Rabu (22/7) lalu, Riau Pos mendapat kabar H Ibnu Mas’ud, seorang pegiat perjalanan haji dan umrah di Riau dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru. Karena penyakitnya memiliki gejala virus corona, dia pun meminta pindah ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Hampir dua pekan dirawat, menanti hasil swab terakhir, Ketua Harian IKA Unri itu pun membagi kisahnya kepada publik, Selasa (4/8).
Laporan: EKA G PUTRA (Pekanbaru)
SENIN (3/8), pasien positif Covid-19 di Provinsi Riau berdasarkan update data perkembangan dari tim gugus tugas penanggulangan nasional berjumlah 50 orang. Kemudian Selasa (3/8), naik menjadi 71 orang pasien positif. Sepekan sebelumnya, masih naik turun di angka belasan. Memang mengawali Agustus ini peningkatannya sangat signifikan.
Tersebar di hampir seluruh wilayah Riau. Dominan di Pekanbaru, Siak, Kampar, daerah baru tersebar di Rokan Hilir, Rokan Hulu. Juga Kabupaten Pelalawan, Kuansing. Sebelumnya ada di Inhil, Bengkalis, Dumai. Memang seluruh daerah di Riau sudah dicumbu virus bernama corona ini.
Penyebaran virus ini memang terus masif. Kepedulian dan proteksi diri pula harus ditingkatkan. Ibnu Mas’ud yang bermastautin di Kota Pekanbaru, sejak dua pekan lalu sudah dirawat di rumah sakit. Perbincangan melalui komunikasi seluler rutin dilakukan dengan pria yang akrab dengan rekan-rekan media ini.
Suara lantang, dan petuahnya masih tak ketinggalan kala perbincangan.
“Sudah enam kali tes swab. Lima hasilnya positif. Yang keenam ini, kalau negatif saya bisa pulang (isolasi mandiri di rumah, red),” beber Ibnu Mas’ud berbincang dengan Riau Pos, kemarin.
Pengalaman dirawat kurang dua pekan ini, mendadak dibagikan Ibnu Mas’ud Selasa (4/8) pagi. Hal ini sengaja dilakukannya, agar orang-orang lebih peduli menjaga diri dan keluarga dengan menerapkan protokol kesehatan. Karena menurut ceritanya, inilah khilafnya selama ini. Karena abai dan cuai.
Diceritakan Ibnu, dia dirawat di RSUD Arifin Achmad, ruang Pinere merupakan sebuah qadar Allah. Apa yang dialami dan dirasakan sebelum divonis positif Covid-19, menurutnya awal mula munculnya wabah ini, dia percaya penuh bahwa virus corona sangat berbahaya dan mudah menyebar.
"Tapi ada kebiasaan saya berjalan dan keluar rumah tidak pernah berhenti. Sering diingatkan agar tetap di rumah dan keluar bila perlu saja. Pakai masker dan sering cuci tangan, adalah sesuatu yang tidak disiplin dilakukan. Karena itu juga, badan ini terasa enak-enak saja," akunya.
Lebih lanjut menurut owner Muhibbah Tour and Travel ini, di beberapa kesempatan, tak jarang dia pun memenuhi ajakan kawan-kawan keluar rumah untuk hanya sekadar ngopi atau sarapan. Duduk tanpa jaga jarak yang aman. Tidak pakai masker yang benar. Masker hanya digantung di dagu atau di leher.
"Bahkan awal Juli saya ke Jakarta untuk urusan yang sebenarnya masih bisa ditunda. Saya yakin saja dengan hasil rapid test yang nonreaktif. Padahal juga tahu bahwa rapid test hanya tes awal dan hasilnya tidak 100 persen akurat," ungkapnya.
Barulah pada 21 Juli malam, Ibnu mengaku merasakan badan kurang enak, selera makan mulai terganggu.
Memang, Ibnu dikenal sangat hobi makan. Ia pun senang memanfaatkan waktu untuk memancing ikan di laut.
"Esoknya (22 Juli, red) saya langsung ke rumah sakit untuk minta dirawat. Setelah diperiksa, dokter sampaikan hasilnya saya terkena DBD. Dengan trombosit yang turun menjadi 109.000 saya yakin bahwa ini DBD," kisahnya setelah semalam dirawat di RS.
Lebih lanjut, kata Ibnu, selama tiga hari DBD-nya diobati hasilnya memuaskan. Namun pada hari keempat, atau 25 Juli, muncul gejala lain. Yakni batuk disertai dahak berdarah. Yang dirasakannya, tenggorokan terasa kering, ia pun minta dokter periksa lagi kondisinya.
"Siang itu juga saya dites swab dan di foto thorax. Setelah itu langsung dipindahkan ke kamar isolasi. Dengan kondisi dan daya tahan tubuh menurun. Makan sudah susah sekali. Minum air terasa tidak manis lagi," kisahnya.
Sembari menunggu hasil tes swab, dia pun minta dipindah ke RSUD Arifin Achmad. Dengan pertimbangan tim pencegahan wabah Covid-19 lebih banyak dan lengkap dan punya bangunan khusus untuk pasien.
"Alhamdulillah Ahad malam (26 Juli, red) saya dipindah dengan kondisi cukup lumayan menderita dan rasa badan tidak menentu," sambungnya.
Di RSUD Arifin Achmad, Ibnu langsung diberikan obat, dan infus. Sehari berselang, atau Senin (27/7) pagi, rasa badan lumayan enak. Walau untuk makan masih hilang selera. Pria yang setiap tahun menghabiskan musim haji di Makkah ini pun mengaku tak henti berzikir, doa dan baca Alquran sebagai penambah semangat dan membuatnya bertambah yakin bahwa ini ujian yang Allah berikan. Sampai hari ke-13 ini, atau Selasa kemarin, diakuinya kondisinya bertambah baik. Dan sudah empat hari terakhir, menurutnya infus sudah tidak dipasang lagi.
Dari kejadian yang dialaminya di atas, Ibnu pun mulai menyadari bahwa selama ini dia sudah banyak melakukan kesalahan.
"Saya abai dan cuai untuk patuhi protap Covid-19. Dan terkadang cenderung meremehkan. Akibatnya saya sendiri benar-benar mengalaminya. Alhamdulillah rupanya apa yang saya alami masih ringan dibanding beberapa pasien Covid-19 lain, yang juga dirawat digedung yang sama," bebernya.
Dalam masa perawatan pun, Ibnu teringat dengan nasihat Rasulullah tentang bagaimana seharusnya menghadapi wabah mematikan. Rasulullah SAW mengingatkan, "Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Rasulullah, lanjutnya, juga menganjurkan untuk isolasi antara yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadis, "Janganlah yang sakit dicampur-baurkan dengan yang sehat." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Dengan demikian, diharapkannya, penyebaran wabah penyakit menular dapat dicegah dan diminimalisir. Aktivitas inilah yang sekarang dikenal dengan social distancing, yakni suatu pembatasan untuk memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Caranya adalah jauhi kerumunan, jaga jarak, dan di rumah saja. Kegiatan social distancing tak hanya dalam muamalah seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, pemerintahan, dan sebagainya yang langsung berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga dalam ibadah.
Apa yang dialaminya, cerita Ibnu, adalah ujian dan pelajaran berharga yang perlu dibagikan kepada saudara-saudaranya sesama manusia. Yang namanya new normal, tegasnya, bukanlah sesuatu yang dijalani dengan kebebasan tanpa ikut aturan. Tapi sebuah situasi baru yang harus benar benar diikuti dan dijaga agar tubuh bisa menghadapi wabah. Kebiasaan mengusap muka, memasukkan jari ke hidung dan mulut, menggosok-gosok mata adalah satu kebiasaan yang sangat berpotensi sebagai pengantar virus kedalam tubuh. Apalagi dalam kondisi tidak cuci tangan sebelumnya.
"Mari saudaraku, patuhilah protap pencegahan Covid-19. Jangan nekat untuk mencoba menikmati wabah ini. Karena kondisi daya tahan kita tidak sama. Jika kita kena, akan ada beberapa orang yang dekat juga berisiko kena. Saya sudah membuat empat orang terkena wabah ini. Tanpa tahu kapan dan dimana virus ini masuk ke tubuh mereka. Saya merasa sedih dan menyesal. Gara-gara kelalaian saya orang lain dan orang terdekat saya ikut merasakan akibatnya," kecewanya.
Dalam perbincangan dengan Riau Pos kemarin sore, tampak Ibnu sudah berkeliling kamar perawatannya. Tanpa infus sembari menanti hasil swab keenam dan berharap hasilnya negatif. Dengan demikian, Ia pun diperbolehkan pulang dengan catatan harus isolasi mandiri selama 14 hari setelahnya..***