JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Di media sosial sedang ramai ajakan Aksi Super Damai di Mahkamah Konstitusi (MK) yang berasal dari pendukung Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Dalam ajakan itu, massa disebutkan berkumpul di MK mulai dari 26 hingga 28 Juni.
Disebutkan aksi digelar untuk menyambut kemenangan Prabowo – Sandiaga dalam Pilpres 2019. Massa yang hadir disebut-sebut mencapai 12 hingga 22 juta orang. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo ketika dikonfirmasi soal ajakan tersebut mengatakan, apabila sampai 22 juta orang datang ke Jakarta, maka warga yang ada di ibu kota tak bisa berdiri karena saking padatnya.
’’Mana mungkin, logika berpikirnya saja sudah enggak sampai. Mengumpulkan orang segitu banyaknya. Masyarakat Jakarta berapa jumlahnya? Kalau 22 juta masyarakat dari seluruh Indonesia tumplek ke Jakarta, kita enggak bisa berdiri semua,’’ kata Dedi, Kamis (20/6/2019).
Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk berpikir logis dan masuk akal saja. Polri pun meminta agar tak ada lagi mobilisasi massa ke MK, karena harus steril. ’’Tidak boleh ada kegiatan menyampaikan aspirasi di ruang publik, depan MK, enggak boleh. Kami mengacu kepada kejadian 21 – 22 Mei,’’ imbuh Dedi.
Menurut dia, kegiatan penyampaian pendapat masih bisa dilakukan, namun harus di sekitar patung kuda, bukan tepat di depan MK. ’’Kenapa tidak boleh? Bisa menganggu proses jalannya sidang MK, karena waktu MK sangat terbatas dan cukup singkat membuat suatu keputusan,’’ kata Dedi.(cuy)
Sumber: JPNN.com
Editor: Fopin A Sinaga
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Di media sosial sedang ramai ajakan Aksi Super Damai di Mahkamah Konstitusi (MK) yang berasal dari pendukung Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Dalam ajakan itu, massa disebutkan berkumpul di MK mulai dari 26 hingga 28 Juni.
Disebutkan aksi digelar untuk menyambut kemenangan Prabowo – Sandiaga dalam Pilpres 2019. Massa yang hadir disebut-sebut mencapai 12 hingga 22 juta orang. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo ketika dikonfirmasi soal ajakan tersebut mengatakan, apabila sampai 22 juta orang datang ke Jakarta, maka warga yang ada di ibu kota tak bisa berdiri karena saking padatnya.
- Advertisement -
’’Mana mungkin, logika berpikirnya saja sudah enggak sampai. Mengumpulkan orang segitu banyaknya. Masyarakat Jakarta berapa jumlahnya? Kalau 22 juta masyarakat dari seluruh Indonesia tumplek ke Jakarta, kita enggak bisa berdiri semua,’’ kata Dedi, Kamis (20/6/2019).
Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk berpikir logis dan masuk akal saja. Polri pun meminta agar tak ada lagi mobilisasi massa ke MK, karena harus steril. ’’Tidak boleh ada kegiatan menyampaikan aspirasi di ruang publik, depan MK, enggak boleh. Kami mengacu kepada kejadian 21 – 22 Mei,’’ imbuh Dedi.
Menurut dia, kegiatan penyampaian pendapat masih bisa dilakukan, namun harus di sekitar patung kuda, bukan tepat di depan MK. ’’Kenapa tidak boleh? Bisa menganggu proses jalannya sidang MK, karena waktu MK sangat terbatas dan cukup singkat membuat suatu keputusan,’’ kata Dedi.(cuy)
Sumber: JPNN.com
Editor: Fopin A Sinaga