Senin, 20 Mei 2024

Sejumlah Aplikasi Diblokir, LBH Anggap Kemenkominfo Otoriter

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia disebut telah memblokir delapan) situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran dilakukan dengan alasan situs dan aplikasi tersebut, tidak terdaftar resmi dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Yamaha

Direktur Eksekutif LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemblokiran situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital, dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism).

“Sehingga memblokir atau mematikan situs internet dan aplikasi yang tidak memenuhi syarat pembatasan adalah tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Ahad (31/7/2022).

Menurut Arif, pemblokiran situs dan aplikasi tersebut berdampak serius terhadap HAM, yakni hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi sebagaimana ketentuan UUD RI 1945.

- Advertisement -
Baca Juga:  Dukung Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan

Selain itu, dapat juga melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian (dampak ekonomi) dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak (Hak atas Pekerjaan), hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya bagi pengguna situs internet dan aplikasi mengingat sifat HAM adalah universal, tidak terpisahkan, saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya (universal, indivisible, interdependent and interrelated).

“Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Promosi dan Perlindungan Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (the United Nations Special Rapporteur on the Promotion and Protection of the Right to Freedom of Opinion and Expression) yang menyatakan bahwa menghentikan dan menyaring (blocking and filtering) pengguna dari akses internet, terlepas dari justifikasi yang diberikan, menjadi tidak proporsional,” ucap Arif.

- Advertisement -

Dengan demikian, kata Arif, merupakan pelanggaran terhadap pasal 19 Paragraf 3 ICCPR, sehingga mengimbau semua negara untuk memastikan bahwa akses internet dipertahankan setiap saat, termasuk selama masa kerusuhan politik.

“Pemblokiran (Pembatasan HAM) tersebut dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui Putusan Pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan dan perlakuan setara (equal treatment) berdasarkan Prinsip Pembatasan-Pembatasan Yang Diijinkan (Permissible Limitations),” ujar Arif.

Baca Juga:  Dubes Arab Saudi untuk AS Kunjungi Lokasi Penembakan di Florida

LBH Jakarta menilai, Pembatasan Sistem Internet dan Aplikasi harus memenuhi syarat setidaknya berdasarkan ditetapkan oleh undang-undang (Prescribed by Law), dilakukan dalam masyarakat yang demokratis, ketertiban umum (Public order), kesehatan masyarakat, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, hak dan kebebasan orang lain atau hak dan reputasi orang lain.

Seharusnya ada tujuan yang sah (legitimate aim), dan harus dibuktikan bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional (Necessary) dan kesemuanya syarat pembatasan tersebut harus dibuktikan melalui forum yang transparan, keadilan dan perlakuan yang setara di Pengadilan karena beban justifikasi atau pembuktian pembatasan bertumpu pada negara.

“Oleh karenanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan Mekanisme Pembatasan HAM untuk melakukan Pemblokiran situs internet dan aplikasi,” pungkas Arif.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia disebut telah memblokir delapan) situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran dilakukan dengan alasan situs dan aplikasi tersebut, tidak terdaftar resmi dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Direktur Eksekutif LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemblokiran situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital, dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism).

“Sehingga memblokir atau mematikan situs internet dan aplikasi yang tidak memenuhi syarat pembatasan adalah tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Ahad (31/7/2022).

Menurut Arif, pemblokiran situs dan aplikasi tersebut berdampak serius terhadap HAM, yakni hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi sebagaimana ketentuan UUD RI 1945.

Baca Juga:  Perang Balkan, Kroasia, dan Luka Modric

Selain itu, dapat juga melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian (dampak ekonomi) dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak (Hak atas Pekerjaan), hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya bagi pengguna situs internet dan aplikasi mengingat sifat HAM adalah universal, tidak terpisahkan, saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya (universal, indivisible, interdependent and interrelated).

“Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Promosi dan Perlindungan Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (the United Nations Special Rapporteur on the Promotion and Protection of the Right to Freedom of Opinion and Expression) yang menyatakan bahwa menghentikan dan menyaring (blocking and filtering) pengguna dari akses internet, terlepas dari justifikasi yang diberikan, menjadi tidak proporsional,” ucap Arif.

Dengan demikian, kata Arif, merupakan pelanggaran terhadap pasal 19 Paragraf 3 ICCPR, sehingga mengimbau semua negara untuk memastikan bahwa akses internet dipertahankan setiap saat, termasuk selama masa kerusuhan politik.

“Pemblokiran (Pembatasan HAM) tersebut dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui Putusan Pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan dan perlakuan setara (equal treatment) berdasarkan Prinsip Pembatasan-Pembatasan Yang Diijinkan (Permissible Limitations),” ujar Arif.

Baca Juga:  163 Daerah Luar Jawa-Bali Naik Level 3

LBH Jakarta menilai, Pembatasan Sistem Internet dan Aplikasi harus memenuhi syarat setidaknya berdasarkan ditetapkan oleh undang-undang (Prescribed by Law), dilakukan dalam masyarakat yang demokratis, ketertiban umum (Public order), kesehatan masyarakat, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, hak dan kebebasan orang lain atau hak dan reputasi orang lain.

Seharusnya ada tujuan yang sah (legitimate aim), dan harus dibuktikan bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional (Necessary) dan kesemuanya syarat pembatasan tersebut harus dibuktikan melalui forum yang transparan, keadilan dan perlakuan yang setara di Pengadilan karena beban justifikasi atau pembuktian pembatasan bertumpu pada negara.

“Oleh karenanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan Mekanisme Pembatasan HAM untuk melakukan Pemblokiran situs internet dan aplikasi,” pungkas Arif.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari