Aktivitas thriefting atau yang kerap dimaknai dengan jual beli barang bekas belakangan makin diminati, terutama oleh kalangan muda. Meski bekas, barang yang dicari dan dijual bukanlah barang bekas biasa, melainkan barang dengan brand ternama. Perkembangan teknologi membuat ranah online dipilih jadi arena jual belinya.
(RIAUPOS.CO) – Ya, melalui jual beli online, digital thrift shop kini memang semakin bertumbuh. Dalam bahasa Indonesia kata thrift bisa diartikan sebagai penghematan. Penghematan di sini diartikan sebagai upaya memanfaatkan barang atau produk bekas yang masih bagus dan layak pakai untuk kehidupan sehari-hari.
Membeli barang thrift shop, selain untuk menghindari kebiasaan terlalu konsumtif, juga sebagai upaya memanfaatkan produk agar tidak kehilangan fungsinya. Budaya thrift shop ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap munculnya budaya fast fashion yang sangat konsumtif. Budaya tersebut menimbulkan banyak keperluan sandang yang terbuang dan akhirnya tak terpakai meski sebenarnya masih sangat layak.
Alasan thrift shop diminati beragam. Mulai dari bisa mendapatkan barang branded dengan harga yang murah, hingga mendapatkan barang-barang langka yang memang sudah tak lagi diproduksi. Dari hanya menggemari, banyak pula penghobi thrift atau yang disebut thrifter akhirnya melirik bidang ini sebagai sumber pemasukan.
Aditya Bimantara, thrifter yang berjualan di akun Instagram @newkantongplastik, kepada Riau Pos, Sabtu (5/2) menuturkan, dirinya sudah 10 tahun terakhir fokus dalam dunia thrifting. Awalnya dia tertarik saat mencari kaos band yang digemarinya. “Awalnya hobi suka cari kaos band. Kaos band misalnya nonton video skate atau baca majalah, lihat orang yang saya suka kaosnya, saya carilah di thrift. Karena adanya cuma di pembuangan kan, di thrift. Itu kan pakaian buangan,” tuturnya.
Thrifting kata dia saat ini sudah menyebar luas dan menjadi gaya hidup. Tak hanya di kalangan anak muda, namun selebritis ternama pun memilih fashion dari thrift. “Sudah jadi tren fashion. Karena semua kalangan fashion, melirik. Kanye West (rapper Amerika, red) juga sudah pakai pakaian dari thrift juga. Second hand clothing,” jelasnya.
Beda thrift shop dengan jual beli pakaian atau barang bekas biasa, kata dia adalah thrift shop melalui proses pemilihan. “Kita dikurasi, dipilih dulu. Sesuai dengan segmennya atau konsumennya sendiri. misalnya jual kaos-kaos band. Kalau yang (jual, red) bekas biasa itu tidak dipilih,” jelasnya.
Menjual barang bekas yang bermerek atau kerap disebut branded tak mudah. Bima menyebut, pemilihan menjadi proses yang penting. “Kita juga tidak dapat instan. Harus dipilih juga. Kita juga ada yang beli dengan thrifter lain. Dapat barang dari pasar ke pasar. Ke Jakarta juga mencari. Ada yang juga belanja gantungan, ada yang belanja dari toko orang,” ujarnya.
Bima menyebutkan, barang yang dijual maupun didapat dari thrift bisa murah dan bisa juga mahal. Ini tergantung kelangkaan dan fanatisme yang mencari. “Karena sudah jadi tren, harganya juga ada yang mahal. Kan dipakai artis karena sudah tidak ada dapat lagi barunya. Banyak rilisan lama. Makin rare makin mahal. Vintage,” ujarnya.
Bima mengaku memiliki pengalaman menarik dalam dunia thrifting. Dia pernah mendapat baju kaos yang dibeli dengan harga Rp10 ribu dan dijualnya dengan harga Rp2,5 juta. “Itu kaos vintage tahun 1986 tye dye motif jamur,” kenangnya.
Lain lagi cerita, Jenni Febri Ardiansyah. Sehari-hari dia adalah pemuda yang mengabdikan diri bertugas sebagai anggota polisi di Polda Riau. Mengisi waktu di luar jam kerja, hobi thrfting ditekuni karena dinilainya positif selain juga memberikan penghasilan tambahan.
“Sudah 4 bulan ini. awalnya itu kan mengisi waktu saja. Sama teman nongkrong diajak nyari baju. Kita kan anak muda ini mencari brand juga. Lihat ada baju brand harganya murah, mulai dari situlah jadi rutin. Awalnya mencari di pasar kaget di belakang UIR. Lalu mencari di online juga, akhirnya belajar. Sering hunting, sampai sekarang,” katanya pemilik toko online Thrifting Pekanbaru ini.
Barang-barang yang diminati oleh kalangan muda kata Jeni beragam. Pria dan wanita memiliki karakter yang berbeda terhadap barang yang dicarinya. “Brand yang dicari macam-macam. Kalau cewek mencari yang baju oversize, warna-warni. Kalau istilah thrifting-nya itu yang gemoy-gemoy. Kalau laki-laki lebih mencari ke brand yang sedang naik daun,” terangnya.
Jual Sepatu Koleksi Sendiri
Wak Dani, begitu pria ini disapa, dia menfokuskan thrifting pada penjualan sepatu-sepatu branded. Sudah setahun terakhir dia menjual sepatu yang didatangkan dari luar negeri. Ada cerita unik yang mengawali dirinya akhirnya terjun ke dunia thrifting sepatu ini.
"Awalnya punya koleksi sepatu sendiri, hobi memang sepatu second beli. Koleksi ada 20 pasang sepatu. Tahun 2020, Lihat orang live jualan sepatu di Facebook. Saya juga coba live jual sepatu sendiri, ternyata ada yang beli. Yang petama laku itu Nike Air Force One Rp450 ribu. Belinya second juga Rp300 ribu," kenangnya.
Berjualan online kini memang ditekuni Wak Dani. Dia kerap live berjualan di fanspage Facebook JSB Second Brand. Selain itu, juga membuka toko offline Pekanbaru Second Branded (PSB) di Jalan Paus Pekanbaru.(das)
“Bisa cuan juga ternyata. Jalan terus sampai sekarang,” tuturnya.
Sepatu second diminati kata dia karena memang hargan ya yang terjangkau. Sepatu yang banyak dicari orang mayoritas dari brand Nike, Adidas hingga New Balance. “Yang nyari alasannya macam-macam. Karena harganya terjangkau. Juga karena ada sepatu yang tidak rilis lagi tapi bisa ketemu di tempat kami, yang vintage. Juga barang yang rare, langka bisa kita ketemu. Yang nyari juga mungkin supaya bisa tampil beda,” katanya.
Di tokonya kata Wak Dani dia akan memilah terlebih dahulu. Sepatu yang fake atau palsu tidak akan dijual pada konsumen. “Kalau orang jualan itu bisa membedakan mana yang asli dan palsu. Yang palsu tidak kita jual. Walaupun second, pembeli juga kan mau barang yang berkualitas juga, itu kami jaga,” ujarnya.(das)
Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru