JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Bareskrim Polri terus menggali keterangan saksi untuk mengungkap kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung). Sampai kemarin (22/9) sudah 29 saksi diperiksa. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menjelaskan, saksi yang dipanggil terdiri dari pekerja konstruksi, PNS, staf dan pengamanan dalam (pamdal).
"Senin 12 orang saksi dan Selasa 17 saksi yang dipanggil," paparnya kemarin.
Seluruh saksi tersebut dimintai keterangan oleh Bareskrim untuk mengetahui apa saja yang terjadi di lantai enam Gedung Utama Kejagung saat kebakaran dan sebelum kebakaran terjadi. Namun, Awi belum menyebutkan apa saja yang diperoleh dari saksi selama dua hari tersebut.
"Kami masih proses," singkat perwira tinggi dengan satu bintang di pundak itu.
Pemeriksaan berkaitan dengan kebakaran itu dipastikan masih berlanjut. Sebelumnya, Bareskrim menyampaikan, saksi-saksi yang diperiksa dalam tahap penyidikan tersebut merupakan potensial suspect. Yang mengetahui detik-detik kebakaran dan bahkan terdapat upaya pemadaman yang tidak efektif hingga akhirnya harus memanggil pemadam kebakaran. Selain itu, Bareskrim juga sedang mengajukan penyitaan barang bukti ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Barang bukti hendak disita oleh penyidik Bareskrim merupakan barang bukti yang diambil dan dipelajari di Puslabfor. "Surat permintaan penyitaan telah kami kirimkan," ungkap Awi. Diakui oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kebakaran Gedung Utama Kejagung cukup mengejutkan. Sebab, kebakaran terjadi saat Kejagung tengah menangani skandal suap yang melibatkan Djoko Tjandra.
Karena itu, LPSK menjalin komunikasi dengan Polri untuk membantu pengungkapan insiden tersebut. Mereka siap memberikan jaminan untuk melindungi saksi yang diperiksa dalam kasus tersebut. Tidak hanya itu, LPSK juga mendorong Presiden Joko Widodo membentuk tim gabungan yang bisa mengoordinasi, evaluasi, dan monitoring penanganan kasus terkait dengan Djoko Tjandra.
Menurut Ketua LPSK Hasto Atmojo, Presiden bisa mengambil peran sentral demi memastikan penegakan hukum dalam kasus-kasus Djoko Tjandra tidak keluar jalur.
"Berjalan sesuai dengan koridor undang-undang dengan tidak pandang bulu," ungkap Hasto. Dia menyebut, kasus itu harus dibongkar sampai ke akar. Termasuk mengungkap peran pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Lebih lanjut, Hasto menyebut, Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking yang masuk dalam pusara skandal suap Djoko Tjandra berpotensi menjadi justice collaborator untuk mengungkap peran pelaku lainnya. Dia menilai, para tersangka di Kejagung dan Bareskrim itu bisa membuka peran pelaku yang lebih besar dalam kasus Djoko Tjandra. Pihaknya berharap mereka bersedia menjadi justice collaborator.
Peluang itu sangat terbuka bila mereka ingin bekerja sama dengan aparat penegak hukum. "LPSK membuka diri untuk memberi perlindungan kepada saksi, pelapor, saksi pelaku atau justice collaborator dan ahli," ungkapnya. Dia memastikan bahwa pihaknya akan melindungi justice collaborator yang bersedia membantu Kejagung dan Bareskrim mengungkap skandal suap Djoko Tjandra.
Kemarin, Kejagung kembali memeriksa seorang saksi dalam kasus yang melibatkan Pinangki, Djoko Tjandra, dan Andi Irfan. Saksi yang dipanggil penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung kemarin adalah Rahmat. Dia duga menjembatani pertemuan Pinangki dengan Djoko Tjandra. Pemeriksaan Rahmat kemarin bukan pertama kali. Sebab, dia sudah pernah diperiksa oleh Kejagung.
Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, dirinya sudah meminta Kejagung menetapkan Andi Irfan menjadi tersangka dengan pasal menghalangi atau merintangi penyidikan. Itu disampaikan Boyamin lantaran dirinya mendapat informasi Andi Irfan sudah membuang telepon genggam. ”HP tersebut diduga berisi percakapan AIJ dengan PSM dan JST terkait rencana permohonan fatwa,” beber dia.
Bukan hanya itu, Boyamin menyebut, diduga kuat dalam telepon genggam milik Andi Irfan itu ada Action Plan yang ditawarkan Pinangki kepada Djoko Tjandra. MAKI juga menduga, telepon genggam itu sengaja dibuang oleh Andi Irfan untuk menghilangkan jejak komunikasi dengan pihak terkait. Termasuk di antaranya politisi. "Sehingga dengan demikian patut diduga (Andi Irfan) telah menghilangkan barang bukti," tegasnya.(idr/syn/jpg)