RIAUPOS.CO – Prevalensi stunting atau tengkes di Provinsi Riau mengalami peningkatan pada tahun 2024. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Riau, angka stunting naik dari 13,6 persen pada 2023 menjadi 20,5 persen.
Ketua Tim Hubungan Antar Lembaga, Advokasi, KIE, dan Kehumasan BKKBN Riau, Sri Wahyuni, menjelaskan peningkatan tersebut bukan karena pemerintah daerah dan mitra tidak bekerja, tetapi karena faktor yang kompleks dan berlapis. “Kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka stunting memang naik dari 13,6 persen menjadi 20,5 persen. Tapi ini bukan karena tidak ada kerja, semua pihak sudah berkolaborasi. Masalah stunting itu seperti gunung es, yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil dari persoalan sebenarnya,” ujarnya, Rabu (15/10).
Ia menyebut, daerah dengan angka stunting tertinggi di Riau adalah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Kepulauan Meranti, dan Rokan Hilir. Wilayah pesisir dan perairan dinilai memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam hal akses air bersih dan sanitasi. “Inhil dan beberapa daerah perairan lainnya memang perlu perhatian khusus. Kondisi air bersih dan rumah layak huni sangat mempengaruhi indikator stunting di sana,” tambahnya.
Program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) menjadi salah satu langkah prioritas untuk menekan angka stunting di Riau. Program ini menekankan intervensi sejak dini, mulai dari pra-nikah, masa kehamilan, hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak. “Melalui program Genting, kita berharap semua pihak berkomitmen untuk mempercepat penurunan angka stunting dengan langkah dari hulu,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN RI, Wihaji, dalam talkshow hybrid Solidaritas Cegah Stunting (Genting) – Tumbuh Tanpa Batas, menegaskan bahwa gerakan Genting adalah warisan penting yang harus dijaga dan dijalankan secara berkelanjutan. “Target nasional kita tahun 2024 adalah menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen. Tidak ada yang tidak bisa dicapai kalau kita bekerja bersama,” katanya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama instansi terkait juga telah melakukan penimbangan serentak terhadap anak balita di seluruh wilayah. Hasilnya, sebanyak 10.011 balita terdeteksi mengalami stunting. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Yaneliza, menyampaikan bahwa dari total 339.618 balita yang diukur, sekitar 89,76 persen data sudah masuk ke aplikasi Sigizikesga untuk validasi.
“Dari data itu, 10.011 anak mengalami stunting, 9.684 balita mengalami wasting (kekurangan tenaga), dan 13.388 anak mengalami underweight (kekurangan berat badan),” jelas Yaneliza.
Ia menegaskan, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan pencegahan stunting di tingkat keluarga. “Untuk bayi, pencegahan bisa dilakukan dengan pemberian ASI eksklusif hingga usia dua tahun serta imunisasi lengkap. Kami juga menyediakan makanan tambahan berbahan lokal melalui puskesmas di berbagai daerah,” tambahnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Syahrial Abdi, mengatakan Pemprov Riau melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) terus melakukan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan program intervensi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kebijakan di lapangan tepat sasaran dan memberikan dampak nyata.
“Evaluasi mencakup cakupan pelayanan gizi, pemantauan pertumbuhan anak, dan efektivitas program yang menyasar ibu hamil, balita, serta remaja putri. Tujuannya agar setiap intervensi berbasis data dan benar-benar mampu menurunkan prevalensi tengkes di Riau,” tuturnya.