Sabtu, 28 Juni 2025
spot_img

Warga Keluhkan Iuran Sampah Capai Rp45 Ribu, DPRD Pekanbaru Minta LPS Tidak Cari Untung

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Program pengelolaan sampah melalui Lembaga Pengelolaan Sampah (LPS) di tingkat kelurahan mulai berjalan. Namun, sejumlah warga menyampaikan keluhan terkait iuran sampah yang dianggap memberatkan.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulfan Hafiz, menyebut menerima laporan dari masyarakat bahwa iuran yang dipungut LPS bisa mencapai Rp30 ribu hingga Rp45 ribu per bulan. Angka ini dinilai terlalu tinggi, apalagi tidak semua warga merasa dilibatkan dalam penetapan tarif.

“Kita tidak ingin LPS berubah menjadi lembaga yang mencari keuntungan. Ada Perda yang mengatur retribusi sampah, dan itu seharusnya jadi acuan,” kata Zulfan, Kamis (26/6).

Ia mencontohkan, berdasarkan Perda, tarif untuk rumah tipe 36 hanya sekitar Rp8 ribu per bulan. Maka dari itu, penetapan iuran harus melalui kesepakatan terbuka bersama warga, bukan keputusan sepihak.

Baca Juga:  Kinerja PT EPP Dievaluasi

“Ekonomi sedang sulit. Selain iuran sampah, warga juga harus membayar iuran keamanan, ronda, dan lain-lain. Ini harus jadi pertimbangan,” tegasnya.

Zulfan juga mengingatkan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru agar tidak lepas tangan setelah LPS dibentuk. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap proses dan penetapan iuran agar pengelolaan sampah berjalan baik dan tidak menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru, Reza Aulia Putra, menjelaskan bahwa besaran iuran yang ditarik LPS sebenarnya telah disepakati bersama antara masyarakat, RT/RW, dan tokoh lingkungan.

“Iuran itu disepakati bersama, bukan diputuskan sepihak. Jika tidak ada persetujuan dari RT/RW, artinya belum ada mufakat,” ujar Reza beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Warga Sekitar Pasar Induk Ambil Langkah Hukum

Ia juga menambahkan bahwa selama ini, iuran sampah kerap dipungut oleh pihak mandiri atau perseorangan yang tidak menyetorkan retribusi ke kas pemerintah. Dengan hadirnya LPS, pengelolaan lebih tertata karena sebagian iuran disetor sebagai retribusi resmi ke Pemko.

“Dulu yang memungut itu pihak mandiri, dan tidak satu rupiah pun masuk ke pemerintah. Sekarang LPS yang menarik iuran, mereka yang menyetor retribusi,” terang Reza.

Selain tertib administrasi, keberadaan LPS diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru di lingkungan kelurahan. Dana dari retribusi juga nantinya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat. (end/ilo/yls)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Program pengelolaan sampah melalui Lembaga Pengelolaan Sampah (LPS) di tingkat kelurahan mulai berjalan. Namun, sejumlah warga menyampaikan keluhan terkait iuran sampah yang dianggap memberatkan.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulfan Hafiz, menyebut menerima laporan dari masyarakat bahwa iuran yang dipungut LPS bisa mencapai Rp30 ribu hingga Rp45 ribu per bulan. Angka ini dinilai terlalu tinggi, apalagi tidak semua warga merasa dilibatkan dalam penetapan tarif.

“Kita tidak ingin LPS berubah menjadi lembaga yang mencari keuntungan. Ada Perda yang mengatur retribusi sampah, dan itu seharusnya jadi acuan,” kata Zulfan, Kamis (26/6).

Ia mencontohkan, berdasarkan Perda, tarif untuk rumah tipe 36 hanya sekitar Rp8 ribu per bulan. Maka dari itu, penetapan iuran harus melalui kesepakatan terbuka bersama warga, bukan keputusan sepihak.

Baca Juga:  Plt Kadis LHK Enggan Ungkap Pemenang Lelang Pengangkutan Sampah 2025

“Ekonomi sedang sulit. Selain iuran sampah, warga juga harus membayar iuran keamanan, ronda, dan lain-lain. Ini harus jadi pertimbangan,” tegasnya.

- Advertisement -

Zulfan juga mengingatkan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru agar tidak lepas tangan setelah LPS dibentuk. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap proses dan penetapan iuran agar pengelolaan sampah berjalan baik dan tidak menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru, Reza Aulia Putra, menjelaskan bahwa besaran iuran yang ditarik LPS sebenarnya telah disepakati bersama antara masyarakat, RT/RW, dan tokoh lingkungan.

- Advertisement -

“Iuran itu disepakati bersama, bukan diputuskan sepihak. Jika tidak ada persetujuan dari RT/RW, artinya belum ada mufakat,” ujar Reza beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Angin Kencang, Sejumlah Pohon Tumbang

Ia juga menambahkan bahwa selama ini, iuran sampah kerap dipungut oleh pihak mandiri atau perseorangan yang tidak menyetorkan retribusi ke kas pemerintah. Dengan hadirnya LPS, pengelolaan lebih tertata karena sebagian iuran disetor sebagai retribusi resmi ke Pemko.

“Dulu yang memungut itu pihak mandiri, dan tidak satu rupiah pun masuk ke pemerintah. Sekarang LPS yang menarik iuran, mereka yang menyetor retribusi,” terang Reza.

Selain tertib administrasi, keberadaan LPS diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru di lingkungan kelurahan. Dana dari retribusi juga nantinya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat. (end/ilo/yls)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Program pengelolaan sampah melalui Lembaga Pengelolaan Sampah (LPS) di tingkat kelurahan mulai berjalan. Namun, sejumlah warga menyampaikan keluhan terkait iuran sampah yang dianggap memberatkan.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulfan Hafiz, menyebut menerima laporan dari masyarakat bahwa iuran yang dipungut LPS bisa mencapai Rp30 ribu hingga Rp45 ribu per bulan. Angka ini dinilai terlalu tinggi, apalagi tidak semua warga merasa dilibatkan dalam penetapan tarif.

“Kita tidak ingin LPS berubah menjadi lembaga yang mencari keuntungan. Ada Perda yang mengatur retribusi sampah, dan itu seharusnya jadi acuan,” kata Zulfan, Kamis (26/6).

Ia mencontohkan, berdasarkan Perda, tarif untuk rumah tipe 36 hanya sekitar Rp8 ribu per bulan. Maka dari itu, penetapan iuran harus melalui kesepakatan terbuka bersama warga, bukan keputusan sepihak.

Baca Juga:  Sudah 360 Ha Lahan Terbakar di Riau

“Ekonomi sedang sulit. Selain iuran sampah, warga juga harus membayar iuran keamanan, ronda, dan lain-lain. Ini harus jadi pertimbangan,” tegasnya.

Zulfan juga mengingatkan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru agar tidak lepas tangan setelah LPS dibentuk. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap proses dan penetapan iuran agar pengelolaan sampah berjalan baik dan tidak menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru, Reza Aulia Putra, menjelaskan bahwa besaran iuran yang ditarik LPS sebenarnya telah disepakati bersama antara masyarakat, RT/RW, dan tokoh lingkungan.

“Iuran itu disepakati bersama, bukan diputuskan sepihak. Jika tidak ada persetujuan dari RT/RW, artinya belum ada mufakat,” ujar Reza beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Minta Bantuan Swasta Padamkan Karhutla

Ia juga menambahkan bahwa selama ini, iuran sampah kerap dipungut oleh pihak mandiri atau perseorangan yang tidak menyetorkan retribusi ke kas pemerintah. Dengan hadirnya LPS, pengelolaan lebih tertata karena sebagian iuran disetor sebagai retribusi resmi ke Pemko.

“Dulu yang memungut itu pihak mandiri, dan tidak satu rupiah pun masuk ke pemerintah. Sekarang LPS yang menarik iuran, mereka yang menyetor retribusi,” terang Reza.

Selain tertib administrasi, keberadaan LPS diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru di lingkungan kelurahan. Dana dari retribusi juga nantinya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat. (end/ilo/yls)

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari