Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, berdiskusi dengan pegawai UPT di Riau. Dia menekankan pentingnya pembangunan bahasa (Indonesia), sastra, dan literasi untuk membangun pola pikir masyarakat.
RIAUPOS.CO – KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) punya enam program utama, salah satunya adalah Pembangunan Bahasa dan Sastra. Program ini menitikberatkan pada pemartabatan bahasa nasional, pelindungan bahasa daerah, penginternasionalan bahasa Indonesia, serta peningkatan literasi. Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, secara detil, memberikan perhatian khusus para peningkatan literasi.
Baginya, tampilan buku pada masa kini masih diandalkan sebagai bahan bacaan literasi untuk mendukung kemajuan pendidikan, terutama pada tahap awal siswa meningkatkan kemampuan membacanya. Dasar bagi pentingnya peran buku sebagai bahan ajar dalam pembelajaran membaca di antaranya berdasarkan data kecakapan literasi membaca siswa Indonesia yang masih rendah.
Program peningkatan literasi yang sangat diinginkan oleh Abdul Mu’ti sangat berhubungan dengan media yang akan dimanfaatkan oleh siswa, guru, bahkan orang tua sebagai pendamping. Peningkatan literasi sangat membutuhkan ketersediaan buku bacaan baik, bermanfaat, dan menjadi ruang pengetahuan bagi si pembacanya. Terkait ini, Abdul Mu’ti berharap buku-buku yang akan dinikmati dalam aktivitas membaca oleh siswa adalah buku yang asyik dan menggembirakan.
“Ketersediaan buku bagi peningkatan literasi sangat penting. Saya berharap semua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemendikdasmen yang di seluruh wilayah Indonesia, memahami hal ini dan menjadi prioritas,” kata Abdul Mu’ti di hadapan pegawai tiga UPT yang ada di Riau, dalam acara “Bincang Santai” yang diselenggarakan di aula Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) di Pekanbaru, Jumat, 10 Januari 2025 lalu.
Mendikdasmen berkunjung ke Riau dengan beberapa agenda, di antaranya bertemu dengan sekitar 250 pegawati tiga UPT yang berada di bawah Kemdikdasmen, yakni Balai Bahasa Provinsi Riau (BBPR) sebagai UPT dari Badan Bahasa, BPMP, dan Balai Guru Penggerak (BGP) Riau. Medikdasmen datang versama Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto, dan Staf Ahli Bidang Manajemen Talenta, Mariman Darto. Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala BBPR Toha Machsum MAg, Kepala BPMP Dr Nilam Suri, dan Kepala BGP Riau Reisky Bestary MPd.
Abdul Mu’ti dalam kesempatan itu menginginkan UPT, dalam hal ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) serta 30 UPT-nya, mampu secara konsisten melahirkan buku bahan bacaan nonteks yang bermutu, sesuai dengan komitmen untuk menguatkan visi Kemendikdasmen, yaitu “Pendidikan Bermutu untuk Semua”.
Mendikdasmen menitikberatkan lini masa peningkatan literasi bagi para siswa, dengan cara menyediakan bahan bacaan bermutu yang dapat membangun karakter; mendorong rasa ingin tahu, berpikir kritis, realisitis, analitis dan futuristik; mendekatkan pada lingkungan alam dan sosial; serta meningkatkan minat membaca.
Yang menjadi persoalan adalah, apakah bahan bacaan nonteks saat ini sudah relevan dengan kebutuhan untuk menguatkan literasi? Apakah proses keterampilan berbahasa, khususnya membaca dan menulis sudah menjadi bagian dari kebiasaan anak-anak Indonesia? Apakah materi dari bahan bahaan nonteks tersebut sudah mewakili hal-hal sederhana dalam aktivitas anak-anak Indonesia?
“Itulah yang harus menjadi pemikiran kita bersama karena tantangan ke depan akan lebih sulit lagi,” jelas lelaki kelahiran Kudus, Jawa Tengah (Jateng), 57 tahun yang lalu tersebut.
Dia berharap akan lahir penulis-penulis dalam negeri yang mampu menuangkan ide, gagasan, pengetahuan, dan pengalaman yang dikemas secara menarik dan mengasyikkan bagi si pembaca, anak-anak Indonesia. Lelaki yang pernah mengajar di IAIN Walisongo Semarang da UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berharap ada kolaborasi nyata terkait perjalanan literasi sebagai fondasi pendidikan di Indonesia. Dalam penyusunan bahan bacaan nonteks, dia berharap setiap penulis mampu menyesuaikan tema, tampilan bahasa, bahkan manfaat buku tersebuat sebagai media pengetahuan. Secara khusus, dia berharap tema-tema dalam bahan bacaan nonteks yang diproduksi jauh dari cerita khayal, mistis, dan tidak mendidik. Tampilan bahan bacaan nonteks yang disediakan harus mampu membangkitkan daya ingin tahu siswa untuk menggali pengetahuan tentang hal yang baru dan bisa bermanfaat.
Dijelaskannya lagi, kadangkala ada beberapa bahan bacaan nonteks yang tidak wajar bagi anak-anak Indonesia. Belum lagi gaya bahasa yang ada di dalam cerita tersebut. Sejatinya aktivitas membaca dan menulis merupakan dua aktivitas yang secara terukur bisa dikuasai oleh guru dan siswa.
“Meskipun kita memahami pemerolehan bahasa bagi siswa tidak selalu sama. Ada yang memang paham diksi-diksi bersifat sosial, vokasional, sampai dengan akademik. Namun sebaliknya, kerap juga kita jumpai, anak-anak tidak memahami isi bacaan lantaran bahasa yang digunakan tidak mereka pahami dengan baik,” ujar Sekretaris PP Muhammadiyah ini.
Setiap anak, jelasnya, mengalami pemerolehan bahasa yang tidak selalu sama. Karena itu, anak-anak memiliki karakteristik kemampuan dan kemandirian membaca yang sangat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya dan faktor dari luar, seperti keluarga, pendidik, masyarakat, dan bahan bacaan. Upaya untuk menghadirkan bahan bacaan nonteks atau buku kepada anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan kemampuannya dalam membaca disebut pemadupadanan antara buku dan pembaca sasaran.
Abdul Mu’ti berharap, ketersediaan bahan bacaan no-teks saat ini lebih ditingkatkan kebermanfaatannya. Terkait buku dan pembaca sasaran, selama ini sudah mengenal terkait perjenjangan buku yang diinisiasi juga oleh Kemendikdasmen (dulu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) sejak beberapa tahun ini. Mulai dari menyusun buku, memilih buku, mengoleksi buku, dan menggunakan buku sebagai sarana pembelajaran yang menyenangkan bagi pendidik, orang tua, dan pembaca secara luas.
Bahan bacaan nonteks yang diinginkan Abdul Mu’ti hendaknya menjadi formula untuk memastikan Indonesia memiliki generasi unggul dan siap menghadapi tantangan global. Untuk itu diperlukan daya juang yang mampu mendorong keingintahuan, memunculkan jiwa kritis yang bertanggung jawab, menerima perbedaan dan pengetahuan yang hadir dalam kehidupan, mampu membanding-bandingkan tentang satu hal dengan teori yang ada dan sesuai, dan pastinya mampu menghadirkan kebermanfaatan di masa depan.
Program Prioritas Kemendikdasmen ini diharapkan mendorong terciptanya dan tersebarnya buku-buku ramah dan berjenjang sehingga para pembaca akan memperoleh pengalaman membaca yang menyenangkan sekaligus menumbuhkan daya literasi mereka. Penumbuhan daya literasi berkorelasi dengan ketersediaan dan kreativitas penciptaan buku-buku yang dapat mendorong minat membaca dan berkembangnya budaya membaca.
Abdul Mu’ti menambahkan, ketersediaan bahan bacaan nonteks akan diupayakan maksimal oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan 30 UPT tidak terlepas dengan media utama dari bacaan itu sendiri, yaitu unsur bahasa. Unsur bahasa memegang peranan penting untuk meningkatkan kemampuan membaca dan sesuai dengan jenjang dan meningkatkan pemahaman terhadap bacaan. Aspek penggunaan unsur bahasa pada bahan bacaan non-teks di antaranya, pilihan kata yang digunakan oleh penulis. Pengenalan kosakata kepada anak harus memperhatikan pilihan kata yang akrab (familiar) atau sering digunakan oleh anak-anak. Di dalam bahan bacaan nonteks, kata-kata tersebut dapat ditandai dengan adanya hubungan antara kata dan huruf/bunyi secara teratur. Artinya, terdapat penggunaan kata yang mudah dilafalkan dan berulang. Selain itu, terdapat pula hubungan antara teks yang disajikan dan gambar.
Terkait kebutuhan buku bacaan bersifat saintifik agar anak-anak menerima pengalaman dan mencoba menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, Abdul Mu’ti mencontohkan, banyak anak yang dalam kehidupan sehari-hari melihat stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), atau yang biasa disebut POM bensi, tapi mereka tidak selalu tahu, bagaimana hanya dengan menekan tombol, bensin itu keluar kemudian bisa dihitung dengan digital berapa bensin yang dikeluarkan dari tanki itu dan berapa harganya.
“Anak-anak juga tidak tahu bagaimana itu bisa bekerja. Itu bisa dijelaskan dalam buku-buku bacaan yang terkait saintifik atau teknologi. Di sana dijelaskan komponen-komponen yang ada di dalam mesin tersebut, bagaimana sistemnya itu bekerja, dan sebagainya, yang disertai dengan gambar. Dengan cara seperti itu, anak-anak menjadi tahu bagaimana terapan sains dan teknologi ke dalam sistem yang disebut POM bensin itu,” jelas mantan Ketua Badan Standar Pendidikan Nasional ini.
Kepala BBR, Toha Machsum, mengungkapkan, dengan diluncurkannya enam Program Prioritas Kemendikdasmen, Provinsi Riau diharapkan mampu menciptakan generasi yang unggul, berkarakter, dan berdaya saing global. Khusus program pembangunan bahasa dan sastra, BBPR sebagai UPT Badan Bahasa akan sejalan dan berkomitmen untuk memartabatkan bahasa negara, melaksanakan pelindungan bahasa daerah, penginternasionalan bahasa Indonesia, dan peningkatan literasi dalam program kebahasaan dan kesastraan. “Kami mendukung enam program tersebut dan siap untuk bekerja keras melaksanakannya,” jelas Toha.
Sementara itu, salah seorang ASN di BBPR, Yeni Maulina SPd, berharap, apa yang diinginkan oleh Mendikdasmen tersebut akan terealisasi karena akan memberikan manfaat yang besar bagi pendidikan nasional secara umum. Menurutnya, dengan bahan bacaan nonteks yang bermutu, merepresentasikan bahasa yang sesuai berdasarkan ejaan, tata kalimat, bahkan tata paragrafnya. Pengenalan tata tulis yang standar –berdasarkan kaidah bahasa Indonesia– menjadi hal penting sebagai upaya meningkatkan sikap positif terhadap bahasa negara, bahasa Indonesia. “Untuk itu, kita patut berbangga, ide yang digagas Pak Menteri Dikdasmen atas gerakan ini yang akan memiliki beberapa manfaat, antara lain menjaga identitas nasional di tengah globalisasi, memupuk semangat nasionalisme, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, membangun bangsa yang mandiri dan berdaya saing global, dan menjaga kedaulatan budaya,” kata Widyabasa Ahli Muda Balai Bahasa Provinsi Riau itu. ***
Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru