JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perekonomian yang belum pulih berdampak pada inflasi tahunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi sepanjang 2020 lalu sebesar 1,68 persen. Itu merupakan angka yang paling rendah sepanjang sejarah.
“Inflasi 2020 ini adalah angka inflasi tahunan terendah sejak BPS kali pertama merilis. Jadi, ini memang angka terendah,†kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto Senin (4/1).
Secara bulanan, inflasi pada Desember 2020 mencapai 0,45 persen. Jika dibandingkan dengan 2019, inflasi 2020 masih lebih rendah. Inflasi pada 2019 tercatat sebesar 2,72 persen.
Sebelumnya, inflasi tahunan tidak pernah serendah pada 2020. Pada 2014 lalu, inflasi tercatat sebesar 8,36 persen.
Angka itu kemudian turun menjadi 3,35 persen pada 2015. Lantas, pada 2016 sebesar 3,02 persen dan 2017 sebesar 3,61 persen. Sementara itu, pada 2018 tingkat inflasi mencapai 3,13 persen.
Sepanjang 2020, laju inflasi mayoritas dipicu kelompok makanan, minuman, dan temakau. Andil kelompok tersebut sekitar 0,19 persen. Tingkat inflasi dari sektor itu sebesar 3,63 persen.
“Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi, yaitu kelompok transportasi sebesar 0,85 persen dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,35 persen,†imbuh Setianto.
Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mengatakan, jika penanganan kesehatan baik, perekonomian akan pulih. Sebab, krisis ekonomi yang sekarang menghampiri itu adalah dampak dari pandemi.
Menurut dia, untuk mengatasi krisis, kebijakan pemerintah tentang vaksinasi menjadi kunci. “Pemulihan ekonomi sangat bergantung pada vaksin,†ujarnya.
Anis berpesan agar pemerintah juga memikirkan efektivitas kebijakan ekonomi yang sudah berjalan. Terutama, terkait upaya untuk mempertahankan perekonomian dan mengakselerasikan pertumbuhannya di tengah pandemi.
Sementara itu, Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan mengatakan bahwa inflasi Desember tercatat sebesar 0,46 persen. Dan, inflasi tahunan Jatim sepanjang 2020 lalu mencapai 1,44 persen. Yang mendorong laju inflasi tersebut, di antaranya, kenaikan harga sejumlah komoditas dan transportasi.
“Cabai rawit naik lebih dari 50 persen,†katanya Senin (4/1). Yang juga mendorong inflasi adalah tomat, bayam, dan tongkol. Faktor lain yang tidak termasuk komoditas pangan adalah harga tiket kereta api dan biaya fotokopi.
Dari sebelas kelompok pengeluaran, sembilan kelompok inflasi, satu kelompok deflasi, dan satu kelompok stagnan.
Sumber : JawaPos.com
Editor : M Ali Nurman