JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hari ini merupakan Hari Kesehatan Nasional (HKN). Adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tahun ini seolah membuka bagaimana kondisi tata laksana kesehatan di Indonesia. Tenaga kesehatan yang jadi tumbal ganasnya virus dari Wuhan, Cina, serta penelitian vaksin dan obat yang begitu panjang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Indonesia tengah mengembangkan vaksin Covir-19 yang diberi nama Merah Putih. Eijkman selaku peneliti vaksin ini menyatakan bahwa pada 2022 vaksin ini akan siap. Sementara negara lain sudah banyak yang melakukan penelitian tahap 3. Salah satunya vaksin Pfizer yang digadang-gadang efektif mengatasi Covid-19 hingga 90 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa inovasi sangat penting di tengah pandemi Covid-19. Semua negara berlomba melahirkan inovasi di berbagai bidang. Di Tanah Air, inovasi juga terus tumbuh, salah satunya di bidang kesehatan.
"Kita akan segera menghasilkan vaksin sendiri, vaksin merah putih," terangnya.
Para inovator juga berhasil menemukan karya-karya yang diperlukan bagi percepatan penanganan Covid-19, seperti GeNose yang bisa mendeteksi virus melalui embusan napas dari mulut. Komunitas peneliti juga sedang berupaya mengembangkan obat yang efektif untuk menyembuhkan pasien Covid. Artinya, Indonesia punya banyak talenta hebat.
Menurut Jokowi, yang tidak kalah penting adalah ekosistem yang kondusif untuk mendukung munculnya inovasi. Harus ada fasilitasi terus menerus untuk kerja sama antar-stakeholder, antara inovator dan industri, serta antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga karya para innovator tidak hanya sekadar menjadi prototipe, namun bisa diproduksi massal.
Bila karya inovator diproduksi massal, maka akan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Juga, memiliki nilai tambah bagi perekonomian dan mampu menciptakan lapangan kerja baru.
"Indoensia membutuhkan lebih banyak lagi inovator di berbagai sektor yang diperlukan masyarakat," tambahnya.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof Sri Rezeki Hadinegoro menyatakan bahwa imunisasi merupakan satu standar kesejahteraan suatu negara. Dia menyatakan jika satu negara memiliki persediaan air bersih dan cakupan imunisasinya baik maka 70 persen masalah kesehatan bisa teratasi.
Vaksin Covid-19 merupakan suatu upaya yang harus dilakukan. Dia menyatakan kadang yang menjadi ketakutan adalah kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
"Tapi tidak takut dengan penyakitnya," tuturnya.
Dia mencontohkan penyakit polio. "Imunisasi polio tetes itu murah, tapi kalau tidak diberi bisa jadi terkena polio dan biaya lebih besar," ungkapnya.
Jika sudah terlanjur sakit maka biaya akan lebih mahal dan produktifitas menrun. Menyikapi penelitian vaksin di saat pandemi Covid-19, dia menyatakan bahwa memang harus dipercepat. Penelitian vaksin pada kondisi normal memang memakan waktu bertahun-tahun. Namun saat pandemi yang dipentingkan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. "Untuk memunculkan herd community," katanya.
Ketua Tim Riset Uji Klinik Vaksin Covid-19 Unpad Prod Dr Kusnandi Rusmil mengomentari adanya fenomena Antibody Dependent Enchancment (ADE) yang sempat muncul mengiringi pemberitaan vaksin Covid-19 di tengah proses uji coba. Dia menjealskan fenomena ADE yang diketahui sampai saat ini hanya timbul pada vaksin demam berdarah. Sebab vaksin itu memiliki empat antigen di dalamnya. "Ini tidak terjadi pada Covid-18 yang memiliki satu antigen," katanya.
Dia menjelaskan penelitian mengenai kemungkinan timbulnya ADE pada vaksin Covid-19, sebelumnya sudah dilakukan pada uji klinik fase pertama dan kedua. Tetapi ternyata di dalam uji klinik kedua fase tersebut, fenomena ADE tidak muncul. Fenomena ADE adalah sebuah kondisi yang bsia muncul pada pemberian antibody. Baik itu vaksin atau antibodi bentuk lainnya. Fenoema ADE berupa reaksi yang memperkuat infeksi. Sehingga menyebabkan terjadinya suatu imunopatologi yang lebih berat.
Kusnandi mengingatkan sebelum ada vaksin Covid-19, yang terpenting masyarakat tetap menerapka protokol 3M. yaitu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun. Selain itu menghindari kerumunan. Cara tersebut merupakan langkah pencegahan terpenting agar tidak tertular Covid-19.
Sementara itu peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Wien Kusharyoto mengatakan dalam produksi vaksin, penting untuk menjalin kerjasama. Diantaranya adalah kerjasama di bidang penyediaan fasilitas untuk good manufacturing practice (GMP). Dia menjelaskan GMP adalah suatu proses produksi yang baik. "Dalam hal ini vaksin," katanya.
Dia menuturkan kerja sama untuk GMP menjadi penting karena sesuai dengan syarat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang harus dipenuih. Kerjasama untuk GMP diantaranya bisa dilakukan lembaga penelitian dengan PT Tempo Scan. Wakil Presiden Direktur PT Tempo Scan Made Darma Wijaya mengatakan, mereka berkomitmen membangun kemandirian dalam konteks menghadapi pandemi Covid-19. Menurut dia kemandirian tersebut merupakan salah satu langkah kemajuan bangsa Indonesia.
Dia menjelaskan dengan adanya kemandirian tersebut, bangsa Indonesia dapat menyediakan alat-alat yang dibutuhkan dan relevan dengan penanganan pandemi Covid-19. "Termasuk di dalamnya diagnostic test seperti rapid test yang berbasis antibody maupun antigen, serta diskusi pengembangan vaksin (Covid-19, red)," katanya.
Dia mengagumi kapasitas SDM di LIPI dan fasilitasnya. Di antaranya LIPI memiliki laboratorium dengan standar BSL-3 di kawasan Cibinong, Bogor. Dia menilai ada potensi terbuka kerjasama dengan LIPI. Mulai dari kerjasama vaksin, herbal, dan produk lainnya. Selain itu, pada kesempatan HKN di tengah pandemi juga membuka mata bahwa problematika terkait sumber daya manusia (SDM) kesehatan. Waketum 1 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi SpOT menyatakan bahwa pemerintah seharusnya berkaca dari pandemi Covid-19 ini.
Keteteran dalam penanganan Covid-19 seharusnya dianggap sebagai sinyal untuk memperbaiki layanan kesehatan. Mulai dari kemampuan sarana dan prasaranan kesehatan. Belakangan berita terkait kekurangan ruang isolasi mauapun ICU khusus Covid-19 menjadi masalah. Akhirnya angka kesakitan dan kematian cukup tinggi.
"Maldistribusi SDM juga terlihat," tuturnya kemarin.
Sehingga ketika ada satu dokter yang positif Covid-19 atau meninggal maka akan jadi masalah serius dalam layanan kesehatan. Bisa jadi satu wilayah pelosok hanya ada satu atau dua dokter spesialis tertentu. Jika ada yang meninggal maka layanan kesehatan di wilayah tersebut akan kelimpungan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dokter banyak di kota-kota besar. Selain soal kesejahteraan, alat pendukung untuk praktik di wilayah menjadi persoalan. "Supply chain (rantai pasok, red) obat dan vaksin di Indonesia juga lemah," tuturnya. Begitu juga soal teknologi terkini dalam pengobatan.
Adib menyatakan bahwa dokter di Tanah Air bukannya tak mampu untuk menggunakan alat-alat yang modern. Banyak dokter yang belajar dari luar negeri.
"Namun sampai sini tidak bisa praktik karena alkes luar masuk ke Indonesia mendapat pajak yang besar," katanya.
Dia membandingkan negara tetangga yang bisa menyediakan layanan kesehatan yang murah. Adib mencontohkan Malaysia yang mampu membangun institut jantung nasional. "Ini masalah komitmen pemerintah dalam menyediakan alkes dan obat yang mudah dan murah," bebernya.
Selanjutnya program promotif dan preventif di tingkat fasilitas primer yang lemah. Apa yang digaungkan pemerintah terkait gerakan pencegahan Covid-19 merupakan salah satu bentuk promotif dan preventif. Untuk itu, Adib berharap pada momen HKN ini ada perhatian serius pada sektor kesehatan.(lyn/byu/wan/jpg)