Jumat, 20 September 2024

Physical Distancing Ideal Menurut Riset Adalah 8,2 Meter

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pandemi Covid-19 dengan gangguan pernapasan bisa menjangkiti siapa pun dengan cepat. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah penularan. Salah satunya, menerapkan pembatasan jarak fisik (physical distancing).

RISET terbaru yang diterbitkan JAMA Network akhir Maret lalu lumayan mengejutkan. Hasilnya, jarak aman yang direkomendasikan untuk physical distancing adalah 27 kaki atau sekitar 8,2 meter! Bukan 1 atau 2 meter.

Berdasar penelitian Lydia Bourouiba PhD, jarak aman 1–2 meter yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat tidak lagi efektif. Sebab, hal itu didasarkan pada riset William F. Wells tentang penularan tuberkulosis di era 1930-an. Penularan dikaji berdasar ukuran droplet, yang saat itu dibagi menjadi ukuran besar dan kecil. 

"Jika mengikuti standar modern, klasifikasi itu terlalu sederhana," tegas associate professor di Massachusetts Institute of Technology, AS, tersebut.

- Advertisement -

Bourouiba menjelaskan, ketika batuk atau bersin, ada gas turbulen yang menyerupai awan yang terhembus di udara. Meski berupa gas, terdapat partikel droplet yang membawa kuman patogen (penyebab penyakit). "Kondisi 'awan' yang lembap dan hangat ini membuat droplet punya sebaran luas," papar ahli bidang dinamika fluida dan epidemi itu.

Baca Juga:  Yayasan Thawalib Undang Rektor UIN Suska Riau Memberikan Kuliah Umum

Dari penelitian tersebut, "awan" bersin dinilai memiliki potensi sebaran yang kuat. Dalam kondisi maksimal, kecepatannya mencapai 10– 30 meter per detik. Daya sebarnya pun tercatat 23–27 kaki (7–8 meter).

- Advertisement -

Menurut Bourouiba, karakteristik itu dapat menjelaskan kondisi persebaran virus di Cina. "Dari laporan di sana, partikel virus corona bahkan terdapat dalam sistem ventilasi ruang perawatan pasien Covid- 19," ungkapnya.

Meski demikian, belum ada riset yang menerangkan secara pasti berapa lama droplet bisa bertahan di udara maupun permukaan benda. Bourouiba menuturkan, penggunaan masker dan alat pelindung diri (APD) yang memadai, plus menjaga kebersihan diri, efektif mencegah persebaran kuman lewat droplet.

Meski begitu, belum ada riset terkait ketahanan masker bedah dan N95 terhadap persebaran virus lewat "awan" tersebut. Karena itu, proteksi sebaiknya ditingkatkan. Terutama bagi tenaga medis yang berinteraksi langsung dengan pasien terindikasi infeksi karena virus corona.

TAHUKAH KAMU?

KAIN JENIS APA YANG PALING MELINDUNGI?

Penelitian tim Cambridge University pada 2013 membandingkan berbagai jenis masker. Mulai masker bedah hingga masker produk rumahan yang menggunakan sejumlah bahan. Daya perlindungan masker dites dengan menyemprotkan materi berukuran 0,02 mikron (mirip ukuran virus penyebab Covid-19) dengan aerosol spray. Berikut hasilnya.

Baca Juga:  Universitas Ramadan

MASKER BEDAH: 89 persen. Diprioritaskan untuk tenaga medis.

KANTONG DEBU VACUUM CLEANER: 86 persen. Bahan ini tidak disarankan untuk dipakai karena terlalu tebal dan kaku.

SERBET PIRING: 73 persen. Tidak disarankan karena tak memiliki pori yang baik. Bernapas jadi terasa tidak nyaman.

KAUS KATUN CAMPURAN: 70 persen. Jika campurannya berupa bahan sintetis, daya serap air berkurang. Akibatnya, bahan mudah lembap.

SARUNG BANTAL ANTIMIKROBA: 68 persen.

LINEN: 62 persen.

SARUNG BANTAL BIASA: 57 persen. Paling disarankan untuk bahan masker karena mudah didapat, memberi proteksi yang cukup, dan nyaman digunakan saat beraktivitas.

SUTRA: 54 persen.

KAUS KATUN 100 PERSEN: 51 persen. Paling disarankan untuk bahan masker karena mudah diperoleh, memberi proteksi yang cukup, dan nyaman digunakan saat beraktivitas. Di samping itu, permukaannya tidak lekas basah (lembap karena pernapasan).

SYAL: 49 persen.

PAPER TOWEL RANGKAP DUA: 33 persen.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pandemi Covid-19 dengan gangguan pernapasan bisa menjangkiti siapa pun dengan cepat. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah penularan. Salah satunya, menerapkan pembatasan jarak fisik (physical distancing).

RISET terbaru yang diterbitkan JAMA Network akhir Maret lalu lumayan mengejutkan. Hasilnya, jarak aman yang direkomendasikan untuk physical distancing adalah 27 kaki atau sekitar 8,2 meter! Bukan 1 atau 2 meter.

Berdasar penelitian Lydia Bourouiba PhD, jarak aman 1–2 meter yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat tidak lagi efektif. Sebab, hal itu didasarkan pada riset William F. Wells tentang penularan tuberkulosis di era 1930-an. Penularan dikaji berdasar ukuran droplet, yang saat itu dibagi menjadi ukuran besar dan kecil. 

"Jika mengikuti standar modern, klasifikasi itu terlalu sederhana," tegas associate professor di Massachusetts Institute of Technology, AS, tersebut.

Bourouiba menjelaskan, ketika batuk atau bersin, ada gas turbulen yang menyerupai awan yang terhembus di udara. Meski berupa gas, terdapat partikel droplet yang membawa kuman patogen (penyebab penyakit). "Kondisi 'awan' yang lembap dan hangat ini membuat droplet punya sebaran luas," papar ahli bidang dinamika fluida dan epidemi itu.

Baca Juga:  Ciptakan Pilkada Berkualitas, Pemimpin Berintegritas

Dari penelitian tersebut, "awan" bersin dinilai memiliki potensi sebaran yang kuat. Dalam kondisi maksimal, kecepatannya mencapai 10– 30 meter per detik. Daya sebarnya pun tercatat 23–27 kaki (7–8 meter).

Menurut Bourouiba, karakteristik itu dapat menjelaskan kondisi persebaran virus di Cina. "Dari laporan di sana, partikel virus corona bahkan terdapat dalam sistem ventilasi ruang perawatan pasien Covid- 19," ungkapnya.

Meski demikian, belum ada riset yang menerangkan secara pasti berapa lama droplet bisa bertahan di udara maupun permukaan benda. Bourouiba menuturkan, penggunaan masker dan alat pelindung diri (APD) yang memadai, plus menjaga kebersihan diri, efektif mencegah persebaran kuman lewat droplet.

Meski begitu, belum ada riset terkait ketahanan masker bedah dan N95 terhadap persebaran virus lewat "awan" tersebut. Karena itu, proteksi sebaiknya ditingkatkan. Terutama bagi tenaga medis yang berinteraksi langsung dengan pasien terindikasi infeksi karena virus corona.

TAHUKAH KAMU?

KAIN JENIS APA YANG PALING MELINDUNGI?

Penelitian tim Cambridge University pada 2013 membandingkan berbagai jenis masker. Mulai masker bedah hingga masker produk rumahan yang menggunakan sejumlah bahan. Daya perlindungan masker dites dengan menyemprotkan materi berukuran 0,02 mikron (mirip ukuran virus penyebab Covid-19) dengan aerosol spray. Berikut hasilnya.

Baca Juga:  Segera Bayarkan Insentif Guru Honor

MASKER BEDAH: 89 persen. Diprioritaskan untuk tenaga medis.

KANTONG DEBU VACUUM CLEANER: 86 persen. Bahan ini tidak disarankan untuk dipakai karena terlalu tebal dan kaku.

SERBET PIRING: 73 persen. Tidak disarankan karena tak memiliki pori yang baik. Bernapas jadi terasa tidak nyaman.

KAUS KATUN CAMPURAN: 70 persen. Jika campurannya berupa bahan sintetis, daya serap air berkurang. Akibatnya, bahan mudah lembap.

SARUNG BANTAL ANTIMIKROBA: 68 persen.

LINEN: 62 persen.

SARUNG BANTAL BIASA: 57 persen. Paling disarankan untuk bahan masker karena mudah didapat, memberi proteksi yang cukup, dan nyaman digunakan saat beraktivitas.

SUTRA: 54 persen.

KAUS KATUN 100 PERSEN: 51 persen. Paling disarankan untuk bahan masker karena mudah diperoleh, memberi proteksi yang cukup, dan nyaman digunakan saat beraktivitas. Di samping itu, permukaannya tidak lekas basah (lembap karena pernapasan).

SYAL: 49 persen.

PAPER TOWEL RANGKAP DUA: 33 persen.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari