Kamis, 9 Mei 2024

Perjalanan Panjang Riau Rhythm Melestarikan Musik Tradisi

Tunak, 23 Tahun Menjaga Kegelisahan di Jalan Sunyi

Riau Rhythm, grup musik tradisional Indonesia asal Riau sedang berada di puncak eksistensi sepanjang 23 tahun perjalanannya. Baru kembali dari Ame­rika beberapa bulan lalu, kegelisahan untuk terus memancarkan musik tradisi Indonesia ke seluruh dunia. Tahun ini mereka akan menggelar Tur Eropa.

RIAUPOS.CO – HILIR mudik, ke kiri, ke kanan, telinga lelaki itu begitu awas. Matanya begitu tajam di antara remang-remang panggung utama Anjung Idrus Tintin Pekanbaru pada Jumat (29/3/2024) malam itu. Sesekali dia turun dari panggung, kembali duduk di kursi penonton yang berjarak sekitar 10 meter dari panggung.

Yamaha

Begitu duduk di kursi penonton, matanya menerawang. Lalu memberikan instruksi agar para pemain berbagai alat musik tradisional yang dipadukan instrumen modern itu, mulai bermain.

Begitu dimainkan, tiba-tiba dirinya mengangkat tangan memberi isyarat berhenti agar permainan dihentikan. Dia kembali memberi instruksi beberapa instrumen. Suasana malam itu menunjukkan salah satu unsur ‘kegelisahan’ Rino Dezapati, pemimpin sekaligus pendiri grup musik Riau Rhythm, dalam bermusik.

Proses ubah sesuai ritme suara ini bisa berlangsung berjam-jam, bahkan berhari-hari. Memulai panggung sejak Rabu (27/3) di gedung pertunjukan itu, Rino dan kawan-kawan sedang melangsungkan persiapan akhir. Karena Sabtu (30/3) merupakan malam konser dan menjadi penampilan perdana Riau Rhythm sejak America Tour tahun lalu.

- Advertisement -

Aksi Rino yang ‘lasak’ ini bisa dimaklumi. Lahir dari keluarga yang tunak pada budaya dan tradisi, anak Pemimpin Sanggar Dang Merdu di Pekanbaru, Rino seperti terlahir meneruskan tradisi ini. Bila orang tuanya seni tari, dirinya memilih musik. Musik Melayu.

Sehari-hari melihat orang tua melakukan koreografi tari tradisional Melayu justru membuat Rino gelisah dan merasa kurang tertarik. Karena apa yang dia lihat dari pertunjukan seni tari itu, jauh berbeda dengan yang dia lihat di televisi dengan musik gaya baratnya.

- Advertisement -

Dari sana muncul niatnya. Bagaimana tetap berada di jalur tradisi, namun dapat lebih diterima di kalangan generasi muda seperti dirinya saat itu. Rino memulainya dengan jalur marching band dengan bermain terompet.

Sempat beberapa tahun menjauhkan diri dari musik tradisi, akhirnya sejak 1995 Rino mulai belajar memainkan Gendang Melayu, sebuah instrumen utama musik Melayu tradisional. Dirinya makin serius dengan memilih meneruskan studi ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Baca Juga:  Menyala, Lampu Colok Berbentuk Masjid Tiga Dimensi di Kampung Langkai

Dengan masuk IKJ, Rino berharap dapat mengawinkan minatnya pada seni tradisi dengan musik orkestra. Namun saat ditemui usai jeda persiapan malam itu, dengan tersenyum dirinya merasa salah ambil jurusan di IKJ. Hal itu berujung pada berakhirnya masa Rino di IKJ karena dipanggil pulang orang tua ke Pekanbaru saat krisis ekonomi 1998.

Perjalanan Rino melestarikan musik tradisi mulai mendapat tuntutan setelah menerima tawaran koreografer dan seniman tari Indonesia asal Riau, Iwan Irawan Permadi. Iwan yang akan melakukan tur di Italia dan Prancis perlu pemain musik pengiring.

Rino bercerita di dua negara Eropa Barat itu membuka matanya. Bahwa orang-orang Eropa, terutama Prancis, suka musik-musik Indonesia. Dirinya mempelajari bahwa kebudayaan Melayu sangat dihargai di Eropa saat itu.

‘’Selama di sana saya main gendang dan gambus. Ini juga pertama kali saya main gambus. Sepulang dari sana akhirnya saya memutuskan untuk membentuk Riau Rhythm, pada 2001 tepatnya sepulang dari Prancis,’’ ungkapnya.

Rino mendirikan Riau Rhythm, dengan nama awal Riau Rhythm Chambers Indonesia, bersama Hari Sandra dan Alyusra. Awalnya grup ini mengikuti konsep music computer yang belum terlalu terkenal di Indonesia.

Satellite of Zapin
Karya-karya instrumental, kaya akan cita rasa tradisi menjadi ciri khas karya-karya Riau Rhythm. Berawal dari music computer, aliran musik Riau Rhythm berubah haluan ketika grup ini bertemu kurator musik Indonesia asal Sumatra Utara Ben M Pasaribu. Maka mulai 2003 Riau Rhythm mengusung konsep world music, sebuah aliran musik etnik yang berbeda dengan pop atau klasik. Dalam hal ini Rino mengusung musik etnik Melayu.

Berdiri pada 2001, Riau Rhythm langsung melejit dengan menghasilkan masterpiece-nya yang amat ikonik, Satellite Of Zapin pada 2003. Karya musik ini diluncurkan di Malaysia dengan nama awal Planet Zapin.

Penamaan ini amat khusus. Zapin ada hampir di daerah-daerah seluruh aluran Selat Melaka, bahkan sampai Bangka. Namun Rino Dezapaty dan kawan-kawan ingin musik instrumental ini menjadi pusat atau inti dari zapin itu sendiri.

Baca Juga:  Membangun SDM Riau dengan Literasi

Karena menurut mereka zapin di Riau sangat berbeda dan memiliki nilai historis yang lebih tinggi. Zapin Riau, menurut Rino Dezapaty, berangkat dari istana, yaitu Istana Siak. Instrumen musik utama pengiringnya, gambus, dalam sejarahnya juga tidak dimainkan oleh sembarangan. Harus seorang gharim masjid dan pandai mengaji.

Maka Riau Rhythm meninggikan strata musik zapin asal Riau ini dari yang lain, bahkan zapin di Malaysia dengan menamainya Planet Zapin. Sebagai seniman kontemporer, yang ingin melestarikan tradisi daerah, grup tidak tutup mata dengan perkembangan musik dan selera generasi Z saat itu.

‘’Kami diberi masukan soal nama pada 2004 oleh Ben M Pasaribu. Kalau Planet Zapin, planet ini bentuknya adalah sebuah koloni, makanya akan berada di situ-situ saja. Tapi sesuai semangat kami, kalau ingin menyebarkan zapin ke berbagai wilayah bahkan dunia, Riau Rhythm harus jadi pemancar,’’ kata dia.

Akhirnya musik yang amat populer dan familiar di telinga masyarakat Riau itu diganti dengan nama Satellite of Zapin. Nama itu mewakili inspirasi Riau Rhythm yang ingin memancarkan tradisi musik Melayu ke seluruh dunia.

Proses melahirkan Satellite of Zapin merupakan proses rumit. Karena ini berkaitan dengan sejarah dan budaya. Rino dan kawan-kawan harus melakukan riset mendalam dan diskusi yang memakan waktu.

Membuat Satellite Zapin, seperti dikatakan Rino Dezapaty, bukan serta merta bikin lagu zapin gambus terus dimainkan dengan musik barat. Lewat riset, gendang dipadukan dengan drum modern namun fusion, karena pendekatannya dari marwas iringan gambus. Sementara gaya permainan bas terilhami oleh musik yang sedang ‘happening’ saat itu bagi generasi Z yang kebetulan memiliki rhythm cocok.

‘’Jadi dua tahun berjalan, karya keempat kami melahirkan Satellite of Zapin dan di-publish pertama kali di Malaysia. Setelah di-publish ternyata orang banyak yang suka dengan konsep musik ini,’’ ungkap Rino.(ted)

Laporan: HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru

Riau Rhythm, grup musik tradisional Indonesia asal Riau sedang berada di puncak eksistensi sepanjang 23 tahun perjalanannya. Baru kembali dari Ame­rika beberapa bulan lalu, kegelisahan untuk terus memancarkan musik tradisi Indonesia ke seluruh dunia. Tahun ini mereka akan menggelar Tur Eropa.

RIAUPOS.CO – HILIR mudik, ke kiri, ke kanan, telinga lelaki itu begitu awas. Matanya begitu tajam di antara remang-remang panggung utama Anjung Idrus Tintin Pekanbaru pada Jumat (29/3/2024) malam itu. Sesekali dia turun dari panggung, kembali duduk di kursi penonton yang berjarak sekitar 10 meter dari panggung.

Begitu duduk di kursi penonton, matanya menerawang. Lalu memberikan instruksi agar para pemain berbagai alat musik tradisional yang dipadukan instrumen modern itu, mulai bermain.

Begitu dimainkan, tiba-tiba dirinya mengangkat tangan memberi isyarat berhenti agar permainan dihentikan. Dia kembali memberi instruksi beberapa instrumen. Suasana malam itu menunjukkan salah satu unsur ‘kegelisahan’ Rino Dezapati, pemimpin sekaligus pendiri grup musik Riau Rhythm, dalam bermusik.

Proses ubah sesuai ritme suara ini bisa berlangsung berjam-jam, bahkan berhari-hari. Memulai panggung sejak Rabu (27/3) di gedung pertunjukan itu, Rino dan kawan-kawan sedang melangsungkan persiapan akhir. Karena Sabtu (30/3) merupakan malam konser dan menjadi penampilan perdana Riau Rhythm sejak America Tour tahun lalu.

Aksi Rino yang ‘lasak’ ini bisa dimaklumi. Lahir dari keluarga yang tunak pada budaya dan tradisi, anak Pemimpin Sanggar Dang Merdu di Pekanbaru, Rino seperti terlahir meneruskan tradisi ini. Bila orang tuanya seni tari, dirinya memilih musik. Musik Melayu.

Sehari-hari melihat orang tua melakukan koreografi tari tradisional Melayu justru membuat Rino gelisah dan merasa kurang tertarik. Karena apa yang dia lihat dari pertunjukan seni tari itu, jauh berbeda dengan yang dia lihat di televisi dengan musik gaya baratnya.

Dari sana muncul niatnya. Bagaimana tetap berada di jalur tradisi, namun dapat lebih diterima di kalangan generasi muda seperti dirinya saat itu. Rino memulainya dengan jalur marching band dengan bermain terompet.

Sempat beberapa tahun menjauhkan diri dari musik tradisi, akhirnya sejak 1995 Rino mulai belajar memainkan Gendang Melayu, sebuah instrumen utama musik Melayu tradisional. Dirinya makin serius dengan memilih meneruskan studi ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Baca Juga:  Merawat Tradisi Silaturahmi dengan Aghi Ghayo Onam

Dengan masuk IKJ, Rino berharap dapat mengawinkan minatnya pada seni tradisi dengan musik orkestra. Namun saat ditemui usai jeda persiapan malam itu, dengan tersenyum dirinya merasa salah ambil jurusan di IKJ. Hal itu berujung pada berakhirnya masa Rino di IKJ karena dipanggil pulang orang tua ke Pekanbaru saat krisis ekonomi 1998.

Perjalanan Rino melestarikan musik tradisi mulai mendapat tuntutan setelah menerima tawaran koreografer dan seniman tari Indonesia asal Riau, Iwan Irawan Permadi. Iwan yang akan melakukan tur di Italia dan Prancis perlu pemain musik pengiring.

Rino bercerita di dua negara Eropa Barat itu membuka matanya. Bahwa orang-orang Eropa, terutama Prancis, suka musik-musik Indonesia. Dirinya mempelajari bahwa kebudayaan Melayu sangat dihargai di Eropa saat itu.

‘’Selama di sana saya main gendang dan gambus. Ini juga pertama kali saya main gambus. Sepulang dari sana akhirnya saya memutuskan untuk membentuk Riau Rhythm, pada 2001 tepatnya sepulang dari Prancis,’’ ungkapnya.

Rino mendirikan Riau Rhythm, dengan nama awal Riau Rhythm Chambers Indonesia, bersama Hari Sandra dan Alyusra. Awalnya grup ini mengikuti konsep music computer yang belum terlalu terkenal di Indonesia.

Satellite of Zapin
Karya-karya instrumental, kaya akan cita rasa tradisi menjadi ciri khas karya-karya Riau Rhythm. Berawal dari music computer, aliran musik Riau Rhythm berubah haluan ketika grup ini bertemu kurator musik Indonesia asal Sumatra Utara Ben M Pasaribu. Maka mulai 2003 Riau Rhythm mengusung konsep world music, sebuah aliran musik etnik yang berbeda dengan pop atau klasik. Dalam hal ini Rino mengusung musik etnik Melayu.

Berdiri pada 2001, Riau Rhythm langsung melejit dengan menghasilkan masterpiece-nya yang amat ikonik, Satellite Of Zapin pada 2003. Karya musik ini diluncurkan di Malaysia dengan nama awal Planet Zapin.

Penamaan ini amat khusus. Zapin ada hampir di daerah-daerah seluruh aluran Selat Melaka, bahkan sampai Bangka. Namun Rino Dezapaty dan kawan-kawan ingin musik instrumental ini menjadi pusat atau inti dari zapin itu sendiri.

Baca Juga:  Membangun SDM Riau dengan Literasi

Karena menurut mereka zapin di Riau sangat berbeda dan memiliki nilai historis yang lebih tinggi. Zapin Riau, menurut Rino Dezapaty, berangkat dari istana, yaitu Istana Siak. Instrumen musik utama pengiringnya, gambus, dalam sejarahnya juga tidak dimainkan oleh sembarangan. Harus seorang gharim masjid dan pandai mengaji.

Maka Riau Rhythm meninggikan strata musik zapin asal Riau ini dari yang lain, bahkan zapin di Malaysia dengan menamainya Planet Zapin. Sebagai seniman kontemporer, yang ingin melestarikan tradisi daerah, grup tidak tutup mata dengan perkembangan musik dan selera generasi Z saat itu.

‘’Kami diberi masukan soal nama pada 2004 oleh Ben M Pasaribu. Kalau Planet Zapin, planet ini bentuknya adalah sebuah koloni, makanya akan berada di situ-situ saja. Tapi sesuai semangat kami, kalau ingin menyebarkan zapin ke berbagai wilayah bahkan dunia, Riau Rhythm harus jadi pemancar,’’ kata dia.

Akhirnya musik yang amat populer dan familiar di telinga masyarakat Riau itu diganti dengan nama Satellite of Zapin. Nama itu mewakili inspirasi Riau Rhythm yang ingin memancarkan tradisi musik Melayu ke seluruh dunia.

Proses melahirkan Satellite of Zapin merupakan proses rumit. Karena ini berkaitan dengan sejarah dan budaya. Rino dan kawan-kawan harus melakukan riset mendalam dan diskusi yang memakan waktu.

Membuat Satellite Zapin, seperti dikatakan Rino Dezapaty, bukan serta merta bikin lagu zapin gambus terus dimainkan dengan musik barat. Lewat riset, gendang dipadukan dengan drum modern namun fusion, karena pendekatannya dari marwas iringan gambus. Sementara gaya permainan bas terilhami oleh musik yang sedang ‘happening’ saat itu bagi generasi Z yang kebetulan memiliki rhythm cocok.

‘’Jadi dua tahun berjalan, karya keempat kami melahirkan Satellite of Zapin dan di-publish pertama kali di Malaysia. Setelah di-publish ternyata orang banyak yang suka dengan konsep musik ini,’’ ungkap Rino.(ted)

Laporan: HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari