Serikat Pekerja Nasional Chevron (SPNC) menyadari bahwa pengelolaan Blok Rokan sebagai bagian strategis bangsa terutama dalam mencapai dan mempertahankan kemandirian energi di bidang migas. Apalagi sampai saat ini Blok Rokan masih dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian bangsa.
Dalam rangka transisi alihkelola dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada BUMN PT Pertamina (persero), kesiapan karyawan bukan saja ditunjukkan dalam hal urusan peralihan kepegawaian. Tetapi juga menyangkut bagaimana mengendalikan laju penurunan produksi selama masa transisi yang alihkelola akan dilakukan pada Agustus 2021 mendatang.
"Kami juga bertekad bekerja keras untuk memenuhi target pemerintah guna mencapai lifting minyak nasional sebesar 1 juta barel per hari pada tahun 2025. Sebab, blok Rokan menjadi salah satu yang diandalkan untuk pencapain tersebut," kata Plt Ketua SPNC Ali Rekso Tinamtu usai acara diskusi bertajuk Rokan ke Pertamina, Siapkah Kita?, Kamis (12/3) sore.
Diskusi itu menghadirkan keynote speaker Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ari Gumilar, para badan eksekutif mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Riau dan berbagai serikat pekerja migas dari berbagai kota di Indonesia serta para pengurus dan anggota SPNC.
Hal yang sudah disampaikan dalam alihkelola nantinya menurut Ali antara lain agar pegawai eks CPI menjadi pegawai tetap di Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Rokan tanpa melalui fase kontrak. Demikian juga halnya usia pensiun tetap 58 tahun, bukan 56 tahun.
"Kepada Direktorat SDM Pertamina turut kami sampaikan bahwa apabila diperlukan, eks pegawai CPI blok Rokan juga siap ditempatkan di berbagai anak perusahaan Pertamina lainnya," kata Ali.
Saat menyampaikan pemaparannya, Ketua KSPMI Faisal mengatakan bahwa alihkelola Blok Rokan menuju Pertamina sebagai perjuangan dalam membangun kedaulatan migas di tangan anak bangsa. Dia juga mempertanyakan adanya opsi-opsi yang menyebar tentang early handover antara Pertamina dengan Chevron.
"Bukannya Pertamina sudah mendapatkan blok itu dengan membayar signature fee yang begitu besar? Ada apa lagi dengan opsi-opsi itu?" katanya.
"Perjuangan untuk mendapatkan kembali blok migas untuk dikelola bangsa sendiri masih panjang. Mahakam sudah, Rokan sudah kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Masih ada blok yang harus kita kelola sendiri. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu. Kita bukan sumber daya manusia, tetapi manusia yang punya sumber daya. Kita tidak anti asing. Ada porsi-porsi tertentu buat mereka," kata Yusra.
Ari Gumilar melalui pemaparan yang disampaikan Sekjen FPPB Diki mengingatkan para pegawai Chevron untuk tidak terpengaruh jika ada gonjang-ganjing saat peralihan. Yang fokus harus dilakukan justru saat ini, saat peralihan.
"Bapak dan ibu mau kondisi yang bagaimana? Mau produksi turun terus atau dipertahankan bahkan bisa ditingkatkan? Itu tergantung sekarang, saat transisi ini. Tentu kita ingin produksi tidak turun karena ini marwah kita, tanggung jawab kita sebagai insan migas. Ayo kita buktikan kita mampu. Kita lakukan pekerjaan lebih giat lagi, kita rawat peralatan yang ada agar pada 2021 Blok Rokan tetap maksimal untuk bangsa Indonesia," katanya.(c)
Laporan: FOPIN SINAGA