanti.

Baca Juga:  Dari Alam Mayang ke Quangtung Cruise

Dalam menentukan Palon, tim pemenangan calon biasanya mempertimbangkan aspek etnik.

- Advertisement -

Karena dengan semakin berkembangnya transportasi suatu negara, migrasi penduduk semakin cepat dari satu daerah ke daerah lain (bukan hanya karena program zaman pemerintahan orde baru yaitu transmigrasi saja), tapi karena saat ini terjadi perpindahan karena peluang pekerjaan, pernikahan antar daerah dll, sehingga hampir di seluruh daerah demografi (kependudukannya mulai heterogen).

Karena keberagaman etnik di suatu daerah inilah yang membuat konsep yang paling gampang distel (“dikompori”) oleh masing-masing tim pemenangan untuk memenangkan Paslonnya adalah kombinasi etnik putra daerah pendatang. Ini isu sentralnya. Coba kita lihat kontestasi Pilwakot dan Pilbup di beberapa kota dan kabupaten di Provinsi Riau, sudah menunjukkan fakta bahwa kombinasi etnik ada lah yang paling efektif memenangkan kontestasi Pilwakot dan Pilbup.

- Advertisement -

Di Kota Pekanbaru saja dulu Herman Abdullah digandeng kan dengan Erizal Muluk, berlanjut dengan Firdaus dengan Ayat Cahyadi. Di Kabupaten Kampar, juga begitu Azis Zaenal (alm) dengan Catur. Di Kabupaten Rokan Hulu juga dulu zaman Pak Ahmad, wakilnya Sukiman.

Baca Juga:  Membunuh Rasa Ego

Di Kabupaten Bengkalis Kasmarni dan Bagus Santoso. Di Kabupaten Rokan Hilir dulu Annas Maamoen, wakilnya Suyatno. Tentu yang punya peluang adalah etnis pendatang yang sudah berasimiliasi dengan etnis asli.

Seperti kata Ongah Tabrani (tokoh Melayu Riau) etnis bukan asli Riau yang bisa dikatakan putra daerah adalah yang sudah lahir dan besar di Riau. Menurut saya pemilihan Paslon yang benar-benar efektif dan bisa berjalan baik harus mengedepankan aspek kearifan lokal (etnik asli harus jadi pimpinan tertinggi dan wakilnya etnis pendatang yang mengacu pada statement Ongah Tabrani.

Menurut saya ini adalah solusi terbaik memenangkan Pilkada, memenangkan hati rakyat karena ada kombinasi antar etnik yang ada selama ini ternyata mendapat suara yang cukup signifikan dari para pemilih. Kombinasi ini mewakili komunitas yang ada di suatu daerah secara merata. Di daerah lain sebagian besar juga begitu.***

Oleh: Said Fauzi, Pengamat Sosial Politik

RIAUPOS.CO – Baru saja kita melewati Proses Pemilu Nasional 14 Februari kemaren, momen berikut yang kita tunggu adalah Pilkada serentak (Pilgub, Pilbup dan Pilwakot) yang akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024 mendatang. Berita tentang Pilkada serentak sudah mulai bergema, banyak polling-polling yang dilakukan, prediksi-prediksi yang dibuat oleh media massa, instansi bahkan lembaga independen terhadap Paslon (Pasangan Calon).

Pasangan Calon (Paslon) sendiri juga sudah mulai bergerilya, saling intip peluang (dengan melihat dan mulai berhitung suara, suara pesaing, suara calon pendamping, sambil utak-atik data mengacu ke teori peluang yang dilakukan masing2 tim (sukses) Paslon.

Siapapun yang bakal ikut kontestasi pasti sudah bisa mengukur peluangnya, karena tak mungkin berani ikut tanpa punya dasar. Nah, untuk Pilkada Serentak nanti, saya mau berbagi konsep untuk (khusus) Pilwakot Kota Pekanbaru (saya rasa untuk Pilbup di kabupaten pun konsepnya tak jauh berbeda).

Di Pilkada Provinsi Riau, konsep, penentuan pasangan calon (Paslon) dan pelaksaanaannya pun tak jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Yang menjadi center of excelent (pusat perhatian) adalah penentuan pasangan calon (Paslon). Ini fase krusial dalam Pilkada nanti.

Baca Juga:  Gajah, Tungau dan Semut

Dalam menentukan Palon, tim pemenangan calon biasanya mempertimbangkan aspek etnik.

Karena dengan semakin berkembangnya transportasi suatu negara, migrasi penduduk semakin cepat dari satu daerah ke daerah lain (bukan hanya karena program zaman pemerintahan orde baru yaitu transmigrasi saja), tapi karena saat ini terjadi perpindahan karena peluang pekerjaan, pernikahan antar daerah dll, sehingga hampir di seluruh daerah demografi (kependudukannya mulai heterogen).

Karena keberagaman etnik di suatu daerah inilah yang membuat konsep yang paling gampang distel (“dikompori”) oleh masing-masing tim pemenangan untuk memenangkan Paslonnya adalah kombinasi etnik putra daerah pendatang. Ini isu sentralnya. Coba kita lihat kontestasi Pilwakot dan Pilbup di beberapa kota dan kabupaten di Provinsi Riau, sudah menunjukkan fakta bahwa kombinasi etnik ada lah yang paling efektif memenangkan kontestasi Pilwakot dan Pilbup.

Di Kota Pekanbaru saja dulu Herman Abdullah digandeng kan dengan Erizal Muluk, berlanjut dengan Firdaus dengan Ayat Cahyadi. Di Kabupaten Kampar, juga begitu Azis Zaenal (alm) dengan Catur. Di Kabupaten Rokan Hulu juga dulu zaman Pak Ahmad, wakilnya Sukiman.

Baca Juga:  Bahaya Filter Bubble dan Echo Chamber di Media Sosial

Di Kabupaten Bengkalis Kasmarni dan Bagus Santoso. Di Kabupaten Rokan Hilir dulu Annas Maamoen, wakilnya Suyatno. Tentu yang punya peluang adalah etnis pendatang yang sudah berasimiliasi dengan etnis asli.

Seperti kata Ongah Tabrani (tokoh Melayu Riau) etnis bukan asli Riau yang bisa dikatakan putra daerah adalah yang sudah lahir dan besar di Riau. Menurut saya pemilihan Paslon yang benar-benar efektif dan bisa berjalan baik harus mengedepankan aspek kearifan lokal (etnik asli harus jadi pimpinan tertinggi dan wakilnya etnis pendatang yang mengacu pada statement Ongah Tabrani.

Menurut saya ini adalah solusi terbaik memenangkan Pilkada, memenangkan hati rakyat karena ada kombinasi antar etnik yang ada selama ini ternyata mendapat suara yang cukup signifikan dari para pemilih. Kombinasi ini mewakili komunitas yang ada di suatu daerah secara merata. Di daerah lain sebagian besar juga begitu.***

Oleh: Said Fauzi, Pengamat Sosial Politik

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari