JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki menyesalkan pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang mengatakan jika Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK dapat "digulingkan". Menurutnya, pernyataan Surya Paloh bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya agak kaget saudara Surya Paloh di media sosial mengatakan bahwa apabila Presiden mengeluarkan perppu akan dilakukan impeachment. Saya bilang ini apaan ini, konstitusi mana yang mau dipakai,” kata Ruki dalam diskusi bertajuk "Mengapa Perppu KPK Perlu?" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019).
Ruki menuturkan, penerbitan Perppu KPK telah diatur dalam undang-undang. Dia menilai, itu merupakan hak subyektif Presiden untuk dapat menerbitkan Perppu KPK.
"Penerbitan Perppu itu konstitusional, diatur dalam UUD. Jadi itu adalah hak Presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala negara berwenang menerbitkan perppu tanpa harus berunding dengan DPR,” tegas Ruki.
Ruki memandang, jika Presiden Jokowi nantinya menerbitkan Perppu KPK memang itu akan dibawa ke DPR. Namun DPR hanya mempunyai dua pilihan, menolak atau menerima perppu tersebut.
"DPR hanya punya dua pilihan pada masa sidang berikutnya, menerima atau menolak. Enggak ada mengusulkan untuk memperbaiki enggak ada, harus menerima atau menolak. Kita bicara konstitusi,” terang Ruki.
Oleh karenanya, Ruki menyebut pernyataan Surya Paloh terkait impeachment terhadap Presiden Jokowi tidak berdasar. Dia pun menilai, Presiden dapat di-impeachment jika melakukan pelanggaran pidana.
"Presiden nerima suap, presiden korupsi. presiden berkhianat baru bisa di-impeach itupun prosesnya harus melewati Mahkamah Konstitusi enggak bisa serta merta begitu,” sesal Ruki.
Senada dengan Ruki, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, pernyataan Ketum Nasdem Surya Paloh sangat keliru jika penerbitan Perppu KPK dapat menjatuhkan Presiden Jokowi. Bivitri memandang, pernyataan tersebut tidak akurat dikeluarkan, sehingga membuat publik tersesat dalam opini dan menyangka bahwa perppu memang tidak dapat dikeluarkan.
Dikeluarkannya perppu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan presiden. Terlebih, dalam sistem presidensil, kedudukan presiden sangat kuat.
"Presiden tak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi,” terang Bivitri.
Langkah sebagian elite politik untuk mengemukakan isu-isu yang keliru kepada masyarakat merupakan langkah yang menyesatkan. Kata Bivitri, itu merupakan upaya memberikan ancaman kepada presiden oleh partai-partai politik.
Oleh karenanya, Bivitri menyebut merupakan hal penting Presiden Jokowi dapat menerbitkan Perppu KPK. Hal ini semata untuk menguatkan komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi.
"Mengingatkan elite politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan, Presiden Joko Widodo dan partai-partai pendukungnya mengatakan, Presiden Jokowi tidak akan menerbitkan perppu membatalkan UU KPK hasil revisi. Alasannya, UU KPK tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, Surya meminta semua pihak menunggu hasil uji materi dari MK.
Surya mengatakan, presiden dan partai pendukung memahami tuntutan masyarakat dan mahasiswa untuk menerbitkan Perppu KPK. Namun, menurut dia, sebagian dari mereka yang menuntut tak tahu bahwa UU KPK sudah diproses di MK.
"Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK), Presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisasi. Salah-salah presiden bisa di-impeach (dimakzulkan) karena itu,” jelas Surya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).
Sumber: JawaPos.com
Editor : Firman Agus