Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Berharap JKN “Menutup” Lubang 7 Milimeter di Jantung si Bungsu

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya tersenyum, ketika wanita berhijab yang memangkunya berusaha memancing tawanya.

Laporan: Abdul Gapur (Pekanbaru)

Fitiah Azahra namanya. Usianya sudah sembilan bulan. Tapi belum banyak yang bisa dilakukan, sebagaimana anak seusianya. Belum mampu duduk sendiri, apalagi berdiri. Tubuhnya terlihat kurus dan lemas. Berat badannya hanya 8 kilogram. Jauh dari berat badan anak seusianya yang berkisar 10 kilogram.

Kamis (27/8) pagi itu Fatiah dipangku oleh sang ibu, Dwi Sulastri Handayani (41). Sementara sang ayah, Kadri (41) sedang memainkan handphone-nya. Menunggu orderan masuk. Ia berharap telepon pintarnya itu berbunyi. Ia sudah berpakaian rapi. Baju kemeja dipadu dengan jelana jeans warna hitam. Motor pun sudah terparkir di depan rumah, di Perumahan Mutiara Kubang Raya, Blok I Nomor 4 Kelurahan Kubang Raya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Ayah tiga ini bersiap-siap menjalankan aktivitsnya sebagai pengemudi ojek online.

Sesekali Dwi mencoba membantu anaknya berdiri. Perpegangan pada tangan ibunya, Fatiah berusaha mengangkat tubunya yang kurus. Ia berhasil. Tapi hanya sebentar dan tidak lepas dari pegangan ibu. ‘’Dia (Fatiah, red) semangat. Selalu ceria, ya tapi seperti ini. Belum bisa berdiri,’’ kata Dwi membuka pembicaraan.

Pertumbuhan Fatiah memang sedikit terganggu. Kelainan jantung yang dialami sejak lahir membuat badannya tidak tumbuh secara normal. Ia terlihat sangat kurus. Tapi tetap memancarkan raut keceriaan di wajahnya. Fatiah senantiasa merespons saat mendengar namanya dipanggil. Bahkan ketika diajak bercanda oleh orang yang baru dikenal pun ia tetap memberi respons dengan terseyum manis.

Fatiah menderita jantung bocor. Penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi pada tubuhnya. Jantung merupakan pusat kendali peredaran darah di dalam tubuh. Karena itu pulalah, pertumbuhan Fatiah jadi terganggu.

Keluarga, terutama ayah dan ibunya sangat terpukul. Ia tidak menyangka anak tercintanya menderita sakit yang amat berat. Tidak bisa disembuhkan hanya dengan meminum obat-abatan. Tapi harus dengan tindakan. Operasi jalan satu-satunya. Itu kata dokter yang didengar Kadri, ayah Fatiah.

Baca Juga:  Latihan Gabungan Penyelamatan Pengungsi di Selat Malaka Digelar

Cobaan yang amat berat. Sebab vonis itu ia dengar hanya satu bulan setelah dirinya dikeluarkan dari tempat bekerja. Serangan Coronavirus Disease 2019 atau lebih dikenal Covid-19 telah mengguncang tempatnya bekerja. Ia pun harus menerima kenyataan keluar dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fianka pada 30 Juni 2020.

‘’Tidak bisa membayangkan dengan apa saya bisa membiayai pengobatan Fatiah. Tentu biayanya tidak sedikit. Tapi saya tetap yakin, pasti ada jalan,’’ tutur Kadri kepada Riau Pos, Kamis (27/8).

Kondisi ekonomi keluarga Kadri memang mengalami masalah. Sebab ia yang menjadi tulang punggung keluarga dan ditopang oleh istri sudah tidak memiliki pekerjaan tetap. Sang istri, Dwi Sulastri Handayani (41) malah sudah lebih dulu mengudurkan diri dari pekerjaan, karena menderita sakit syaraf terjepit.

‘’Saya terus memasukkan lamaran ke perusahaan. Banyak lamaran. Tapi sampai saat ini belum ada respons,’’ tutur pria kelahiran Pariaman 11 April 1979 ini.

Kadri menyadari, kondisi perekonomian di Riau, bahkan Indonesia sedang lesu. Hantaman Covid-19 membuat banyak perusahaan bermasalah dengan keuangan. Sebab itu, ia pun tidak menggantungkan harapan hanya pada surat lamaran yang sudah dikirim ke banyak perusahaan.

‘’Sekarang saya ojek online. Memang belum bisa mencukupi semua keperluan rumah tangga, apalagi membiayai pengobatan Fatiah. Tidak cukup. Tapi minimal ada pemasukan,’’ ujarnya.

Di masa pandemi bahkan beberapa waktu ke depan, menuntut Kadri berpikir kreatif. Ia pun membuat meja untuk istri di depan rumah. Setiap sore hari, Dwi menyajikan jajanan bakso bakar untuk anak-anak yang tinggal di sekitar rumahnya. Hasilnya sangat membantu untuk biaya kehidupan sehari-hari.

‘’Istri bantu-bantu juga dengan jualan kecil-kecilan di depan rumah. Kalau sore ramai anak-anak yang belanja,’’ kata pria lulusan peternakan Universitas Andalas ini.

Baca Juga:  Ketahui Efek Samping Konsumsi Buah Ara

Meski ekonominya tidak menentu, Kadri bersama istri tetap bersyukur. Biaya pengobatan putri tercinta tidak ia tanggung sendiri. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi penyelamat. Lewat program Jaminan Sosial Kesehatan (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Fatiah bisa mendapatkan pengobatan dengan baik.

‘’Alhamdulillah Bang, ada BPJS. Kalau tidak, saya tidak tahu harus bagaimana. Perkerjaan tidak ada. Tambah musibah ini. Dari mana uang untuk biaya pengobatan anak saya ini,’’ tutur Kadrid yang diiyakan istri, Dwi.

Pengobatan Fatiah memang tergantung Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Semua tindakan medis dibiayai oleh JKN. Kadri hanya menyiapkan biaya transportasi dan susu yang diperlukan oleh Fitiah. Tidak lagi mengeluarkan dana untuk obat dan jasa dokter.

Isu negatif yang berkembang selama ini soal pelayanan BPJS ternyata tidak dialami keluarga ini. Tidak mendapatkan layanan bagus di rumah sakit karena menggunakan BPJS juga hanya sekadar isu. Justru Kadri merasa sangat terbantu oleh program pemerintah ini. Pelayanan yang diterima pun sangat memuaskan.

‘’Sekarang sudah sangat bagus Bang. Mungkin itu dulu, tapi sekarang sudah berubah,’’ ujarnya.

Saat lahir pada 30 Oktober 2019 lalu, Fatiah juga sudah menggunakan jasa JKN. Operasi caesar lagi. Bukan karena ibunya tidak mau melahirkan secara normal. Tapi kondisi Dwi saat itu memang tidak memungkinkan melahirkan secara normal. Tekanan darahnya melebihi batas normal ibu hamil atau dikenal dengan sebutan preeklamsia. Jika dipaksakan melahirkan normal dapat membahayakan nyawa ibu dan janin dalam kandungan. Sebab itu dilakukan dengan operasi caesar.

Lewat caesar, Fitiah bisa lahir dengan selamat. Hanya berat badannya yang sedikit ringan. Hanya 2,1 kilogram. Padahal umur kandungan ibunya sudah cukup sembilan bulan. Itu juga yang mengharuskan bayi mungil ini mendapatkan bantuan inkubator selama lima hari menjelang kondisi normal.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya tersenyum, ketika wanita berhijab yang memangkunya berusaha memancing tawanya.

Laporan: Abdul Gapur (Pekanbaru)

- Advertisement -

Fitiah Azahra namanya. Usianya sudah sembilan bulan. Tapi belum banyak yang bisa dilakukan, sebagaimana anak seusianya. Belum mampu duduk sendiri, apalagi berdiri. Tubuhnya terlihat kurus dan lemas. Berat badannya hanya 8 kilogram. Jauh dari berat badan anak seusianya yang berkisar 10 kilogram.

Kamis (27/8) pagi itu Fatiah dipangku oleh sang ibu, Dwi Sulastri Handayani (41). Sementara sang ayah, Kadri (41) sedang memainkan handphone-nya. Menunggu orderan masuk. Ia berharap telepon pintarnya itu berbunyi. Ia sudah berpakaian rapi. Baju kemeja dipadu dengan jelana jeans warna hitam. Motor pun sudah terparkir di depan rumah, di Perumahan Mutiara Kubang Raya, Blok I Nomor 4 Kelurahan Kubang Raya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Ayah tiga ini bersiap-siap menjalankan aktivitsnya sebagai pengemudi ojek online.

- Advertisement -

Sesekali Dwi mencoba membantu anaknya berdiri. Perpegangan pada tangan ibunya, Fatiah berusaha mengangkat tubunya yang kurus. Ia berhasil. Tapi hanya sebentar dan tidak lepas dari pegangan ibu. ‘’Dia (Fatiah, red) semangat. Selalu ceria, ya tapi seperti ini. Belum bisa berdiri,’’ kata Dwi membuka pembicaraan.

Pertumbuhan Fatiah memang sedikit terganggu. Kelainan jantung yang dialami sejak lahir membuat badannya tidak tumbuh secara normal. Ia terlihat sangat kurus. Tapi tetap memancarkan raut keceriaan di wajahnya. Fatiah senantiasa merespons saat mendengar namanya dipanggil. Bahkan ketika diajak bercanda oleh orang yang baru dikenal pun ia tetap memberi respons dengan terseyum manis.

Fatiah menderita jantung bocor. Penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi pada tubuhnya. Jantung merupakan pusat kendali peredaran darah di dalam tubuh. Karena itu pulalah, pertumbuhan Fatiah jadi terganggu.

Keluarga, terutama ayah dan ibunya sangat terpukul. Ia tidak menyangka anak tercintanya menderita sakit yang amat berat. Tidak bisa disembuhkan hanya dengan meminum obat-abatan. Tapi harus dengan tindakan. Operasi jalan satu-satunya. Itu kata dokter yang didengar Kadri, ayah Fatiah.

Baca Juga:  Perkuat Peran Pemuda dengan Perda Kepemudaan

Cobaan yang amat berat. Sebab vonis itu ia dengar hanya satu bulan setelah dirinya dikeluarkan dari tempat bekerja. Serangan Coronavirus Disease 2019 atau lebih dikenal Covid-19 telah mengguncang tempatnya bekerja. Ia pun harus menerima kenyataan keluar dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fianka pada 30 Juni 2020.

‘’Tidak bisa membayangkan dengan apa saya bisa membiayai pengobatan Fatiah. Tentu biayanya tidak sedikit. Tapi saya tetap yakin, pasti ada jalan,’’ tutur Kadri kepada Riau Pos, Kamis (27/8).

Kondisi ekonomi keluarga Kadri memang mengalami masalah. Sebab ia yang menjadi tulang punggung keluarga dan ditopang oleh istri sudah tidak memiliki pekerjaan tetap. Sang istri, Dwi Sulastri Handayani (41) malah sudah lebih dulu mengudurkan diri dari pekerjaan, karena menderita sakit syaraf terjepit.

‘’Saya terus memasukkan lamaran ke perusahaan. Banyak lamaran. Tapi sampai saat ini belum ada respons,’’ tutur pria kelahiran Pariaman 11 April 1979 ini.

Kadri menyadari, kondisi perekonomian di Riau, bahkan Indonesia sedang lesu. Hantaman Covid-19 membuat banyak perusahaan bermasalah dengan keuangan. Sebab itu, ia pun tidak menggantungkan harapan hanya pada surat lamaran yang sudah dikirim ke banyak perusahaan.

‘’Sekarang saya ojek online. Memang belum bisa mencukupi semua keperluan rumah tangga, apalagi membiayai pengobatan Fatiah. Tidak cukup. Tapi minimal ada pemasukan,’’ ujarnya.

Di masa pandemi bahkan beberapa waktu ke depan, menuntut Kadri berpikir kreatif. Ia pun membuat meja untuk istri di depan rumah. Setiap sore hari, Dwi menyajikan jajanan bakso bakar untuk anak-anak yang tinggal di sekitar rumahnya. Hasilnya sangat membantu untuk biaya kehidupan sehari-hari.

‘’Istri bantu-bantu juga dengan jualan kecil-kecilan di depan rumah. Kalau sore ramai anak-anak yang belanja,’’ kata pria lulusan peternakan Universitas Andalas ini.

Baca Juga:  Beternak Lebah, Beri Manfaat untuk Manusia dan Lingkungan

Meski ekonominya tidak menentu, Kadri bersama istri tetap bersyukur. Biaya pengobatan putri tercinta tidak ia tanggung sendiri. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi penyelamat. Lewat program Jaminan Sosial Kesehatan (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Fatiah bisa mendapatkan pengobatan dengan baik.

‘’Alhamdulillah Bang, ada BPJS. Kalau tidak, saya tidak tahu harus bagaimana. Perkerjaan tidak ada. Tambah musibah ini. Dari mana uang untuk biaya pengobatan anak saya ini,’’ tutur Kadrid yang diiyakan istri, Dwi.

Pengobatan Fatiah memang tergantung Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Semua tindakan medis dibiayai oleh JKN. Kadri hanya menyiapkan biaya transportasi dan susu yang diperlukan oleh Fitiah. Tidak lagi mengeluarkan dana untuk obat dan jasa dokter.

Isu negatif yang berkembang selama ini soal pelayanan BPJS ternyata tidak dialami keluarga ini. Tidak mendapatkan layanan bagus di rumah sakit karena menggunakan BPJS juga hanya sekadar isu. Justru Kadri merasa sangat terbantu oleh program pemerintah ini. Pelayanan yang diterima pun sangat memuaskan.

‘’Sekarang sudah sangat bagus Bang. Mungkin itu dulu, tapi sekarang sudah berubah,’’ ujarnya.

Saat lahir pada 30 Oktober 2019 lalu, Fatiah juga sudah menggunakan jasa JKN. Operasi caesar lagi. Bukan karena ibunya tidak mau melahirkan secara normal. Tapi kondisi Dwi saat itu memang tidak memungkinkan melahirkan secara normal. Tekanan darahnya melebihi batas normal ibu hamil atau dikenal dengan sebutan preeklamsia. Jika dipaksakan melahirkan normal dapat membahayakan nyawa ibu dan janin dalam kandungan. Sebab itu dilakukan dengan operasi caesar.

Lewat caesar, Fitiah bisa lahir dengan selamat. Hanya berat badannya yang sedikit ringan. Hanya 2,1 kilogram. Padahal umur kandungan ibunya sudah cukup sembilan bulan. Itu juga yang mengharuskan bayi mungil ini mendapatkan bantuan inkubator selama lima hari menjelang kondisi normal.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari